OPINI
Presidensi G20 di Bali, Benarkah Menguntungkan Indonesia?
Oleh. Vivi Nurwida (Aktivis Dakwah)
Dilansir dari republika.co.id, 15/11/2022, sejumlah kepala negara dan kepala pemerintahan berkumpul di Bali, Indonesia, untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Indonesia yang menjadi Presidensi G20 menggelar hajatan itu sepanjang tahun, dan mencapai puncaknya di KTT G20 yang berlangsung 10-17 November 2022.
Dikutip dari situs Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, G20 atau Group of Twenty adalah sebuah forum utama kerja sama ekonomi internasional yang beranggotakan negara-negara dengan perekonomian besar di dunia, yang terdiri dari 19 negara dan 1 lembaga Uni Eropa. G20 merupakan representasi lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia. Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brazil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.
Lantas, benarkah gelaran akbar yang mengusung tema recover together, recover stronger (pulih bersama, bangkit perkasa) ini, mampu memberikan keuntungan tersendiri bagi Indonesia?
Keuntungan Menurut Pemerintah
Dilansir dari kominfo.go.id, menurut Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, keuntungan yang bisa di dapat Indonesia dalam aspek ekonomi adalah terbukanya peluang peningkatan konsumsi domestik yang dapat capai Rp 1,7 triliun, penambahan PDB yang diperkirakan akan mencapai sekitar Rp 7,47 triliun, Serta terdapat pelibatan tenaga kerja sekitar 33.000 pekerja di berbagai sektor industri di masa mendatang.
Selain itu, disebutkan presidensi G20 juga memberikan momentum bagi Indonesia untuk menampilkan keberhasilan reformasi struktural di tengah pandemi, antara lain dengan Undang Undang Cipta Kerja dan Sovereign Wealth Fund yang diyakini dapat meningkatkan kepercayaan Investor Global pada Indonesia dan membantu percepatan pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah juga berkomitmen untuk menggunakan forum G20 untuk mendorong kepentingan Indonesia terkait pengembangan kualitas sumber daya manusia, serta kerjasama produksi dan distribusi vaksin.
Benarkah keuntungan yang disampaikan tersebut memang benar-benar menguntungkan Indonesia? Atau justru hanya untuk keperluan mereka?
Keuntungan Semu bagi Indonesia
Acara yang menghadirkan banyak pemimpin negara ini rupanya menghabiskan dana yang tidak sedikit. Demi menyelenggarakan acara ini pemerintah menggelontorkan 60 miliyar rupiah untuk membangun gedung VVIP. Disamping itu, 9.700 personil POLRI dan 1.800 TNI dikerahkan untuk penjagaan acara ini, sudah dipastikan biaya pengamanan juga tidak main-main. Hal ini tentu paradoks dengan keadaan rakyatnya mengalami kesengsaraan dan butuh perhatian lebih.
UU Cipta Kerja yang juga digadang-gadang dapat meningkatkan kepercayaan investor global, ternyata tidak menguntungkan penduduk lokal. Justru, investasi yang diharapkan menjadi hubungan yang saling menguntungkan ini ternyata jauh panggang dari pada api. Investasi yang diperkuat dengan undang-undang ini justru menguntungkan bagi investor saja.
Sejatinya, investasi dari luar negeri tidak selalu berdiri sendiri, pasti akan ada kepentingan sepaket yang hendak dilakukan oleh para investor. Akan ada agenda investasi berupa pengerukan sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kepentingan negara mereka. Tidak hanya itu, sepaket perjanjian juga akan disodorkan, diantaranya tenaga kerjanya harus dari mereka. Cina misalnya, kontrak perjanjian kerja yang dilakukan di negeri ini meminta tenaga kerja berasal dari negara mereka semua, dengan dalih agar proyek bisa lebih efektif, lancar dan sebagainya. Harapan mengurangi pengangguran ternyata untuk pihak negara investor, karena mereka mengangkut tenaga kerjanya ke tempat kita. Sedangkan negara ini, hanya bisa gigit jari.
Kritik juga disampaikan oleh koordinator Prodem Bali, I Nyoman Mardika, sebagaimana dilansir dari detik.com, 12/10/2022, menyampaikan bahwa acara semacam ini tidak berdampak langsung pada masyarakat menengah ke bawah untuk bisa membangkitkan perekonomian Bali secara keseluruhan, misalnya bagi para petani, buruh, nelayan dan sektor pekerja kasar yang sebagian besar adalah orang Bali.
Tentu kritik yang disampaikan sebagai perwakilan masyarakat menengah ke bawah ini harus didengarkan oleh pemerintah. Nyatanya keuntungan yang disebutkan oleh pemerintah yang menyangkut ekonomi tidak bisa dirasakan oleh masyarakat lokal sendiri.
G20 hanyalah upaya tambal sulam negara-negara dengan basis kapitalisme nya untuk mempertahankan kepentingannya. Karena, mereka tahu, kapitalisme sedang mengalami krisis, bahkan mengalami perlambatan ekonomi sejak pandemi. Sudah seharusnya kita tidak berharap lebih pada forum ini, keuntungan yang ada hanyalah keuntungan semu.
Selamatkan dengan Islam
Sejatinya, forum ini hanya digunakan sebagai alat bagi para negara kapitalis untuk melanggengkan kepentingannya. Sifat dasar kapitalisme adalah bagaimana mereka bisa mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk kepentingan yang sebesar-besarnya. Inilah watak sekuler yaitu memisahkan agama dengan kehidupan, yang akhirnya menimbulkan banyak kerusakan-kerusakan yang lain.
Sudah seharusnya kita menggunakan landasan atau sistem ideologi yang benar, yang dengannya akan terwujud keadilan dunia yang hakiki. Landasan yang benar itu haruslah berasal dari zat yang Maha Benar, Maha Tahu atas segala permasalahan manusia di dunia ini. Landasan itu tidak lain adalah Ideologi Islam.
Inilah pentingnya Islam untuk dijadikan sebagai solusi, karena berasal dari zat yang Maha Benar. Dunia Muslim harus tahu bahwa menyelesaikan permasalahan di dunia ini dengan cara kapitalis apapun bentuk forumnya itu tidak akan menyelesaikan masalah, justru akan menambah banyak masalah baru.
Sudah saatnya kita berjuang agar ideologi Islam bisa diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, dengannya tidak hanya kesejahteraan, kebaikan dan keadilan yang akan didapatkan, tapi juga keberkahan. Wallahu a'lam bisshowab.
0 Comments: