Headlines
Loading...

Oleh Ummu Faiha Hasna

Setiap orang pasti mendambakan kesempurnaan:  harta yang melimpah, penampilan yang menarik, sekaligus jabatan yang oke. Itu wajar, ya. Namanya juga manusia yang mempunyai 'gharizah baqa' atau naluri eksistensi diri. Maunya sih semua yang keren-keren itu dimiliki. Tapi ingat ya sahabat, itu bukan tujuan kita hidup di dunia. Jadi jangan fokus ke sana aja, apalagi menghalalkan segala cara. 

Allah menerangkan bahwa kehidupan yang hakiki adalah kehidupan akhirat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, 

ÙˆَÙ…َا Ù‡َٰذِÙ‡ِ ٱلْØ­َÙŠَÙˆٰØ©ُ ٱلدُّÙ†ْÙŠَآ Ø¥ِÙ„َّا Ù„َÙ‡ْÙˆٌ ÙˆَÙ„َعِبٌ ۚ ÙˆَØ¥ِÙ†َّ ٱلدَّارَ ٱلْØ¡َاخِرَØ©َ Ù„َÙ‡ِÙ‰َ ٱلْØ­َÙŠَÙˆَانُ ۚ Ù„َÙˆْ Ùƒَانُوا۟ ÙŠَعْÙ„َÙ…ُونَ


"Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui." (QS Al-Ankabut: 64)

Pinginnya sih tak fokus ke sana aja, tapi sayang, sistem kapitalis yang diterapkan saat ini membuat orang salah mengartikan kebahagiaan. Bahagia diartikan semua keinginan terpenuhi. Jadi, tidak aneh jika kita amati, banyak masyarakat saat ini yang fokus mengejar materi saja. Nahasnya, kalau kebahagiaan diartikan  sekadar itu, banyak orang yang merasakan ketidakadilan. Betul apa tidak nih, sahabat? Bayangkan saja jika kesuksesan diukur dari seberapa banyak harta, kecantikan atau jabatan, pasti orang yang punya privilese akan lebih mudah mendapatkannya. Ini membuat orang agar privilese menjadi 'insecure'. " Kok enak ya jadi dia?" "Ya, Tuhan, kenapa hidupku berbeda?" Jadi tidak bersyukur gitu deh. 

Ya memang Sobat, standar materi yang sejatinya pemberian Allah itu tidak bisa dijadikan tolak ukur kemuliaan seseorang. Dalam logika manusia, itu mungkin tidak bakal adil. Masak sih orang yang tumbuh dalam kondisi yang berbeda-beda dipaksa untuk mengambil standar yang sama. Coba bayangkan untuk sama-sama mencapai puncak gunung 1000 meter, ada yang mulai dari 50 meter, ada juga yang mulai perjalanan dari 50 meter. Mana nih yang sampai duluan? Tentu, yang duluan yang mulai 450 meter kan? Ini membuktikan bahwa kapitalisme membuat manusia salah menentukan standar kehidupan. Kesalahan ini terjadi karena  kapitalisme memandang bahwa tujuan hidup ini untuk meraih keuntungan materi sebesar-besarnya. Tidak heran jika yang dijadikan standar kesuksesan hidup adalah sesuatu yang bernuansa materi. Seperti kekayaan, jabatan atau kecantikan. Parahnya, negara dalam kapitalisme tidak memberikan pemahaman yang benar tentang hidup. Akibatnya, pemahaman yang salah ini terus berkembang di tengah masyarakat, selain juga memunculkan orang 'insecure' dan tidak pandai bersyukur.

Sistem pendidikan sekuler membuat mereka tidak mempunyai kepribadian Islam.  Bagaimana seseorang bisa mempunyai pola pikir dan pola sikap Islam jika kurikulumnya saja hasil dari pemikiran sekuler yang  memisahkan agama dari kehidupan? Lihat saja hari ini.  Generasi hari ini belum jadi orang yang benar malah jadi miskin, bebas lepas dari standar dan aturan Islam.

Nah, supaya kita tetap menjadi orang yang lurus dalam memandang hidup ini, kita harus sadar akhirat ya, Sob. Kita harus sadar dan paham bahwa dunia hanya sejenak dan akhirat itu selamanya. Kiatnya, jangan mudah terbuai dengan kesenangan dan kebahagiaan semu di dunia.

Orang yang berkepribadian Islam bakal paham banget bahwa di dunia ini dia tidak punya tujuan lain kecuali beribadah kepada Allah. Dia tidak akan memandang kesuksesan seseorang dilihat dari materinya. Karena mereka paham bahwa itu adalah pemberian Allah, yang terserah  Allah mau kasih berapa. Dikasih Allah banyak bukan berarti seseorang itu mulia, dikasih -Nya sedikit bukan berarti orang itu terhina. Sejatinya, harta sedikit atau banyak sama-sama ujian buat manusia. Dengan harta banyak, mampukah seseorang bersyukur? Dengan harta sedikit, mampukah seseorang bersabar? Itulah ujian duniawi untuk membuktikan ketaatan kita. Orang yang diberikan kelebihan dalam urusan duniawi akan dimintai tanggung jawab lebih. Semakin banyak harta semakin lama hisabnya. Semakin cantik orangnya,semakin banyak juga tanggung jawabnya. Jadi, tidak perlu iri ya Sob, dengan orang yang punya privilese sehingga bisa meraih itu semua.

Tahu tidak sih Sob, bahwa dalam Islam, seseorang dinilai  berdasarkan ketakwaannya. Sebagaimana firman Allah yang menyatakan bahwa orang paling mulia adalah orang yang paling bertakwa.

Nah, itulah standar yang adil buat semua. Standar yang ditetapkan Allah, yaitu Pencipta kita beserta dunia seisinya. Kalau standar ini kita pakai,  insya Allah tidak ada tuh yang mengeluh, "Tuhan, mengapa aku berbeda?" Atau " Kok enak sih jadi dia!"

Hayoo..siapa yang suka bilang kayak gitu? Hehe.. Tenang ya,  Sob. Jangan iri gitu. Setiap orang punya kesempatan yang sama untuk meraih kemuliaan. Ini akan membuat seseorang semangat dalam ketakwaan. Sebaiknya kita iri dengan orang yang punya banyak amal saleh atau ilmu Islamnya. Dengan begitu, seseorang akan senantiasa semangat 'fastabiqul khairat' dan Allah itu Maha adil. Setiap amal saleh kita sekecil apapun akan dinilai sama Allah. Amal yang kita usahakan besar pahalanya  akan berbanding lurus dengan besarnya usaha itu. Untuk membuat semua generasi paham, Yuk, Sob! Sadar akhirat. Kumpulkan sebanyak-banyaknya bekal untuk mendapatkan kebahagiaan yang abadi di negeri abadi.

Wallahu a'lam.

Baca juga:

0 Comments: