Headlines
Loading...
G20, Kokohkan Cengkraman Negara Maju terhadap Negara Berkembang

G20, Kokohkan Cengkraman Negara Maju terhadap Negara Berkembang

Oleh : Nadhifah Zahra S.E

“Hari ini mata dunia tertuju pada pertemuan kita. Apakah kita akan mencetak keberhasilan? Atau akan menambah satu lagi angka kegagalan? Buat saya, G20 harus berhasil dan tidak boleh gagal,” tegas Jokowi di hadapan para pemimpin dan delegasi negara-negara G20. (Sultra.antaranews.com, 16 Desember 2022)

Dengan lantang dan penuh percaya diri Presiden Jokowi yang ditunjuk sebagai presiden G20, berharap KTT G20 kali ini akan membawa keberhasilan dalam memberikan manfaat yang besar bagi dunia. Akankah harapan besar ini akan benar-benar terwujud?

Perhelatan akbar ini dianggap sebagai jalan keberhasilan Indonesia dalam melakukan negosiasi dengan negara-negara lain di dunia. Perhelatan ini telah melahirkan "Leaders Declaration" yang memuat 52 poin pernyataan serta berbagai komunike dan dokumen hasil pembahasan engagement groups G20.

Beberapa poin penting dalam "Leaders Declaration" yang sarat dengan penanaman investasi di negara-negara berkembang:
Pertama, para anggota akan melakukan kebijakan makroekonomi, melakukan investasi publik, reformasi struktural, mempromosikan investasi swasta dan menguatkan perdagangan multilateral.

Kedua, mendorong ketahanan pangan dan energi, serta stabilitas pasar. Dengan cara meningkatkan perdagangan dan investasi ketahanan pangan dan energi jangka panjang, serta berkelanjutan, sistem pupuk dan energi. 

Ketiga, berinvestasi ke negara berpenghasilan rendah dan menengah, serta negara berkembang. Dilakukan dengan mengatalisasi investasi swasta dalam mendukung Substainable Development Goals (SDGs). Juga meminta Multilateral Development Banks (MDBs) untuk memobilisasi dan menyiapkan dana tambahan.

Investasi bentuk pengusaan terhadap negara berkembang

Ketika kita cermati poin-poin ini sangat sarat dengan jebakan Investasi negara maju terhadap negara berkembang.

Pertemuan G20 dihadiri oleh negara maju dan berkembang, yaitu 19 negara dan Uni Eropa. Di antaranya, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Prancis, Cina, Turki, dan Uni Eropa.

Sebagai negara penganut kapitalis tentu negara maju akan mengarahkan semua aktivitasnya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Sebaliknya sebagai negara pembebek, negara berkembang cenderung mengikuti arahan dan kebijakan negara maju. Maka negara berkembang akan menjadi objek bisnis negara maju dalam bentuk penanaman investasi dan pasar bagi produk-produk mereka.

Sebagaimana penguasaan negara AS terhadap Indonesia, melalui penanaman investasi perusahaan-perusahaan besar mereka seperti, Chevron dan ExxonMobil. Atau negara Cina yang menjadikan negara Indonesia sebagai pangsa pasar bagi produk-produk mereka.

Masalah investasi ini harus dicermati entah bentuknya hibah, atau pinjaman dan juga bentuk yang lain, maka negara yang mendapatkan investasi wajib mengikuti ketentuan-ketentuan dari negara pemberi investasi. Sebagaimana yang terjadi di negeri ini, pada saat krisis tahun 1998 mendapatkan investasi berupa utang dr IMF dan bank dunia dengan berbagai syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi yang berpihak pada kepentingan mereka.

Jadi negara berkembang harus siap sebagai pihak penerima hutang, yang harus siap mengadaikan dan menyerahkan SDA mereka demi mendapatkan investasi yang sebenarnya itu adalah hutang yg harus dibayar. Tidak ada makan siang gratis dalam prinsip kapitalis.

Bentuk investasi lain adalah kerjasama kedua pihak. Negara maju sebagai negara pemodal hanya mau memberikan modal kepada negara-negara yang menguntungkan bagi mereka. Baik dari sisi low budget, mudah, murah, tersedianya SDM hingga cepat pemasarannya. Bentuk kerjasama seperti ini jelas menguntungkan negara-negara maju pengusung kapitalisme yang menempatkan negara berkembang sebagai objek pemuas dan penghasil pundi-pundi uang mereka.

Maka jelaslah bentuk-bentuk investasi negara-negara maju seperti ini tidak akan mampu menyelamatkan dunia, tapi justru Makin mengokohkan neoimperialisme di dunia.

Melepaskan kepemimpinan kapitalisme menuju dunia lebih sejahtera

Menjadi negara Kuat dan independen adalah impian setiap bangsa, hal ini akan terwujud jika bangsa tadi mengetahui kunci kekuatan suatu negara. Kekuatan suatu negara tidaklah terletak pada ekonomi dan teknologinya saja, tetapi pada kekuatan ideologi yang menjadi landasan negaranya.

Negara yang memiliki ideologi akan menjadi negara yg mandiri bahkan akan menjadi pusat peredaran negara lain, dan ideologi yang mampu mensejahterakan dunia haruslah ideologi yang benar yang berasal dari pencipta manusia yaitu ideologi Islam.

Islam adalah sebuah ideologi yang memiliki sistem aturan yang lengkap, baik dalam mewujudkan stabilitas yg kuat di dalam negeri dan mengatur hubungan luar negeri yang membawa kesejahteraan di seluruh dunia dengan politik luar negerinya yang dihormati dan disegani oleh negara lain.

Negara yang kuat adalah negara yang menolak investasi asing dalam bentuk apapun, karena setiap investasi asing adalah bentuk pengokohan cengkeraman asing terhadap suatu negeri.

Satu-satunya negara yang akan mampu melapaskan diri dari segala bentuk pengusaan asing adalah negara Islam yang telah mampu bertahan ratusan abad dalam memimpin dunia dengan ideologi Islam sebagai landasan pemerintahannya.

Baca juga:

0 Comments: