
OPINI
Lonjakan Harga Pangan, Tanggung Jawab Siapa?
Oleh. Ratna Kurniawati, SAB
Sudah menjadi tradisi di negeri ini, menjelang akhir tahun dan mendekati momentum hari besar seperti Natal dan Tahun Baru, harga pangan merangkak naik.
Adapun harga kebutuhan pokok yang mengalami kenaikan antara lain ayam, telur, daging sapi, cabai rawit, dan bawang merah. Kenaikan harga ini sudah mulai terjadi sejak Desember 2022. Harga minyak curah yang biasanya Rp14.000 sekarang sudah menjadi Rp16.000. Kemudian telur yang biasa dijual Rp28.000 sekarang bisa mencapai Rp32.000 per kilogramnya. Harga bawang merah kini Rp37.000/kg per 1 Desember 2022, naik dibandingkan pada awal November lalu yang berkisar Rp34.900/kg
Dengan adanya kenaikan harga kebutuhan pokok tentu akan berimbas pada daya beli masyarakat yang menurun hingga 50 persen. Pedagang berharap pemerintah bisa menjaga stabilitas harga bahan pokok agar tidak membebani rakyat.
Negara Abai dan Berlepas Tangan
Tradisi kenaikan harga yang terus berulang jelang akhir tahun membuktikan bahwa negara kurang bijak dalam menjaga stabilitas harga kebutuhan bahan pokok sehingga menyusahkan rakyat. Adapun penyebab naiknya harga kebutuhan pokok adalah monopoli harga dari para pengepul besar sehingga bebas menjual harga demi mendulang keuntungan yang besar. Pemerintah juga minim melakukan pengawasan sehingga pengepul dapat mempermainkan harga pasar. Selain itu, pemerintah kurang tegas memberikan sanksi kepada pelaku monopoli.
Gagal panen akibat tidak stabilnya iklim hingga curah hujan yang tinggi, maupun kemarau yang panjang menjadi salah satu sebab kenaikan harga kebutuhan pokok. Seharusnya, pemerintah lebih bijak dalam mengatasi permasalahan tersebut bukan menyalahkan alam. Peran negara disini sangat dibutuhkan untuk mencari solusi yang tepat dalam mengatasi permasalahan demi kemaslahatan rakyat hingga swasembada pangan secara mandiri, bukan berlepas tangan dan membuka kran impor dari negara lain. Dengan dibukanya kran impor, akan melemahkan kemandirian suatu bangsa karena menjadikan ketergantungan akan impor ke negara lain.
Kurang bijaknya negara dalam mengelola harga kebutuhan pokok yang menjadikan tradisi tahunan ini selalu berulang membuktikan Negara abai dan lepas tanggung jawab terhadap rakyat. Hal tersebut terjadi karena pemerintah berpihak pada para kapitalis yang memberikan keuntungan yang besar.
Islam Kaffah, Solusi Paripurna
Masa pandemi yang belum berakhir seolah menambah duka penderitaan rakyat. Kado akhir tahun yang selalu naik ini bersamaan dengan harga kebutuhan pokok. Padahal, Indonesia negeri yang kaya akan sumber daya alam tetapi serba kekurangan. Slogan gemah ripah loh jinawi hanya semacam dongeng di negeri ini.
Tradisi rutin kenaikan harga kebutuhan pokok menjelang akhir tahun membuktikan bahwa sistem aturan yang diterapkan di negeri ini salah sehingga harus diubah dan kembali kepada Islam.
Pada saat harga naik di masa Rasulullah saw dulu, sahabat pernah meminta Rasulullah untuk mematok harga agar terjangkau oleh rakyat. Namun, permintaan tersebut ditolak oleh Rasulullah dan beliau bersabda, "Allah-lah yang Dzat Maha Mencipta, Menggenggam, Melapangkan rezeki, Memberi Rezeki, dan Mematok harga.” (HR Ahmad dari Anas).
Rasulullah memang tidak mau mematok harga, namun membiarkan harga mengikuti mekanisme supply dan demand di pasar. Namun bukan dibiarkan begitu saja, tentu ada intervensi dan pengawasan tanpa merusak persaingan harga di pasar.
Apabila terjadi kenaikan harga kebutuhan pokok karena iklim dan cuaca buruk, negara seharusnya berupaya untuk bagaimana mengantisipasi adanya gagal panen akibat cuaca dan bencana alam.
Jika kenaikan harga kebutuhan pokok karena adanya penimbunan barang oleh pedagang secara sengaja maka disini peran pemerintah untuk memberikan sanksi yang tegas kepada pedagang nakal penimbun barang. Sanksi tersebut adalah ta'zir dan berkewajiban menjual barang yang sudah ditimbun ke pasar sehingga pasokan kembali normal lagi.
Beginilah cara Islam dalam mengatasi permasalahan terkait kenaikan harga kebutuhan pokok. Semua solusi tadi, pernah dilakukan ketika Islam menguasai 2/3 dunia selama 13 abad lamanya. Hanya Sistem Islam yang dapat mengatasi problematika kehidupan. Oleh karena itu, saatnya kembali ke aturan Islam Kaffah.
Wallahualam Bisshawab
Baca juga:

0 Comments: