OPINI
Generasi Muda yang Dirindukan
Oleh. Ummu Faiha Hasna
Remaja merupakan generasi penerus bagi generasi sebelumnya. Ada sebuah ungkapan dalam bahasa Arab "Syu'banu al yaum rijalu al ghaddi" yang artinya pemuda hari ini adalah tokoh pada masa yang akan datang. Karena itu, Islam memberikan perhatian besar pada mereka bahkan sejak dini.
Di masa lalu, banyak pemuda hebat karena generasi sebelumnya adalah orang - orang hebat. Karena itu, negara Islam pada masa itu memberikan perhatian yang sangat luar biasa pada generasi mudanya. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wasallam mengajarkan, "muru auladakum bi as shalati wa hum abna' sab'in (ajarkanlah kepada anak-anakmu shalat ketika mereka berusia tujuh tahun). Dalam hadis ini tidak hanya memerintahkan solat saja, tetapi juga hukum syara yang lain. Karena shalat merupakan hukum yang paling menonjol sehingga hukum inilah yang disebutkan. Selain itu, titah ini tidak berarti anak-anak kaum Muslimin baru diajari shalat dan hukum syara' yang lain ketika berusia tujuh tahun.
Di masa lalu, keluarga kaum Muslim menjadi madrasah pertama bagi putra-putrinya sejak sebelum lahir dan saat balita. Orang tuanya telah membiasakan putra putrinya yang masih kecil untuk menghafal al-Quran dengan cara memperdengarkan bacaannya. Rutinitas itu membuat mereka bisa hafal al-Quran sebelum usia enam atau tujuh tahun. Di usia emas seperti ini anak-anak bisa dibentuk menjadi apapun tergantung orang tuanya. Setelah mereka bisa menghafal al Quran di usia enam sampai tujuh tahun, mereka pun mulai menghafal kitab-kitab hadits. Saat usia sepuluh tahun mereka pun bisa menguasai al-Quran, hadits, juga kitab-kitab bahasa Arab yang berat, sekilas Al Fiyah Ibn Malik.
Karena itu, di era kebangkitan Islam pada masa itu, bermunculan pemuda yang sudah mampu memberikan fatwa. Seperti Iyash bin Muawiyah, Muhammad bin Idris Asy syafi'i sudah bisa memberikan fatwa saat usianya belum genap lima belas tahun. Selain penguasaan pengetahuan yang begitu luar biasa, mereka juga dibiasakan oleh orang tua- orang tua mereka untuk mengerjakan shalat, puasa, berzakat, infak, hingga berjihad. Contoh pemuda lainnya ialah sosok Abdullah bin Zubair yang dikenal sebagai ksatria pemberani tidak lepas dari didikan orangtuanya, Zubair bin al awwam dan Asma' bin Abu Bakar. Abdullah bin Zubair sudah diajak berperang oleh ayahnya saat usia delapan tahun. Dia dibonceng dibelakang ayahnya di atas kuda yang sama. Dengan bekal ilmu dan pembentukan mental yang sehat dan kuat, ditopang dengan pembentukan sikap dan nafsiyah yang mantap. Kehidupan pemuda jauh dari hura - hura, dugem dan kehidupan hedonis lainnya.
Mereka tidak mengonsumsi miras atau narkoba, baik sebagai doping, pelarian atau sejenisnya. Karena keyakinan mereka pada qodho dan qodar, rizki termasuk tawakal begitu luar biasa. Masalah apapun yang mereka hadapi bisa mereka pecahkan. Mereka pun jauh dari stres apalagi terjebak miras dan narkoba untuk melarikan diri dari masalah.
Kehidupan pria dan wanita pun dipisahkan.Tidak ada ikhtilat, berkholwat, menarik perhatian lawan jenis, atau tabarruj, apalagi pacaran hingga perzinaan. Selain berbagai pintu kemaksiatan di tutup rapat, sanksi hukumannya juga tegas dan keras sehingga membuat siapapun yang hendak melanggar akan berpikir ulang, pendek kata, kehidupan sosial yang terjadi di tengah - tengah masyarakat terbebas dari kemaksiatan.
Kehormatan atau izzah pria dan wanita serta kesucian hati atau iffah mereka pun terjaga. Selain itu, karena modal ilmu, ketakwaan, sikap dan nafsiyah mereka juga sistem yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat oleh negara. Karena kehidupan dan lingkungan mereka seperti itu, maka produktivitas generasi muda di era ini pun luar biasa. Siapa yang tidak ingin menjadi generasi muda yang dirindukan penerusnya? dengan banyaknya karya yang pemuda hasilkan saat usia mereka masih muda. Begitu juga dengan riset serta penemuan yang bisa mereka hasilkan ketika usia mereka masih sangat belia. Semua itu merupakan dampak dari kondusivitas kehidupan masyarakat di zamannya.
Atmosfer ketaatan dalam kehidupan yang terbebas dari kemaksiatan ini juga bagian dari tasqif jama'i yang membentuk karakter dan kepribadian generasi muda di zamannya. Adanya peran negara, masyarakat dan juga keluarga yang mampu membentuk karakter baik kepribadian para pemuda selain adanya kesadaran dari individunya sendiri. Tradisi seperti ini berlangsung dan bertahan hingga ribuan tahun. Bahkan tradisi seperti ini terus dipertahankan di beberapa negeri kaum Muslim meski Khil4f4h yang menaunginya telah tiada. Seperti di Madinah, Mekah, Merutania, dan beberapa wilayah lainnya. Selain itu, kehidupan masyarakat yang jauh dari kemaksiatan, berbagai tayangan, tontonan, ataupun acara yang bisa menyibukkan masyarakat dalam kebatilan harus dihentikan.
Karena itu, Rasulullah menitahkan bukan harta yang digunakannya. Diantara ciri kebaikan seseorang ketika dia bisa meninggalkan apa yang tidak ada manfaatnya bagi dirinya. Boleh jadi sesuatu yang tidak ada manfaatnya itu mubah, tetapi sia-sia. Waktu, pikiran, tenaga bahkan harta yang digunakannya pun hilang percuma, agar masyarakat khususnya generasi muda tidak terperosok dalam kesia-siaan. Maka mereka harus disibukkan dengan ketaatan, baik membaca mendengar, atau menghafal al quran, hadits, kitab-kitab tsaqofah para ulama, atau berdakwah di tengah-tengah umat, mengajar dan sebagainya. Mereka sibukkan hari-hari mereka dengan melakukan perjalanan mencari ilmu, berjihad atau lainnya. Dengan cara seperti itu mereka tidak akan disibukkan dengan kemaksiatan. Waktu, ilmu, umur dan harta serta apapun yang mereka miliki menjadi berkah.
Maka, tidak heran bila diusia 20 tahun,Imam an Nawawi menghasilkan berjilid-jilid kitab, Imam Ahmad, mengumpulan dan hafal lebih dari satu juta hadits, Imam Bukhari pun begitu. Sejarah keemasan ini pernah hadir dalam naungan sistem Islam bukan yang lainnya. Wallahu A'lam.
0 Comments: