
OPINI
Non-Biner Makin Berani, Merusak Profil Generasi!
Oleh. Vivi Nurwida
Baru-baru ini, istilah non-biner kembali ramai diperbincangkan netizen Indonesia, lantaran viralnya sebuah video yang memperhatikan seorang maba (mahasiswa baru) Fakultas Hukum Unhas (Universitas Hasanuddin) Makassar dikeluarkan oleh seorang dosen dari ruangan saat proses pengenalan kampus. Hal ini bermula ketika mahasiswa dengan inisial MNA ini menjawab dirinya adalah non-biner (non binary) saat ditanyakan kepadanya terkait jenis kelamin. (dilansir dari msn.com, 21-10-2022)
Menurut Wikipedia, non-biner adalah istilah umum yang digunakan untuk mengidentifikasi gender yang tidak hanya laki-laki atau perempuan, identitas yang berada di luar biner gender. Identitas non-biner ini berada di bawah payung transgender, karena orang non-biner biasanya mengidentifikasi dengan jenis kelamin yang berbeda dari jenis kelamin yang ditetapkan, meski begitu neberapa orang non-biner tidak menganggap diri mereka sebagai transgender.
Buah Liberalisme
Kini para pelaku ini makin berani menunjukan identitasnya. Bahkan, fenomena yang memperlihatkan eksistensi kaum pelangi ini telah masuk di berbagai lini, hingga ke dunia pendidikan. Mereka merasa di atas angin karena tak sedikit kalangan hingga negara-negara besar dan lembaga dunia yang mendukung mereka atas nama hak asasi manusia.
Penerimaan atas diri mereka bukanlah suatu yang instan. Penerimaan perilaku menyimpang yang akan merusak profil generasi ini merupakan buah panjang perjuangan mereka agar bisa diakui keberadaannya. Mirisnya dukungan yang datang kepada mereka juga berasal dari kalangan Muslim, padahal sudah jelas di dalam Islam penyimpangan seksual adalah dosa besar yang patut mendapatkan sanksi yang keras dan tegas.
Inilah buah penerapan liberalisme, yakni sebuah paham kebebasan yang diterapkan dalam dunia internasional, tak terkecuali di Indonesia. Sejak dini, agama sudah dijauhkan dari kehidupan. Akibatnya, masyarakat lebih cenderung menerima realitas yang ada di depan matanya.
Hidup dalam alam kapitalisme-sekularisme ini memang meniscayakan kebebasan berekspresi dan bertingkahlaku tanpa batas. Peran agama sengaja dihilangkan dan hanya disisakan hanya untuk ibadah mahdhah semata. Sedang, aturan-aturan lain, menggunakan aturan buatan manusia. Alhasil, kerusakan-kerusakan begitu nyata, hingga generasi pun mengambil paham sekularisme ini bersama dengan nilai-nilai liberalnya.
Generasi yang lemah akan identitas diri ini tentu akan mudah dimasuki paham-paham rusak. Termasuk ide gender netral atau non-biner ini. Padahal paham sesat ini jelas di luar nalar, namun terus saja dipaksakan agar masyarakat, terlebih umat Islam bisa menerima.
Media juga sangat berperan dalam penyebaran penyakit eljibitiqi ini. Gaya hidup serba bebas juga begitu mudah dilihat hanya dalam genggaman. Bahkan, platform media sosial banyak yang akan memblokir postingan yang dengan jelas menentang kaum pelangi ini. Sedang, di dunia nyata mereka sudah berani mengadakan acara-acara besar. Terbukti sudah, kapitalisme telah gagal membentuk profil generasi yang mulia.
Selamatkan Generasi dengan Islam
Sudah semestinya umat sadar untuk mencari pengganti sistem Kapitalisme yang terbukti gagal membentuk generasi dambaan umat. Dan, hanya dengan Islam lah generasi bisa terlindungi dari virus penyimpangan yang berbahaya ini. Islam memiliki aturan yang sempurna dan paripurna untuk mencetak generasi mulia, yang berkepribadian Islam, calon pemimpin masa depan.
Gerakan kaum eljibitiqi ini tidak cukup hanya dilawan secara individual. Negara adalah pihak yang semestinya menjadi garda terdepan dalam menyelamatkan generasi dari kehancuran. Karena, secara nyata gerakan ini menyalahi fitrah manusia dan menjadikan pelakunya semakin liar tanpa arah. Negara harus segera mencampakkan ideologi Kapitalisme-sekularisme yang memiliki keturunan liberalisme ini dan menggantinya dengan penerapan Islam Kafah.
Terbukti, Islam mampu membentuk profil generasi mulia yang terdepan dalam mengisi peradaban. Hal ini sebagaimana telah tertoreh dalam tinta emas peradaban Islam yang gemilang. Maka dari itu, dengan penerapan Islam Kafah, jalan untuk menorehkan kegemilangan peradaban kembali akan mudah diraih.
Negara harus memainkan perannya untuk membina individu rakyat dengan ketakwaan, agar terjaga dari penyimpangan perilaku di luar nalar dan agama. Setiap individu harus paham betul apa yang dihalalkan atau yang diharamkan oleh agama.
Negara juga harus menerapkan Islam dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam kurikulum pendidikan, sistem ekonomi, juga sistem pergaulannya. Negara juga harus menghilangkan segala bentuk rangsangan berupa tayangan, kampanye, dan sejenisnya yang menampilkan atau menjerumus pada perilaku eljibitiqi.
Negara juga wajib menerapkan hukuman bagi pelaku eljibitiqi berrdasarkan sanksi hukum Islam, guna memutus rantai penyebaran virus eljibitiqi ini di tengah masyarakat. Hukuman yang diterapkan adalah hukuman yang tegas dan keras yang akan menjerakan pelaku dan membuat anggota masyarakat yang lain berfikir seribu kali untuk melakukan perbuatan terlarang. Sistem Islam tidak akan memberikan celah kepada manusia untuk mengekspresikan diri dan bernalar liar. Kehormatan, ketentraman, kesejahteraan dan sebagainya akan bisa dirasakan ketika syariat Islam diterapkan secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Sudah saatnya umat memperjuangkannya. Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Baca juga:

0 Comments: