
Oleh. Iis Nopiah Pasni
"Alhamdulillah, Abang sudah libur, Bun!" Gurat senang tampak jelas terlihat dari paras Abidzar.
"Bun, kita ke rumah nenek, yuk, mumpung Abidzar libur sekolah," ajak Abidzar pada Bundanya.
Biasanya Abidzar hanya hari Sabtu dan Minggu ke rumah neneknya, melepas rindu.
"Kan libur, Bun. Jadi kita ke rumah nenek yuk?" ajaknya lagi. Penuh semangat, ia mandi dan berganti baju bersih. Dia memilih baju kaos berwarna abu-abu dan celana panjang warna senada yang banyak kantongnya.
"Bun, keren nggak?" tanyanya penuh percaya diri sambil memegang rambutnya.
"Masyaallah, kerennya Abang. Tambah ganteng ya? apalagi semalam sudah potong rambut. Cieee ... yang tambah ganteng," puji Bunda Isna.
Mas Haikal, kakak sulung Abidzar yang kini duduk di kelas 10 SMA, juga sedang libur sekolah. Jadi, hari Rabu ini mereka berangkat ke rumah nenek yang rumahnya tak terlalu jauh. Masih dalam kota Muara Enim.
"Assalamualaikum, Nenek. Ini Abidzar." Abidzar mengucap salam dan langsung memeluk neneknya yang sedang menyiram bunga di depan teras rumah nenek.
Tampak dua ember besar berisi air untuk menyiram tanaman nenek yang banyak itu. Nenek Abidzar penyuka tanaman. Apa saja yang ditanamnya, atas izin Allah tumbuh dengan baik.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Eh, cucu Nenek yang ganteng udah nyampe ya?" kata nenek menjawab salam tadi. Mereka bersalaman dan mencium pipi.
"Lagi menanam bunga apa, Nek? tanya Abidzar yang selalu ingin tahu itu.
"Nenek lagi menanam bunga mawar, Bang Abidzar," kata Nenek lalu menanamkan batang bunga mawar yang daunnya sudah dibuang tadi.
"Tadi caranya gimana, Nek?" kata Abidzar penasaran.
"Pertama siapkan dulu pot atau bisa pake polibag. Lalu diisi tanah yang dicampur sekam padi. Kalau ada sekam bekas tanam jamur tiram, itu lebih bagus lagi untuk tanaman," Nenek menjelaskan.
"Bun, lihatlah! Bunga mawar nenek sudah banyak macam warnanya," kata Abidzar pada Bundanya yang sedang membawa nampan berisi es marjan hijau.
"Mana, Bang?" tanya bundanya. Bunda Isna meletakkan dua gelas air es marjan tadi untuk ibunya dan Abidzar.
"Itu Bun, ada banyak!" kata Abidzar antusias menunjukkan bunga mawar nenek yang sedang mekar dan berwarna warni. Ada yang berwarna merah jambu, putih, merah ada juga yang berwarna merahnya kehitaman, sering disebut mawar hitam.
"Masyaallah, sungguh indah. Berwarna-warni ya Bang?" kata Bunda Isna sambil tersenyum melihat ke arah anak laki-lakinya itu.
"Bun, kenapa ya Nenek sama Bunda suka menanam?" tanya Abidzar lagi sambil memegang setangkai bunga mawar merah.
"Karena menanam itu sedekah, Abang," jawab nenek Abidzar.
"Iya Bang, Kita menanam maka akan dapat pahala," kata bunda menambahi perkataan neneknya Abidzar.
Bunda Isna pun bercerita tentang menanam. Dia berusaham menambahkan kepada Abidzar agar selalu beramal baik.
"Nah, kalau tidak menanam maka tak bisa memetik bunga mawar atau menikmati buah yang ditanam. Begitu juga amal kebaikan yang Abang Abidzar lakukan di dunia, Abang akan memetik hasilnya berupa pahala di dunia dan di akhirat nantinya, Bang," kata Bunda panjang lebar.
"Iya, benar sekali," jawab Abidzar spontan.
"Bang, coba Abang sebutin. Hari ini amal baik Abang apa saja ya?" kata Bunda Isna.
"Abidzar tadi mau ke sini 'kan naik motor, Abang baca doa keluar rumah dan baca doa naik kendaraan darat, trus masuk rumah nenek ucap salam dulu dan masuk kaki kanan, cium tangan nenek dan peluk nenek. Nah, barusan bantuin nenek metik bunga mawar mau di taruh di vas bunga sama nenek," kata Abidzar mengingat kembali apa yang telah dilakukannya tadi.
"Masyaallah, anak Saleh dan muslihnya Bunda, sini peluk dulu," kata Bunda Isna pada anaknya itu lalu memeluk dan menciumnya penuh cinta.
"Iya, Alhamdulillah Abang teruslah berbuat baik," kata nenek menyemangati Abidzar.
Mereka lalu menyusun kembali polibag dan pot-pot agar rapi. Membuang daun yang kering lalu menyiram bunga.
"Bang, tolong geser ember hitam itu," kata Bunda meminta tolong kepada anaknya.
Abidzar dengan sigap menolong mendekatkan ember hitam yang air sudah sedikit, sehingga Abidzar mudah saja menggesernya.
"Makasih Abang," kata Bundanya.
"Sama-sama, Bun," kata Abidzar lalu membuang sampah daun ke dalam tempat sampah yang terletak tak jauh dari mereka.
"Bu, yuk kita minum esnya, nanti keburu cair batu esnya," ajak Bunda Isna pada ibunya yang langsung dijawab dengan anggukan kepala.
Mereka mencuci tangan dan menikmati es marjan hijau dengan gorengan yang baru dibeli Mas Haikal, anak sulungnya Bunda Isna.
Mereka menikmati kebersamaan dengan mengisi liburan ke rumah nenek. Berkumpul sekeluarga, merajut kasih sayang, mengeratkan tali cinta keluarga.
Jangan lupa, betapa senangnya Abidzar belajar menanam bunga bersama neneknya tadi.
Muara Enim, 22 Desember 2022
Baca juga:

0 Comments: