OPINI
Tanggung Jawab Negara terhadap Jaminan Kesehatan Masyarakat
Oleh Vivi Nurwida
Aktivis Dakwah
Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa dunia tidak siap menghadapi pandemi, karena hingga saat ini tidak memiliki arsitektur kesehatan yang memadai untuk mengelolanya. Ini semua terbukti dari pengalaman dunia menghadapi pandemi Covid-19 selama tiga tahun terakhir ini. (kompas.com, 13/11/2022)
Selain itu, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, inisiatif dana cadangan pandemi ('pandemic fund') G20 bertujuan untuk memperbaiki arsitektur kesehatan global. 'Pandemic Fund' ini tidak akan hanya terbatas pada anggota G20. Perkiraan dana yang terkumpul lebih dari US$ 4 miliar atau setara dengan Rp 62 triliun. Perhitungan itu muncul setelah terdapat beberapa negara yang baru menyampaikan komitmennya untuk memberikan sumbangsih. (tempo.co, 13/11/2022)
Pandemic Fun, Tidak Akan Mampu Atasi Persoalan
Pandemi Covid-19 yang dialami dunia hingga 3 tahun lamanya, menggambarkan bahwa sistem kesehatan ala kapitalis gagal menyelesaikan persoalan yang terjadi. Jangankan di negara berkembang, negara-negara maju pun juga gagal menghadapi pandemi ini. Wabah ini telah membuka fakta rendahnya kepedulian negera-negara di dunia dalam melindungi rakyatnya. Banyak negara yang justru lebih memerhatikan kondisi ekonomi ketimbang keselamatan rakyatnya.
Ironisnya, 'pandemic fund' yang tengah digagas, hanya berorientasi pada pendanaan, bukan pada paradigma yang benar tentang bagaimana menyelesaikan wabah dan pemeliharaan urusan umat .
Negara adidaya sekelas Amerika Serikat pun dibuat tidak berdaya dengan wabah yang menelan jutaan jiwa ini. Padahal, Negeri Paman Sam ini mempunyai rumah sakit yang memiliki kategori terbaik di dunia, salah satunya adalah 'Cleveland Clinic'. Selain itu, anggaran kesehatan nasional Amerika, seperti dikutip dari okezone.com (19/2/2021), berada di peringkat pertama di dunia, dengan anggaran sebesar Rp47,8 Kuadriliun mencakup 16,9% dari GDP.
Hal ini jelas membuktikan bahwa tidak cukup sekadar arsitektur kesehatan yang memadai, banyaknya harta atau pendanaan, tapi di sisi lain negara justru menyerahkan pemeliharaan urusan kesehatan rakyatnya kepada pihak swasta atau asuransi. Lebih dari itu, yang harus dibenahi adalah paradigma tentang bagaimana pemeliharaan urusan umat, termasuk kesehatan.
Mahalnya Layanan Kesehatan: Imbas Kapitalisme
Dewasa ini, kita bisa melihat bagaimana mahalnya layanan kesehatan, tak terkecuali di negeri ini. Mahalnya pelayanan kesehatan ini lantaran layanan kesehatan diserahkan kepada pihak swasta dengan paradigma bisnis. Semua ini bermuara pada penerapan sistem ekonomi kapitalis yang menghilangkan peran agama dalam mengatur kehidupan ekonomi. Selain itu, para pejabat yang tidak memiliki hati nurani melakukan kerja sama dengan para kapital untuk meraih untung sebanyak-banyaknya dengan menjadikan layanan kesehatan sebagai obyek bisnis yang menggiurkan.
Pemerintah selalu menggembar-gemborkan bahwa subsidi salah sasaran akan mengakibatkan kerugian negara. oleh karena itu, harus dihapus.
Penerapan sistem ekonomi dan politik kapitalis menyebabkan hubungan antara rakyat dengan negara lebih seperti hubungan antara pembeli dengan penjual.
Kesehatan: Kebutuhan pokok
Badan yang sehat adalah dambaan setiap orang, tak terkecuali seorang muslim. Bukan hanya merupakan nikmat yang tiada tara, badan sehat adalah sarana bagi seorang muslim untuk bisa mengoptimalkan fungsinya sebagai hamba Allah Swt.
Nabi shalallahu 'alaihi wassalam bersabda:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ آمِنًا فِي سِرْبِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya.” (HR. Ibnu Majah)
Islam juga memerintahkan agar umat selalu menjaga kesehatan tubuh. Islam melarang seorang muslim mengabaikan kesehatannya. Bahkan ketika sakit, kita diperintahkan untuk berobat. Hal ini menggambarkan bahwa kesehatan adalah kebutuhan pokok masyarakat yang wajib dipenuhi.
Jaminan Kesehatan adalah Tanggung Jawab Negara
Dalam 'Muqaddimah ad-Dustur' pasal 164, disebutkan bahwa negara menyediakan seluruh pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat dengan cuma-cuma. Namun, negara tidak melarang rakyat untuk menyewa dokter, termasuk menjual obat-obatan.
Islam menetapkan paradigma pemenuhan kesehatan ini sebagai sebuah jaminan yang harus dipenuhi negara. Negara yang mengemban Islam secara kafah akan menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung dengan tujuan meri'ayah urusan umat tanpa diskriminasi, kaya atau miskin, muslim atau kafir, penduduk kota atau desa. Mereka semua mendapatkan pelayanan kesehatan yang gratis dengan kualitas yang sama.
Rasulullah sebagai kepala negara Islam, telah menjamin layanan kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma. Ketika Nabi saw. mendapatkan hadiah seorang dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi masyarakat (HR. Muslim).
Negara tidak boleh melalaikan tanggung jawabnya dalam pemeliharaan kesehatan rakyat. Sumber dana yang didapatkan untuk pelayanan yang berkualitas dan gratis ini berasal dari Baitulmal. Negara wajib mengalokasikan anggaran belanja untuk pemenuhan kesehatan yang gratis, cepat dan memadai untuk rakyatnya. Tanggung jawab negara ini haram dialihkan kepada pihak lain, sebagaimana yang dilakukan sistem kapitalis hari ini. Negara mengalihkan tanggung jawabnya kepada swasta atau masyarakat.
"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari)
Wallahu a'lam bi ash-shawab
0 Comments: