Headlines
Loading...
Serapan Anggaran Pembangunan Rendah, Rakyat Terabaikan

Serapan Anggaran Pembangunan Rendah, Rakyat Terabaikan

Oleh Sikin Maria

Setiap tahun negara yang menganut sistem Demokrasi akan membuat anggaran pembangunan atas persetujuan parlemen. Anggaran dibuat sesuai prediksi kebutuhan satu tahun mendatang. Anggaran pembangunan yang terserap menunjukkan kinerja kementerian (lembaga) yang bersangkutan. Mungkinkah rakyat terlayani dengan baik jika serapan anggaran pembangunan masih rendah? 

Menteri keuangan Sri Mulyani meminta kementerian (lembaga) untuk menghabiskan sisa anggaran belanja negara yang jumlahnya masih sekitar Rp. 1.200 triliun sampai akhir tahun. Karena serapan anggaran belanja negara hingga akhir September 2022 baru 61,6 persen. (www.cnnindonesia.com, 28/10/2022)

Rendahnya anggaran pembangunan yang terserap menunjukkan ketidakjelasan arah pembangunan yang tidak berdasarkan kebutuhan dan kemaslahatan umat. 

Banyak layanan publik belum optimal. Di bidang pendidikan misalnya, banyak gedung sekolah rusak. Jumlah sekolah tidak sepadan dengan jumlah siswa. Fasilitas pendidikan tidak merata. Guru honorer digaji minim. Jumlah guru dan murid tak seimbang. 

Di bidang infrastruktur, masih banyak jalan berlubang, dan jalan tidak beraspal. Ketika hujan, jalan jadi lautan. Banyak jembatan juga rusak. 

Di bidang kesehatan, jumlah rumah sakit belum memadai. Apalagi jika terjadi lonjakan jumlah pasien. Saat terjadi wabah misalnya, ketersediaan obat dan fasilitas kesehatan lainnya masih belum mencukupi. 

Masih ada ketimpangan dalam ketersediaan pasokan listrik antara wilayah di pulau Jawa dan di luar pulau Jawa. Beberapa daerah di luar pulau Jawa mengalami pemadaman berkala. Jumlah pasokan listrik terpusat pada daerah industri, belum merata ke seluruh pelosok desa. 

Yang paling dibutuhkan di zaman digital adalah jaringan telekomunikasi dan internet. Tidak semua wilayah bisa mengakses dua hal itu dengan mudah. Masa pandemi telah membuktikan banyak cerita miris terkait hal itu. 

Masalah di banyak bidang kehidupan membutuhkan anggaran dana yang besar. Namun, ada anggaran yang malah dikurangi seperti anggaran untuk riset dan pertahanan dan keamanan. 

Dana riset seharusnya ditambah,  agar anak bangsa bisa melakukan berbagai inovasi. Inovasi bisa mempermudah kehidupan seluruh warga negara. Begitu pula dana pertahanan keamanan harus senantiasa tercukupi, agar bangsa ini mampu menghalau musuh. 

Namun, dengan narasi defisit anggaran, subsidi dikurangi. Bahkan ada yang dihapuskan. Kenyataannya, dana tidak terserap dan tersisa. 

Kenyataan di atas membuktikan bahwa sistem anggaran dalam sistem kapitalis rusak. Lantas, bagaimana rakyat terlayani dengan baik jika serapan dana rendah? 

Sudah saatnya kita memikirkan solusi lain yang sudah dijamin kebenarannya oleh Sang Pemilik Kehidupan. Sebagai umat Islam,  sudah selayaknya kita kembali membuka kitab rujukan sepanjang masa, yaitu Al-Qur'an dan hadis nabi. Yang berkembang dan berubah itu hanya sarana kehidupannya.  Sedangkan persoalan hidup manusia tetap sama. 

Persoalan rendahnya serapan anggaran pembangunan disebabkan oleh ketiadaan prioritas anggaran dan tata kelola anggaran yang tidak sesuai syariat. Keberadaan visi dan misi yang sesuai dengan tuntunan Islam bagi sebuah negara mutlak diperlukan. Agar setiap kebijakan dan pembangunannya terarah dengan baik. 

Dalam sistem Islam, kepala negara berhak mentabani pengelolaan anggaran belanja negara. Yaitu hak untuk mengatur sendiri anggaran pemasukan dan belanja negara sesuai kaidah tertentu. Semua aparatur pemerintahan mengikuti ketetapan tersebut. 

Menurut Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam karyanya "Nidham ul  Iqtishadi", pengeluaran Baitulmal ditetapkan berdasarkan enam kaidah:
Pertama, harta yang mempunyai kas khusus, yaitu zakat. Harta tersebut khusus dibelanjakan untuk delapan golongan yang telah disebutkan dalam Al-Qur'an. 

Kedua, harta yang diberikan Baitulmal untuk mengantisipasi adanya kekurangan atau untuk  melaksanakan perintah jihad. Contohnya, pembelanjaan untuk fakir miskin, ibnu sabil dan keperluan jihad. Hak pembelanjaannya tidak ditentukan oleh adanya harta. Ada atau tidak ada harta, pos tersebut tetap akan dibiayai. 

Ketiga, harta yang diberikan Baitulmal sebagai pengganti atau kompensasi. Yaitu harta yang menjadi hak orang-orang yang telah berjasa. Seperti gaji para tentara, pegawai negeri, hakim, tenaga pendidik, dan lain-lain. Hak pembelanjaannya bersifat paten. Baik pada saat ada maupun tidak ada harta di Baitulmal.  

Keempat, harta yang bukan kompensasi tapi dibutuhkan untuk kemaslahatan dan kemanfaatan secara umum. Ketiadaannya akan menimbulkan kemudharatan pada umat. Misalnya sarana jalan, air, bangunan masjid, sekolah, dan rumah sakit. Hak pembelanjaannya tidak ditentukan berdasarkan adanya harta. Ketika Baitulmal kosong, kewajiban pengadaan dananya berpindah pada umat. 

Kelima, harta untuk kemanfaatan dan kemaslahatan yang bukan untuk kompensasi dan bersifat tidak urgen. Misalnya,  pembuatan jalan alternatif setelah adanya jalan yang lain. 

Keenam, harta yang disalurkan Baitulmal untuk hal darurat. Seperti paceklik, kelaparan, bencana alam, serangan musuh,  dan lain-lain. Hak pembelanjaannya tidak ditentukan oleh ada atau tidak adanya harta. 

Sejalan dengan enam kaidah di atas, anggaran belanja negara harus diprioritaskan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan primer per individu secara menyeluruh, selain untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuannya. 

Kebutuhan primer yang dimaksud adalah kebutuhan sandang, pangan dan papan. Pemenuhannya dijamin negara secara personal per individu. Tiga kebutuhan primer lainnya yang dijamin pemenuhannya secara kolektif yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan. 

Demikianlah prinsip pengaturan anggaran belanja negara yang mampu menyejahterakan rakyat. Dan jauh dari ketidakjelasan anggaran. Hal ini hanya bisa dilaksanakan oleh negara yang menerapkan Islam secara kafah. 

Wallahu a'lam bishawwab.

Baca juga:

0 Comments: