Headlines
Loading...
Oleh. Ratty S Leman

Setelah berhari-hari menanti, Rara akhirnya bersih juga dari menstruasi. Pagi itu setelah salat Subuh, Rara melakukan thawaf qudum (thawaf penghormatan) karena mengambil niat haji ifrad. 

Hatinya berdebar saat pertama kali memasuki pintu masuk Masjidil Haram. Dibacanya doa "Allahumma antassalam wa minkas salam ...," dan seterusnya.

Dia pikir, begitu memasuki Masjidil Haram akan langsung dapat melihat Kabah. Ternyata tidak, dia harus berjalan cukup jauh sampai akhirnya tiba di kerumunan orang banyak. Subhanallah, terbengong-bengong dibuatnya. Agak lama ia berdiam di sana. Ternyata Kabah ada di sisi kirinya. Lho, kemana aja nih mata Non Rara, bisiknya geli, dari tadi yang dicari-cari tak terlihat. 

Rara baca doa melihat Kabah, "Ya Allah, tambahkanlah kemuliaan, keagungan, kehormatan dan wibawa pada Baitullah ini. Dan tambahkanlah pula pada orang-orang yang memuliakan, menghormati dan mengagungkannya di antara mereka yang berhaji atau yang berumroh padanya dengan kemuliaan, kehormatan, kebesaran dan kebaikan".

Rara ingin menangis haru ketika menatapnya. Tapi entah mengapa air mata susah sekali untuk keluar. Rara takjub tapi tidak bisa menangis. Kenapa, batinnya bertanya. Semoga bukan karena kerasnya hati, doanya. Bersyukur dia masih merasakan rasa takjub, damai, tenang dan tentram. 

Rara terus berpikir, bertanya-tanya dalam hati, mengapa ya kok tidak bisa menangis seperti saat perjalanan dari Jeddah ke Mekkah? Sepertinya dia puas kalau sudah bisa menangis. Padahal dirinya sangat rindu ingin melihat Kabah selama ini. Ketika baru sampai di Jeddah, rasanya ingin cepat sampai ke Makkah. Sesampai di Makkah ingin segera ke Masjidil Haram melihat Kabah. Apalagi saat-saat menunggu menstruasi berakhir. Rasanya tersiksa di maktab, ingin segera melihat Kabah. Ada apa dengan hamba, ya Allah. What's wrong? Apakah ada yang salah?

Ketika thawaf qudum, Rara berharap dapat berdialog dengan Allah. "Ya Allah, hamba datang kepada Mu dengan kerendahan hati, mohon ampunan Mu, Ya Maha Luas Memberi Ampun, Yaa Ghofurur rahim.

Rara merasa belum khusyu thawafnya. Allah seperti membiarkan dirinya. Apakah Allah sedang sibuk dengan tamu-tamu Nya yang lain yang datang terlebih dulu? Ya Allah, mengapa belum Kau pandang hamba Mu ini Ya Allah. Aku datang pada Mu Ya Allah dengan membawa dosa, sedang amalku entah tertampung di mana. Ya Allah rentangkanlah tangan-Mu, terimalah kehadiranku di rumah-Mu ini, Baitullah yang agung. Peluklah aku dalam dekapan Mu. Biarlah aku menjadi milik Mu semata.

Kekhususan ibadah hari itu susah didapat. Jamaah berjubel. Jika Rara terpancang pada buku saja, rasanya seperti membaca doa saja, bukan berdoa. Rasanya tanpa penghayatan dan hampa. 

Akhirnya selesai sudah thawaf qudumnya. Namun, hati Rara belum puas karena belum khusyu thawafnya. Mungkin karena baru pertama dan kebetulan padat sekali. Rara berdoa semoga Allah perkenankan khusyu dalam thawaf-thawaf berikutnya. Ia menumpahkan segala rasa. "Allah, Rara ingin larut dalam pelukan Mu, sayangi aku hamba Mu yang dhoif ini yang senantiasa ingin dekat dengan Mu.

***


Hari-Hari Menunggu Wukuf

Banyak sekali kegiatan yang dapat dilakukan saat menunggu hari 'H' haji atau puncaknya haji, yaitu wukuf di Arafah. Ada beberapa aktivitas yang sempat Rara catat selama kurang lebih 3 pekan menunggu saat wukuf. Amalan-amalan ibadah yang bisa dikerjakan antara lain : 
1. Shalat di Masjidil Haram
2. Thawaf sunnah
3. Membaca Al Qur'an
4. Berdzikir dan berdoa
5. Bersedekah
6. Membayar dam
7. Ziarah

Selama menetap di Makkah, Rara selalu mengusahakan melaksanakan shalat 5 waktu di Masjidil Haram. Shalat di Masjidil Haram pahalanya 100.000 kali dibandingkan shalat di masjid biasa. 

Sesuai janji Allah Ta'ala, akan banyak kenikmatan dan pahala besar jika kita shalat di Masjidil Haram. Meski Rara haqul yakin terhadap janji Allah, namun ternyata banyak alasan yang menggoda untuk tidak shalat di Masjidil Haram, begitu pula jemaah yang lain. 

Alasan malas salat ke Masjidil Haram antara lain alasan kesehatan, usia, jarak maktab yang jauh, udara yang panas, sering ingin pipis padahal toilet jauh, dan masih banyak lagi alasan lainnya. Untuk itu jemaah haji harus waspada, setan ada di mana-mana, juga di Tanah Haram ini sehingga rajin menggoda para jemaah agar malas ke Masjidil Haram.

Ada seorang anggota jemaah yang terus terang menyatakan bahwa dia tidak akan menforsir tenaga sebelum hari 'H' haji yaitu wukuf. Selama di Makkah beliau santai saja, hanya sesekali ke Masjidil Haram meski diiming-imingi pahala 100.000 kali. Semua memang kembali pada masing-masing pribadi dan tidak boleh berburuk sangka. Serahkan sepenuhnya penilaian itu hanya pada Allah Ta'ala.

Ada satu cerita lucu. Seorang ibu mengaku tidak kuat naik turun tangga maktab. Ada lift tapi takut karena tidak biasa, apalagi lift sering macet. Alasan itulah yang menyebabkan sang ibu jarang salat ke Masjidil Haram, padahal ibu-ibu yang lain semangatnya luar biasa untuk selalu salat di Masjidil Haram. Ibu-ibu teman satu kamar sering mengingatkan, tapi dengan nada memaksa. Maksudnya baik, tapi mungkin caranya yang kurang tepat. Sang Ibu ngambek, akhirnya kadang-kadang berangkat tapi dengan muka terpaksa. Apalagi maktabnya ternyata jaraknya jauh juga, meskipun pengurus bilang cuma 1,5 kilometer. 

Begitulah, ada saja ceritanya. Kata seorang teman, keadaan kita di sini (Makkah) adalah cerminan dari aktivitas kita sehari-hari di tanah air. Kalau senang beribadah pasti akan tercermin selama di Makkah. 

Menurut Rara, semua tidak bisa disamaratakan. Ada yang benar-benar tidak mampu rutin ke Baitullah, namun ada juga yang sering mencari-cari alasan. Biarlah Allah saja yang menilai semuanya. Bukankah Allah Maha Mengetahui segala isi hati. Lebih baik husnuzhan saja, berbaik sangka dan tidak usah ribut gara-gara rekan kita satu kamar terlihat malas beribadah. 

Rara ikut berkomentar, " Ingatkan saja dengan 'hikmah wal maudzotil hasanah billati hiyya ahsan'. Jangan bawel, nanti hubungan kita tidak harmonis antar teman sekamar. Hindari prasangka buruk, sehingga tidak merusak ibadah kita ya, Ibu-ibu. "Akhirnya Ibu-ibu paham juga, "Iya, Neng Rara" jawab mereka kompak.

Bersambung..

Baca juga:

0 Comments: