
OPINI
Paylater : Pesona Neo-Renternir Menjerat Pemuda
Oleh. Naning Prasdawati, S.Kep.,Ns (Komunitas Setajam Pena)
Seiring dengan perkembangan kecanggihan teknologi, informasi dari seluruh penjuru dunia menjadi sangat mudah dan cepat untuk di akses siapapun, kapanpun dan dimanapun. Budaya dan gaya hidup begitu mudah tersebar, menjadi tren dan ditiru oleh banyak pengguna sosial media, termasuk di dalamnya para kawula muda. Hal ini kemudian menjadi kesempatan emas bagi para kapital atau pengusaha untuk semakin gencar memasarkan produknya terutama yang berhubungan dengan life style. Namun disisi yang lain, daya beli para pemuda, terlebih bagi mereka yang belum memiliki otoritas finansial, tentu menjadi batu sandungan tersendiri untuk menjadi pangsa pasar yang loyal.
Kondisi ini kemudian dibaca oleh para pelaku usaha jasa untuk memfasilitasi para konsumen agar mampu mendapatkan dan memenuhi tuntutan gaya hidup yang ada. Maka lahirlah metode pembayaran paylater atau fitur “bayar nanti” yang bekerjasama dengan berbagai macam marketplace. Kemudahan transaksi menggunakan mekanisme ini, menjadikannya banyak diminati oleh berbagai kalangan termasuk generasi muda.
Sejak pandemi, sebagaimana dilansir dari bbc.com, 29/12/22, sebuah survei yang dilakukan oleh Katadata Insight Center dan Kredivo terhadap 3560 responden menunjukkan peningkatan pengguna paylater, yakni meningkat sebesar 55 persen. Sayangnya, akibat kepraktisan mekanisme yang menjadikan pengajuan paylater mudah lolos, tanpa mempertimbangkan kelayakan profil keuangan, banyak pengguna yang mengalami kredit macet.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rata-rata rasio kredit macet paylater mencapai 7,61 persen per September 2022 (tempo.co, 24/10/22).
Menurut peneliti Institute for Development of Economic Studies (Indef), Nailul Huda, karakter pinjaman macet ini didominasi oleh peminjam yang usianya dibawah 19 tahun.
Budaya hedonisme dan konsumtif yang melanda kalangan pemuda hari ini, merupakan akumulasi penerapan kapitalisme yang berasaskan sekulerisme. Paham sekuler ini telah menghalalkan hawa nafsu manusia menjadi standar perbuatan. Kebebasan dalam mengekspresikan keinginan atau gaya hidup menjadi sesuatu yang tidak terelakkan, bahkan harus dijamin oleh negara. Hal ini lantas dimanfaatkan oleh renternir gaya baru dalam menjerat mangsanya.
Parahnya, negara justru terkesan memfasilitasi jeratan ribawi tersebut dengan berbagai dalih. Seperti terdaftar di OJK, bunga yang rendah, tanpa syarat adanya penghasilan dll. Walhasil, pinjaman berbunga melalui aplikasi paylater pun dianggap sebagai hal yang biasa, bahkan di klaim sangat memudahkan konsumen. Padahal realitanya, jeratan yang menggurita ini justru membahayakan masa depan pemuda.
Ketika para pemuda ini terjerat pinjaman online paylater, mereka, baik yang masih berstatus pelajar maupun mahasiswa, akan lebih sibuk mencari uang tambahan untuk membayar cicilan, dibandingkan dengan menuntut ilmu sebagai tugas utamanya. Belum lagi jika yang terjerat adalah mereka para kawula muda yang baru membangun rumah tangga. Impian memiliki rumah megah, mobil mewah, serta berbagai corak kehidupan yang serba wah, secara tidak langsung akan mengikis fungsi keluarga muslim. Para ayah dan ibu muda akan sibuk bekerja demi memenuhi tuntutan hidup tadi. Sehingga, fungsi keluarga sebagai tempat utama dalam mendidik generasi menjadi terabaikan.
Sistem Kapitalisme yang diterapkan di berbagai negeri muslim hari ini, telah menjadikan para pemuda yang hidup di dalamnya, menempatkan standar kebahagiaan hanya pada materi semata. Mereka berlomba-lomba membeli barang-barang branded atau trendy, demi memenuhi keinginannya mengejar standar kehidupan Kapitalis. Tanpa memperdulikan apakah cara yang ditempuhnya halal atau haram, membawa manfaat atau mudhorot. Dan inilah keberhasilan Kapitalisme dalam mencetak generasi-generasi hedon, konsumtif dan selanjutnya siap menjadi sasaran empuk pangsa pasar mereka.
Hal ini tidak akan terjadi ketika negara menerapkan Islam kaffah dalam seluruh urusan kehidupan. Para pemudanya akan terhindar dari jebakan yang membahayakan ini. Khil4f4h sebagai institusi negaranya, memiliki tiga lapis mekanisme untuk menghindarkan rakyatnya dari jeratan paylater dan berbagai jenis hutang ribawi lainnya. Yaitu antara lain :
Pertama, melalui sistem pendidikan Islam yang berbasis aqidah Islam, individu dalam negara Khil4fah akan dididik agar memiliki kepribadian Islam. Sehingga pola pikir dan pola sikapnya islami.
Kedua, begitupun masyarakatnya akan dibina berdasarkan gaya hidup yang Allah ridhoi. Mereka akan memiliki gaya hidup bersahaja, hanya membeli barang sesuai kebutuhan dan tidak menumpuk barang tanpa pemanfaatan. Mereka tidak akan berperilaku konsumtif apalagi membelanjakan hartanya demi eksistensi diri. Karena mereka memahami, kelak segalanya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Furqon : 67, kaum muslimin akan membelanjakan hartanya secara wajar, tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir.
Ketiga, Khil4f4h akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang akan melindungi masyarakatnya dari praktik ribawi, baik itu lembaganya, pekerjaannya maupun aplikasinya. Khil4f4h akan menjamin kesejahteraan rakyatnya, baik kebutuhan pokok yang meliputi sandang, papan dan pangan. Negara melalui mekanisme tidak langsung akan menjamin kebutuhan ini. Salah satunya melalui pembukaan lapangan pekerjaan besar-besaran dengan gaji yang layak, bagi laki-laki yang memiliki kewajiban atas nafkah. Dengan demikian, atas kehendak Allah masyarakat akan mampu hidup sejahtera, dan tidak terlibat praktik-praktik ribawi.
Demikianlah gambaran sistem hidup sesuai dengan Islam dalam institusi Khil4f4h. Para pemudanya akan terjaga potensinya dan terhindarkan dari jebakan neo-renternir seperti paylater yang membahayakan masa depannya. Sehingga mereka akan fokus menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim, menuntut ilmu dan tsaqofah Islam, menjadi aset emas pembangun peradaban gemilang. Wallahu a'lam bishawab.
Baca juga:

0 Comments: