Headlines
Loading...
Oleh. Firda Umayah

Terpujilah wahai engkau, ibu bapak guru
....
Engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa

Sobat, apakah kalian kenal dengan sebagian lirik lagu "Hymne Guru"? Yup, inilah lagu yang biasanya dihafalkan dalam mata pelajaran kesenian di sekolah.

Sobat, tahukah kamu dalam kata guru dalam bahasa Jawa berarti "di gugu lan di tiru" atau dituruti dan ditaati? Ini menunjukkan betapa mulianya tugas seorang guru hingga harus dipatuhi karena guru merupakan orang tua kedua bagi muridnya.

Penghargaan terhadap guru di Indonesia ditandai dengan peringatan Hari Guru Nasional setiap tanggal 25 November.

Sayangnya, nasib guru tak selamanya indah seperti lagunya. Hal ini karena jasa guru terkadang masih dipandang sebelah mata hingga ditemukan banyak guru yang tidak mendapatkan kesejahteraan hidup. Terlebih lagi guru honorer.

Di dalam sebuah negara yang menerapkan ideologi kapitalisme, nasib guru memang kurang diperhatikan. Kalaupun ada peluang untuk menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara) maka seorang guru harus mengikuti serangkaian ujian yang berat dan melelahkan. Itupun dengan porsi posisi yang tak banyak.

Sistem ekonomi kapitalistik juga telah membuat negara memberikan anggaran dana pendidikan yang sedikit. Karena negara lebih mementingkan untuk memberikan anggaran dana di bidang investasi untuk mendapatkan keuntungan materi.

Padahal, guru memiliki peran yang penting dalam membentuk kepribadian anak didik yang menjadi generasi penerus bangsa. Tidak adanya jaminan kesejahteraan guru telah membuat sebagian guru beralih profesi atau bekerja tambahan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Kondisi guru yang memprihatinkan ini, faktanya justru tidak pernah terjadi di masa pemerintahan Islam. Islam memuliakan guru yang notabene orang yang berilmu karena Allah Swt. juga menyukai orang-orang yang berilmu. Bahkan Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Allah Swt. berfirman yang artinya,
"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepada kamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan." (TQS. Al Mujadalah : 11).

Besarnya perhatian dan penghargaan terhadap jasa guru dalam sistem pemerintahan Islam yakni Kh!l4f4h ditandai dengan adanya jaminan kesejahteraan yang diberikan kepada guru. Salah satunya adalah dalam masa pemerintahan Umar bin Khattab. 

Pada saat itu Umar bin Khattab menggaji tiga guru yang ada di Madinah sebanyak 15 dinar setiap bulannya. Jika satu dinar setara dengan 4,25 gram emas, maka tiap bulan gaji guru saat itu adalah 63,75 gram emas atau setara dengan kisaran 62 juta rupiah. Sebuah nilai yang tidak pernah ada di dalam sistem pemerintahan demokrasi.

Gaji guru ini diambil dari keuangan negara yang ada di Baitul Mal yang merupakan hasil dari pengumpulan harta dari pos jizyah, kharaj, usyr, ghanimah, atau yang lainnya. Tak hanya mendapatkan gaji yang besar, guru juga mendapatkan jaminan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagaimana jaminan yang diberikan kepada seluruh warga negara. 

Sobat, dari uraian di atas, maka nampak bahwa guru hanya akan mulia dan sejahtera dalam naungan negara Islam. Oleh karena itu, sudah saatnya kita sebagai umat Islam kembali kepada aturan Islam karena ini sesungguhnya merupakan perintah dari Allah Swt. Wallahu a'lam bishawab.

Baca juga:

0 Comments: