Headlines
Loading...
Oleh. Iis Nopiah Pasni

Bunda Isna sedang sibuk berkutat di dapur, ia sedang bersiap memasak sayur bening katuk, menumis terong lalu menggoreng ikan.

"Abidzar, ayo main," ajak  teman-teman Abidzar sambil menunggu di teras depan.

"Iya, sebentar," jawab  Abidzar langsung berlari ke depan menemui teman-temannya itu.

"Bun, Abidzar mau main bola di depan bareng teman Abidzar ya," kata Abidzar pamit dengan cepat.

"Iya, jangan lama-lama ya, sebelum azan Zuhur sudah pulang," kata Bunda Isna pada anaknya itu.

"Siap!" jawab Abidzar tegap sambil hormat, tentu saja hal ini membuat Bunda Isna tersenyum melihat tingkahnya itu.

Abidzar main bersama temannya, namanya Farel dan Abil.

Kali ini mereka bermain bola kaki di depan rumah Abidzar. Mereka bermain dan  berebut bola dengan begitu gembira.

Tak lama mereka bertiga istirahat sebentar duduk-duduk dulu.


Setelah itu mereka bermain mainan yang lain.

Masyaallah, kreatif sekali. Entah ide siapa, mereka membuat perosotan dari sebuah papan kayu yang ditaruh di dinding pos keamanan yang berada di seberang rumah Abidzar.

"Gantian ya meluncurnya," kata Abidzar pada temannya. 

"Iya gantian," jawab Farel, sambil berdiri dekat papan perosotan sederhana itu.

"Asyik, meluncur," kata Abil sambil meluncur dan  tersenyum.

Mereka bergantian meluncur dengan berbagai gaya di perosotan sederhana itu. Riuh tawa mereka terdengar dari rumah Abidzar. 

Ternyata benar kalau bahagia itu sederhana.

"Abang Abidzar, lima belas menit lagi pulang ya," kata Bunda Isna mengingatkan Abidzar.

"Iya Bun," kata Abidzar yang masih main perosotan itu.

Mendengar suara tawa di luar rumah, Dik Hani minta ikut main perosotan juga. Akhirnya Bunda Isna menggendong Dik Hani langsung dibawa ke dekat Abidzar dan temannya bermain.

"Dik Hani, main perosotannya Bunda pegangin," kata Bunda Isna pada Dik Hani.
Tetapi Dik Hani tak mau dipegang tangannya, lalu Bunda Isna mengalihkan perhatian Dik Hani dengan mengajak Dik Hani bermain menumbuk daun-daun dan diberi air.

"Wah, Dik Hani bikin jamu-jamuan ya," kata Abidzar pada adiknya itu.

"Mu," kata Dik Hani yang maksudnya jamu. Ia belum bisa bicara dengan jelas, suaranya terdengar menggemaskan.

Abidzar lalu mengambil paksa batu yang dipegang Dik Hani, tentu saja Dik Hani langsung menangis karena diganggu bermainnya.

"Bang, nggak boleh kayak gitu sama Dik Hani, kan Abang bisa ambil batu yang lain," kata Bunda Isna menasehati Abidzar.

Abidzar lalu mengembalikan batu kecil tadi pada Dik Hani. Ia langsung meminta maaf pada adiknya.

"Maaf ya Dik," katanya sambil mencium kening adiknya.

"Nah, gitu dong, main bersama nggak saling ganggu," kata Bunda mengacungkan jempol pada Abidzar.

Mereka lalu bermain bersama dengan bahagia. 

"Abang Abidzar, yuk kita pulang. Sebentar lagi azan, Bang," ajak Bunda Isna pada anaknya itu. Mereka pulang ke rumah masing-masing.

Tak lama terdengar suara azan Zuhur, Abidzar bersiap  berganti baju dan mengambil wudhu dulu. Abidzar berangkat ke Masjid dan berani berangkat sendiri.

Pulangnya, Abidzar mengganti bajunya lagi. Lalu bersiap menyantap makan siangnya dengan lahap. Tentu tak lupa mengucap doa sebelum makan.

"Bang, senang nggak main bersama tadi?" tanya Bunda Isna pada anaknya yang sedang minum air putih.

"Senang banget, Bun tadi tuh seru!" kata Abidzar semangat.

"Main perosotannya itu harus hati-hati ya Bang," kata Bunda Isna pada anaknya itu.

"Iya Bun," jawab Abidzar lagi.

"Bang, tapi nggak boleh iseng kayak sama Dik Hani tadi ya," kata Bunda mengingatkan.

"Iya Bun, Oya Bun kenapa nggak boleh iseng kayak gitu?" tanyanya polos.

"Ya teman atau adiknya pasti tidak nyaman. Jadi tak boleh iseng dan nakal ya Nak," kata Bunda Isna menjelaskan pada Abidzar.

"Abidzar emang mau diisengin temannya?" tanya Bunda Isna pada Abidzar.

"Ya nggak mau, Bun," jawab Abidzar cepat.

"Tuh, Abang Abidzar aja nggak mau,  teman Abang juga pasti nggak mau kalau ada anak yang nakal," kata Bunda menasehati Abidzar.

"Mainlah bersama, berakhlak mulia dan berkata ahsan, insya Allah akan punya banyak teman," kata Bunda Isna pada anaknya itu.

"Iya Bun, Abidzar pengen jadi anak baik" kata Abidzar sambil menunduk.

"Jadilah anak baik, anak saleh dan anak muslih, ya Nak," kata Bunda Isna pada anaknya sambil tersenyum, Abidzar mengangguk.

"Buah semangkanya di makan, Bang," kata Bunda sambil memberikan sepiring buah semangka yang sudah dipotong pada anaknya.
"Makasih Bun, yang ini buat Dik Hani," kata Abidzar sambil memberikan sepotong semangka pada adiknya.

"Acih," kata Dik Hani yang maksudnya terima kasih.

"Sama-sama, Dik," kata Abidzar lalu memberikan juga sepotong semangka pada Bundanya.

"Makasih anak saleh," kata Bunda Isna sambil mengambil semangka yang diberikan Abidzar padanya. Senangnya hati Bunda Isna hari ini.

Baca juga:

0 Comments: