OPINI
Menanti Generasi Bervisi Pemimpin, Panutan Umat, dan Penghancur Sekularisme
Oleh. Yulweri Vovi Safitria
Permasalahan remaja seolah tidak ada habisnya, kasus narkoba, tawuran, pergaulan bebas, dan seks bebas hingga berujung kehamilan, serta berbagai tindakan kriminal lainnya begitu memprihatinkan. Tingginya kasus kehamilan di luar nikah, membuat para remaja berbondong-bondong mengajukan dispensasi nikah dini.
Dikutip dari laman kompas.com, angka pengajuan dispensasi nikah dini di Kabupaten Malang, Jawa Timur, terbilang cukup tinggi. Bahkan, lebih tinggi dari angka pengajuan dispensasi nikah di Kabupaten Ponorogo yang beberapa waktu lalu ramai diperbincangkan.
Dan berdasarkan catatan Pengadilan Agama Kabupaten Malang, angka pengajuan dispensasi nikah mencapai 1.434 perkara selama 2022. Dari angkat tersebut, sebanyak 1.393 pengajuan dispensasi nikah telah diputus. (kompas.com, 18/1/2023)
Pun dengan kasus lainnya, seperti narkoba. Semakin hari, semakin tidak terkendali. Tidak ada yang mampu mencegah, meskipun berbagai regulasi digulirkan. Aturan yang ada, tidak mampu mencegah maupun memberikan efek jera, dinginnya dinding penjara, tidak serta merta membuat mereka taubat dan berubah menjadi lebih baik, namun justru sebaliknya, penjara menjadikan mentalnya lebih berani untuk kembali melakukan hal serupa.
Generasi tanpa Visi
Potret buram generasi hari ini, membuat hati perih, bagaimana tidak, generasi merupakan aset berharga sebuah bangsa. Maka bila generasi rusak, maka rusak pulalah sebuah bangsa.
Generasi saat ini perlahan tapi pasti terus dirusak akhlaknya. Tontonan yang tidak mendidik seolah menjadi tuntunan. Mereka tumbuh menjadi generasi yang mencintai dunia, senang hura-hura, menuhankan kebebasan, dan enggan untuk diatur bahkan oleh aturan agama.
Hal ini tidak bisa lepas dari efek sistem yang diterapkan hari ini. Liberalisme yang memuja kebebasan, berkedok hak azazi, terus meracuni mindset generasi. Alhasil, generasi semakin jauh dari visinya sebagai seorang hamba.
Tidak hanya itu, pengaruh digitalisasi ikut memberi andil dalam rusaknya generasi. Gim online, judi online, K-Pop, anime, drakor, menjadi mainan dan tontonan sehari-hari. Lupa akan visi dan jati diri. Ya, sekularisme berhasil mengamputasi akidah Islam dari qalbu generasi.
Sebagian orang akhirnya terjebak pada pendapat bahwa anak-anak harus melek teknologi, memahami keinginan mereka, memberikan kebebasan selama dalam batas kewajaran. Namun benarkah demikian? Haruskah membiarkan mereka bergelimang kemaksiatan?
Bila ini terus berlangsung, maka tidak bisa dipungkiri bahwa beberapa tahun ke depan, bangsa akan hancur sebab rusaknya generasi penerus.
Visi Generasi Muslim
Sebagai generasi muslim, tentunya harus menyadari bahwa penciptaan manusia adalah sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi. Seabagai khalifah, manusia diciptakan oleh Allah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya, menaati seluruh syariat yang diturunkan-Nya.
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah: 30)
Oleh sebab itu, generasi muda sebagia calon pemimpin masa depan harus menyadari dan memiliki tekad yang kuat, agar menjadi generasi panutan umat berdasarkan tuntunan syariat. Harus pula menyadari perannya sebagai generasi penerus, yang akan melanjutkan generasi sebelumnya, berlandaskan akidah Islam.
Pemuda Pemimpin Perubahan
Sejarah Islam mencatat, bahwa tonggak perubahan dimulai dari seorang pemuda bergelar Al Amin. Sosok pemuda terpercaya dan paling revolusioner sepanjang sejarah. Muhammad Rasulullah salallahu alaihi wa sallam, berhasil menghimpun para pemuda Quraisy kala itu, serta menerima kekuasaan politik.
Tidak hanya itu, sejarah penaklukan dan perluasan dunia yang dilakukan oleh peradaban Islam, tidak pernah pula meninggalkan peran politik para pemuda. Tokoh muda sekaliber Khalid bin Walid, Shalahuddin al-Ayyubi, Muhammad al-Fatih, Muhammad al-Qasim, Mu'adz bin Amr bin Jamuh, Usamah bin Zaid, Al Arqam bin Abil Arqam, Zubair bin Awwam, dan ratusan pemuda mulia lainnya selalu mengisi panggung kedigdayaan peradaban Islam.
Menjadi Pemuda Ideologis
Melihat fenomena yang terjadi, sebagai seorang muslim, khususnya para pemuda, tidak cukup dengan memantaskan diri dengan amalan individu masing-masing untuk mengembalikan kehidupan Islam.
Kejayaan dan kedigdayaan Islam, sebagaimana masa Rasulullah dan para Khalifah sesudahnya, akan kembali bila pemuda bangkit dan bangun dari tidurnya. Menyadari akan bahaya sekularisme dan ragam kebebasan lainnya.
Para pemuda Islamsebagai bagian dari umat, harus pula memiliki strategi untuk menghadang berbagai kebencian yang dialamatkan terhadap Islam dan umat Islam, dengan bersama menegakkan amar makruf nahi mungkar, dengan satu tujuan untuk mengembalikan kehidupan Islamdan bingkai sayariat.
Umat Islam, khususnya para pemuda, perlu pula mengetahui bahwa Islam bukan sekadar agama, namun juga mabda’ atau ideologi. Oleh karena itulah, maka dakwah amar makruf nahi mungkar tidak tersekat oleh nasionalisme dan bersifat lokal, namun dakwah secara global dan universal, yang berlandaskan akidah Islam. Dengan begitu akan lahir sosok-sosok pemuda berkepribadian Islam yang mumpuni dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai pemimpin di muka bumi ini.
Wallahua'lam.
0 Comments: