Oleh. Iis Nopiah Pasni
"Bun, Bun," kata Dek Hani tiba-tiba memanggil Bundanya itu dengan suara lucu menggemaskan, semua yang mendengar langsung kaget campur senang.
"Masyaallah, pinter ya anak Ayah," puji Ayah sambil mencium kening Dek Hani.
"Alhamdulillah, Dedek udah bisa panggil Bunda," kata Abang Abidzar yang gemas dengan dedeknya dan langsung memegang pipi Dek Hani.
"Bun, Bun," kata Dek Hani lagi setelah semua yang berada di ruang keluarga memujinya karena untuk pertama kali Dek Hani bisa dengan jelas mengucapkan kata itu.
Dek Hani baru bisa mengucapkan kata "Bun" karena biasanya Dek Hani menyebut Bundanya dengan panggilan "B". Hal ini tentu saja sukses membuat seisi rumah tertawa geli mendengarnya.
Beberapa hari yang lalu Dek Hani berubah lagi panggilan kepada Bundanya, Ia memanggilnya dengan sebutan "Mama".
"Nah, sekarang Dedek baru bisa memanggil Bunda," celetuk Abidzar riang.
"Alhamdulillah, Pinter ya Dedek sudah bisa panggil Bunda," puji Bunda Isna pada anak bungsunya.
"Bun, Bun," ucap Dek Hani lagi kali ini dengan mata berbinar tanda bahagia, tentu saja Bunda Isna senang sekali mendengar kata itu bisa diucapkan anak perempuan satu-satunya itu. Bunda Isna langsung memeluk dan mencium sayang Dek Hani.
"Bun, kalau Abang Abidzar waktu seumuran Dedek gitu bisa ngomong sama jalannya cepat nggak?" tanya Abidzar penasaran.
"Iya, sama kayak gitu, Alhamdulillah Abang Abidzar bisa ngomong dan bisa jalannya juga cepat," kata Bunda Isna pada Abidzar.
"Bun, kalo Abang dulu panggil Bunda langsung bisa, apa kayak Dek Hani juga?" tanya Abidzar lagi.
"Alhamdulillah kalau Abang Abidzar waktu itu manggil Bunda langsung bisa, "Bunda," kata Bunda Isna lagi.
Bunda Isna lalu meminta Abidzar mengambilkan gelas berisi air hangat di meja dekat Abidzar.
"Makasih, Abang," kata Bunda Isna pada anaknya itu.
"Sama-sama, Bun," Jawab Abidzar lalu membuang bungkus roti ke tempat sampah.
"Bun, kok sampahnya dipisah?" tanya Abidzar setelah melihat ada beberapa tempat sampah yang berbeda.
"Iya, sampahnya dipisahkan. Sampah organik dikumpulkan lalu akan dikubur supaya jadi pupuk, kalau kardus dan botol plastik bisa dijual, Bang," kata Bunda Isna menjelaskan pada putranya yang baru kelas satu Madrasah Ibtidaiyah itu.
"Bun, kenapa tanaman itu perlu dipupuk?" tanya Abidzar yang selalu ingin tahu itu.
"Agar tanaman itu bisa tumbuh dengan sehat, Bang" kata Bunda Isna.
"Sama seperti Abang dan Dek Hani harus diberi makanan sehat agar tumbuh sehat dan kuat," kata Bunda Isna lagi.
"Kalau sudah tumbuh sehat dan kuat jadi semangat untuk ibadah kepada Allah, benar nggak Bang?"
"Benar, Bun," jawabnya singkat.
"Apa saja contohnya beribadah kepada Allah Subhanahu Wata'ala, Bang?" tanya Bunda pada Abidzar.
"Salat, Puasa, Ngaji, Setoran hapalan, menutup aurat, berkata yang Ahsan, jujur, trus berbakti kepada orang tuanya, sayang kakak dan adik," jawab Abidzar dengan penuh percaya diri.
"Masyaallah, Udah tambah pinter ya Abang Abidzar," puji Bunda Isna sambil tersenyum tulus.
"Bun, pantesan ya tanaman cabe dan tanaman bunganya Bunda itu tumbuhnya sehat ya Bun," kata Abidzar lagi lalu berjalan keluar rumah sambil menggandeng tangan Bundanya.
"Nah lihatlah, tanamannya subur, Masyaallah," kata Abidzar lagi sambil menunjuk ke arah tanaman cabe Bundanya yang kini tingginya lebih dari tinggi Abidzar.
"Alhamdulillah ya nak, Manusia berusaha tapi semuanya atas izin Allah ya sayang," kata Bunda lagi.
"Yuk, petik cabe sekalian, Bang," kata Bunda Isna sambil mengambil wadah berwarna kuning untuk tempat cabe yang sudah dipetik.
"Alhamdulillah cabenya banyak, Bun," kata Abidzar antusias.
"Bawa sini Bang, Bunda mau bikin sambal ulek," kata Bunda sambil memilih cabe yang sudah berwarna merah.
"Bun, Abang mau lihat Bunda bikin sambel ulek, boleh kan?" tanya Abidzar lagi.
"Boleh dong, yuk kita bikin," ajak Bunda Isna pada anaknya itu lalu mereka pergi ke dapur.
Abidzar membantu Bundanya mengambilkan air untuk mencuci cabe tadi.
"Makasih, Bang," kata Bunda Isna yang kini sedang menggoreng cabe, bawang merah, bawang putih dan tomat dengan api kecil.
Tak lama, Bunda Isna mengulek bahan sambal ulek itu lalu menambahkan garam dan gula merah.
"Hmm, sedapnya kata Abidzar," kata Abidzar melihat sambal ulek yang sudah jadi itu.
Ikan goreng dan tumisan kangkung sudah terhidang di meja makan, Bunda Isna membawa mangkok berisi sambal ulek tadi.
"Yuk, semuanya mari makan," kata Abidzar memanggil anggota keluarga yang lain untuk makan siang bersama.
Abidzar makan dengan lahapnya, begitu pun Dek Hani yang sekarang makannya sedang belajar makan sendiri jadi tak disuapi.
"Dedek, itu ikan Abang," kata Abidzar protes melihat Dek Hani mengambil ikan goreng nya.
"Bun, Bun," kata Dek Hani menyuapkan ikan itu pada Bundanya. Tentu saja semua yang melihat tersenyum geli melihat kelakuan Dek Hani.
Muara Enim, 23 Desember 2022
0 Comments: