Cerbung
Teman Kampus Misterius, Part 4
Oleh. Ratih FN
Adzan Maghrib lantang terdengar di mushola samping rumah Safia. Deru motor ninja 250 cc menjadi penanda, Sang tamu tak diundang telah kembali pulang.
"Salat Maghrib jama'ah disini sekalian, Dara. Yuuk, masuk!" Mamah Safia masuk mengajak Andara dan Safia Maghrib berjama'ah.
"Iya, Tante." Andara dan Safia berjalan mengekor masuk ke ruang tengah rumah Safia.
Interior rumah Safia semakin membuat takjub, di balik deretan rak buku ternyata ada mushala kecil seukuran 3x3, dinding cat biru muda yang terkesan lembut dan sejuk, dengan hiasan dinding Ka'bah dan kaligrafi Allah Swt. serta Nabiyullah Muhammad saw., menambah cantik mushala sederhana itu.
Sembari menunggu giliran wudhu, netra Andara berkeliaran menikmati suasana rumah Safia yang sangat bersih. Dapur yang juga tampak jelas dari ruang tengah, jelas terlihat bersih. Sungguh bersih dan rapi rumah Safia, rasanya debu juga akan malu untuk menempel di lantai ataupun perabotan rumah ini.
"Dara, wudhu dulu, gih!" Ucapan Safia membuyarkan ketakjuban Andara.
"Eh, iya, Saf."
"Aku pamit dulu ya, Saf." Andara beranjak memohon diri untuk pulang, selepas salat Maghrib. Namun, mamah Safia tak mengijinkannya, beliau meminta Andara makan malam sekalian, baru boleh pulang.
"Alhamdulillah, kenyang sekali saya, Tante. Terima kasih untuk semuanya, Tante. Masakan Tante lezaaaat sekali." Andara tampak antusias memuji masakan mamah Safia.
"Masyaallah, kamu bisa aja, Dara. Tante jadi seneng nich, jadi semangat masak dan pengen ngundang kamu ke sini tiap hari."
"Waah, dengan senang hati, Tante."
Ketiganya tertawa bersama, bercengkerama dalam rasa yang belum pernah Andara rasakan sebelumnya. Serasa bertemu saudara dekat yang lama tak bersua.
Andara mengendarai motornya dengan santai keluar dari gang rumah Safia. Wajahnya sumringah, masih terbawa dengan suasana saat bersama Safia dan mamahnya. Saat tiba-tiba di ujung gang, sebuah moge (motor gede) menyetopnya.
"Berhenti dulu, mbak. Sebentar aja kok, aku enggak berniat jahat, cuma mau tanya sesuatu." Si pengendara moge meminta Andara berhenti.
"Yaa iyalah, kamu enggak bakalan berniat jahat ke aku, lhaa wong aku tahu siapa kamu, Alvaro Prayoga." Dalam hati Andara bergumam. Rasa penasaran memenuhi benaknya.
"Kamu temennya Safia, kan?"
"Iya, kenapa emang?"
"Apa bener Safia udah punya calon suami, seperti yang mamahnya bilang?"
"What..?! Calon suami?" Andara tak mampu menyembunyikan rasa terkejutnya atas pertanyaan Alvaro.
"Iya, tadi mamahnya bilang begitu ke aku."
"Hemm, aku sich sebenarnya belum pernah diceritain. Tapi kalo mamahnya Safia yang bilang, harusnya bener ya, secara kecil kemungkinan juga mamah Safia bohong. Karena aku lihat beliau taat beragama."
"Boleh enggak aku minta tolong?"
"Minta tolong apa?"
"Tanyakan langsung ke Safia, apa bener dia udah punya calon suami atau belum? Pinjem ponsel kamu!"
"Buat apa?" Andara kebingungan dan tak langsung memberikan ponselnya.
"Udah sini, pinjem bentar! Ribet amat sich!" Mau tidak mau Andara memberikan ponselnya ke Alvaro.
"Ini nomorku dah aku save di ponsel kamu, kalo udah tau jawabannya, kabarin aku, ok?"
Dan, "Bruuuum-bruuum..." Alvaro berlalu dengan moge-nya, meninggalkan Andara yang masih termangu di pinggiran jalan. Serasa tak percaya dengan yang baru saja ia alami.
Seorang Alvaro Prayoga, mahasiswa tajir, ganteng, yang masuk kuliah se-enaknya sendiri. Kadang seminggu cuma satu kali, kadang dua kali, kadang tak masuk sama sekali.
"Dia pikir kuliah ini main-main kali yaa?" Hal itu yang pernah terlintas di benak Andara dan Meganita, beberapa waktu lalu.
Setelah bersih-bersih diri, kamar, juga selesai salat Isya', Andara rebahan di kasur sembari melihat-lihat medsosnya. Dan tiba-tiba, sebuah panggilan seluler masuk.
"Hei! Dah nanya belum ke Safia?!"
"Hei..?! Salam dulu kek nelpon ke orang, dan namaku Andara! Bukan 'hei!" Mendadak Andara merasa kesal tingkat dewa dengan perilaku Alvaro. Kekaguman Andara terkikis dengan satu sikap Alvaro yang membuatnya kesal.
"Iya, assalamualaikum. Udah tanya ke Safia atau belum, Dara?"
"Wa'alaikumussalam, belum lah, baru juga nyampe kos-an dan baru selesai bersih-bersih. Nanti atau besok aku hubungi kalo udah dapat jawabannya. Assalamualaikum!"
"Klik..!!" Telepon seluler dimatikan segera oleh Andara sebelum Alvaro sempat menjawab salam. Mendadak Andara illfeel sama cowok tajir melintir itu.
"Huuuft..!! Tajir sich tajir, tapi kalo nggak punya adab gitu, mana tahan, pantes aja Safia enggak suka."
Andara bergumam sendiri dalam kamar kos-nya yang malam ini tampak beda dari biasanya. Selepas mandi dan salat isya' tadi, tiba-tiba Andara ingin membenahi kamar kos-nya. Melihat rumah Safia yang bersih dan rapi, rasanya ia jadi malu sendiri, dan ingin kos-nya juga sebersih rumah Safia. Dan ternyata hasilnya, tak mengecewakan.
"Daraaaa, eeh... Kamar kamu kinclong banget? Aiiiich... Tumben... Ada angin apa nich?!" Tanya Ulfa, temen kos-nya, saat akan meminjam setrikaan Andara tadi.
"Haha, kaget yaa, Fa? Lagi pengen aja, habis dapat inspirasi."
"Jiaaah..!! Gaya kamu, Ra."
Mereka berdua terkekeh, dan dalam hati Andara berdialog sendiri, "Safia sungguh punya aura positif, dia semacam gardu epos yang bisa menyalurkan energi positif bagi orang-orang disekitarnya. Dan mungkin itu juga alasan Alvaro masih mengejar Safia."
Bersambung....
Cilacap, 25 Oktober 2022
0 Comments: