OPINI
Bullying, Hanya Bisa Dihentikan dengan Islam
Oleh. Q.Rosa
Kasus perundungan/bullying, makin marak dan viral. Makin mengkhawatirkan karena tidak hanya terjadi di sekolah umum, tetapi ada juga di madrasah bahkan pondok pesantren. Korban perundungan bukan hanya menimpa pelajar, teman tetapi juga menimpa pada orang tua.
Sebagaimana yang di unggah oleh akun Twitter Zulfikar Akbar yang lagi viral, tampak anak-anak SMP yang berseragam Pramuka sedang membulying seorang nenek hingga terjungkal, sementara para siswa tampak tertawa senang.
Beberapa kasus bulying yang juga lagi viral, Seorang siswa di SMP Baiturrahman, Kota Bandung, yang dikenakan helm kemudian di tendang kepalanya hingga tersungkur. Atau kasus seorang siswi sekolah dasar (SD) di Ternate, Maluku Utara. Yang ditendang, dipukul, hingga diinjak-injak oleh temannya di dalam kelas.
Perundungan terus berulang, berkali-kali, dari kasus biasa, mengejek hingga penganiayaan bahkan berujung pada kematian. Sungguh miris, ada apa dengan generasi negeri?
Bulying Buah Pendidikan Sekuler-Liberal
Kenakalan siswa (anak dan remaja) makin menjadi, dengan meningkatnya kasus pelaku perundungan yang terus bertambah, mestinya menjadi evaluasi dunia pendidikan di Indonesia.
Pendidikan yang berbasis pada sekuler, yaitu pemisahan agama dari kehidupan, tak mampu menjawab tantangan zaman untuk mewujudkan generasi berkualitas dan berakhlak mulia. Program-program pembentukan karakter yang terus diupayakan pun tak kunjung menuai hasil.
Ditengah gempuran arus informasi yang begitu cepat dan penuh dengan bebas kebebasan (liberal). Para siswa bisa berselancar di dunia maya sampai manapun, mencari inspirasi dan figur-figur yang berpengaruh negatif pada perilaku mereka.
Materialis, malas gerak , baperan, sombong dan tempramental lekat dengan prilaku mereka. Kekerasan/ bulying menjadi gaya mereka menyelesaikan masalah.
Konsep agama yang berbasis pada kekuatan akidah dan ketaatan pada syariah Islam, dimandulkan bahkan dihilangkan dari peta jalan pendidikan tahun 2030. Ini menjadikan para peserta didik jauh dari agamanya. Maka menjadi wajar jika pada akhirnya mereka kehilangan adab dan akhlak.
Peran Keluarga Hilang
Ditengah himpitan perekonomian yang menyulitkan, kesibukan dan pekerjaan yang menyita waktu orang tua, membuat konsentrasi keluarga tak lagi mampu memberikan kasih sayang yang utuh. Bahkan terkadang anak sering kali dititipkan pada kakek atau dan neneknya yang sudah udzur untuk mengawal pembentukan kepribadiannya.
Dasar agama yang kurang pada keluarga, menjadikan proses pendidikan pembentukan aqidah dan agama tidak terwujud. Anak-anak tidak memiliki teladan, mereka kehilangan figur orang shaleh. Madrasah awal yang mestinya ditanamkan dengan akhlakul karimah di the golden age terlewat begitu saja. Tergantikan dengan budaya budaya barat yang liberal dan K-Pop yang menjadi standar hidup mereka.
Islam Mewujudkan Generasi Berakhlak Mulia
Sungguh Islam memandang, pelajar adalah generasi penerus sebuah bangsa. Karenanya mereka mendapatkan perhatian penuh dari negara. Perkembangan mental dan fisiknya, akan terus dibentuk dan dipantau demi keberlangsungan sebuah negara.
Pendidikan yang cukup akan dipastikan mereka dapatkan peroleh setiap jenjang. Belaian kasih sayang keluarga, keteladanan orang tua, penanaman adab mendahului ilmu sejak dini akan mengisi the golden age. Negara akan memastikan keluarga khususnya ibu memiliki bekal agama dan pengetahuan yang cukup untuk menanamkan nilai-nilai dasar Islam.
Di jenjang sekolah, negara akan memastikan, para siswa akan memperoleh guru-guru yang amanah dan kaffah. Membentuk kepribadian dengan pola pikir dan pola sikap yang Islami. Membentuk karakter generasi berakhlakul karimah, mengantar mereka menjadi generasi yang bertaqwa, mencintai tsaqafah Islam, sekaligus memiliki ilmu pengetahuan dan sains yang sesuai dengan minat dan bakat mereka.
Sisi media, negara menjamin konten-konten yang tayang di media tidak bertentangan dengan syariah Islam. Konten merusak pemikiran dan akhlak pelajar atau generasi akan dilarang. Penyebar dan pelakunya akan mendapatkan sanksi dari negara. Susana cinta ilmu, cinta Islam, semangat belajar, perjuangan, gambaran tingginya peradaban manusia akan mewarnai tayangan-tayangan dan konten-konten yang muncul di media elektronik, cetak maupun media sosial.
Amar makruf nahi mungkar menjadi budaya yang lekat di masyarakat, suasana iman, saling menjaga, saling peduli menjadi dasar aktivitas di tengah masyarakat. Kondisi ini akan menjadi lingkungan sangat kondusif bagi tumbuh kembang generasi.
Sementara negara, memiliki seperangkat aturan dan sanksi dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah. Menjamin terselenggaranya pendidikan secara gratis yang mendukung munculnya para ulama dan ilmuwan yang bertaqwa.
Hanya dengan suasana iman, terjaganya kondisi keluarga, pendidikan, media, masyarakat dan negara yang menerapkan syariah Islam kaffah, kasus bullying akan bisa dihentikan, pelajar yang berakhlakul karimah akan terwujud, peradaban manusia yang tinggi dan mulia akan diraih.
0 Comments: