Headlines
Loading...
Oleh. Sikin Maria

Naik kereta api tut  tut tut
Siapa hendak turut
Ke Bandung - Surabaya
Bolehlah naik dengan percuma

Seandainya penggalan lagu di atas menjadi kenyataan tentu para pengguna KRL sangat bahagia. Kenyataannya awal tahun ini mencuat wacana kenaikan tarif kereta api listrik. Dengan alasan supaya subsidi yang diberikan lebih tepat sasaran. Kenaikan tarif tidak dikenakan pada seluruh pengguna kereta api listrik. Kenaikan kali ini menyasar pengguna KRL dengan penghasilan tinggi. 

Sebagaimana diwartakan www.bbc.com, (29/12/2022) bahwa menteri perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan akan ada penyesuaian tarif kereta api listrik Jabodetabek untuk pengguna KRL berpenghasilan tinggi pada tahun 2023. 

Untuk membedakan profil pengguna KRL, akan diterbitkan kartu baru. Penumpang terkategori kaya tidak akan menikmati subsidi. Karena tarif asli kereta api listrik Jabodetabek saat ini sudah diatas Rp. 10.000.

Rencananya kenaikan tarif KRL menjadi Rp. 5000 per 25 kilometer pertama dan Rp. 1000 per 10 kilometer berikutnya. Setiap tahun nilai subsidi yang dikeluarkan terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2021 nilai subsidi tarif KRL sebesar Rp. 1,99 triliun atau naik 28,3% dari realisasi tahun 2020 senilai Rp. 1,55 triliun. 

Perbedaan tarif diberlakukan berdasarkan jarak bukan berdasarkan tingkat penghasilan. Orang kaya maupun miskin mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan transportasi publik. Penentuan batas antara kaya dan miskin membutuhkan kajian yang mendalam agar tercipta keadilan. Dan tentu saja pengkajian terhadap hal tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit. 

Kebijakan tarif berdasarkan tingkat penghasilan ini bersifat blunder karena orang kaya akan mempertimbangkan lagi untuk menggunakan kendaraan pribadi. Padahal tujuan dari pengadaan transportasi publik adalah agar masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi beralih menggunakan transportasi publik. 

Dari pengamatan Deddy Herlambang, pengguna kendaraan pribadi di Jabodetabek sudah mencapai 90% dan sisanya menggunakan transportasi publik. 

Dampak Kenaikan Tarif

Jika rencana kenaikan tarif ini diterapkan, beberapa dampak akan muncul. 
Pertama, kemacetan. Beralihnya pengguna k KRL yang kaya kepada kendaraan pribadi akan menambah kemacetan jalan raya. Apalagi adanya kebijakan pemberian subsidi untuk pembelian sepeda atau motor listrik. 

Kedua, konflik sosial. Akan timbul konflik antara pengguna kaya dan pengguna miskin. pengguna kaya yang tidak disubsidi merasa lebih berhak untuk duduk di kursi. Karena membayar sendiri tarif KRL. Sedangkan pengguna KRL yang disubsidi berdiri. Lama kelamaan konflik yang tidak terselesaikan ini akan menimbulkan kerawanan sosial. Yang tentu saja semua orang tidak menghendakinya. 

Seharusnya tidak ada perbedaan antara orang kaya dan miskin dalam mendapatkan pelayanan transportasi publik. Hal ini hanya terjadi pada negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Negara berlepas tangan dalam pengurusan persoalan masyarakat. Semuanya dialihkan ke swasta. Sedangkan swasta mengelola segala sesuatu untuk mencari keuntungan semata. Bukan berdasarkan kebutuhan dan kemaslahatan masyarakat. 

Pengelolaan Transportasi Publik dalam Islam

Negara yang menerapkan hukum Allah akan optimal dalam memenuhi kebutuhan warga negaranya. Karena menggunakan paradigma berpikir, negara sebagai pelayan masyarakat. 

Kereta api sebagai bagian dari transportasi publik dibangun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka menuntut ilmu maupun mencari nafkah. Konsep pembangunan fasilitas umum dalam Islam adalah seefektif dan seefisien mungkin sesuai wilayah masing-masing. 

Karena setiap wilayah memiliki karakteristik tertentu. Ada wilayah yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki, maka dibangunlah tempat pejalan kaki yang nyaman. Ada wilayah yang mengharuskan memiliki kendaraan pribadi untuk menjelajahi berbagai tempat. Ada pula wilayah yang membutuhkan transportasi umum untuk menjangkau berbagai bagian wilayahnya. 

Misalnya diperkotaan membutuhkan KRL, maka akan dibangun KRL sebagai sarana umum. Negara akan bertanggungjawab secara penuh untuk membangun sarana transportasi publik. Karena pada dasarnya pembangunan dan pengelolaan transportasi publik membutuhkan biaya yang besar dan teknologi yang canggih. 

Untuk itu negara akan mengalokasikan dana pembiayaan tersebut dari pos kepemilikan umum. Dana pos ini berasal dari khoroj, fai, usyur, ghonimah dan lain sebagainya. Jumlah dari pos ini sangatlah besar karena bersumber dari sesuatu yang tak terbatas. 

Sehingga negara mampu mengelola transportasi publik mulai dari pembangunannya hingga operasionalnya secara mandiri tanpa bergantung pada swasta apalagi asing. Hal ini mengakibatkan tidak ada peluang monopoli dan komersialisasi transportasi publik.

Pembiayaan penuh terhadap pengadaan insfrastruktur menjadikan negara sebagai pemilik mutlak insfrastruktur tersebut. Maka negara boleh mengambil pendapatan dengan menentukan tarif tertentu atas pelayanan tersebut. Termasuk mengambil keuntungan. 

Pendapatan dan keuntungan menjadi milik negara dan menjadi salah satu pemasukan baitu mal. Dana tersebut disimpan pada pos fai dan khoroj. Serta digunakan untuk kemaslahatan masyarakat. 

Semua lapisan masyarakat tanpa memperhatikan status sosial dan tingkat penghasilan dapat memanfaatkannya dengan harga terjangkau bahkan gratis. Namun demikian individu perorangan diperbolehkan membangun transportasi publik dan mengambil keuntungan dari pelayanannya. 

Sehingga masyarakat mempunyai alternatif menikmati infrastruktur yang dibangun negara dengan harga terjangkau bahkan gratis atau menikmati transportasi publik yang dibangun swasta dengan berbayar. 

Ini semua hanya bisa terwujud dalam sistem hidup yang berdasarkan Al Qur'an dan sunnah. Sehingga upaya untuk menghadirkan sistem tersebut di tengah-tengah kancah kehidupan mutlak dilakukan. Agar transportasi publik yang nyaman dan murah bisa dinikmati. 

Wallahu'alam bishowwab.

Baca juga:

0 Comments: