Headlines
Loading...
Oleh. Wida Nusaibah (Pemerhati Masalah Sosial)

"Jatuh cinta membuat bahagia. Kalau menjadikan gelisah, namanya jatuh tempo." Begitulah quote yang banyak berseliweran di media sosial. Di mana maksudnya adalah menggambarkan bagaimana kondisi susah dan gelisah ketika tanggal jatuh tempo atau waktunya membayar utang telah tiba. Quote tersebut banyak digunakan lantaran hari ini transaksi utang riba via aplikasi digital begitu menjamur di masyarakat, terutama generasi muda.

Perkembangan zaman selalu menawarkan hal baru yang tampak bagus dan menawarkan berbagai kemudahan. Contoh saja transaksi jual beli non-tunai melalui aplikasi digital dengan iming-iming memberikan kemudahan, yakni Paylater atau beli sekarang bayarnya nanti. Bagi kebanyakan orang, sistem utang jelas dianggap meringankan atau memudahkan. Tak ayal, banyak orang tergiur menggunakannya termasuk para generasi muda. Sayangnya, kemudahan yang dijanjikan justru kerap berakhir dengan kesulitan akibat gagal bayar. 

Berawal dari mudahnya mengakses pinjaman, pengguna layanan tunda bayar (paylater) mengaku “kebablasan” sampai akhirnya terjebak pada tunggakan yang menguras pendapatan. Di media sosial, fitur paylater yang berujung gagal bayar telah berulang kali menjadi pembahasan dan curahan hati netizen. (BBC.com, 29/12/22)

Kapitalisme Menjerumuskan ke Dalam Riba

Paradigma Kapitalisme telah menjadikan masyarakat termasuk generasi muda memiliki gaya hidup konsumtif dan hedonis. Gaya hidup tersebut ditangkap oleh pelaku usaha sebagai sebuah peluang emas untuk meraih pundi-pundi keuntungan. Mereka pun dimanfaatkan oleh rentenir gaya baru sebagai mangsa atau target pasar.

Kemudahan akses dalam meminjam uang dijanjikan, sehingga membuka peluang untuk memenuhi keinginan demi gaya hidup ala Barat. Akhirnya, generasi terlena pada transaksi jual beli yang dianggap menggiurkan. Sebab, mereka bisa menikmati barang yang diinginkan meskipun belum memiliki cukup uang. Mereka berpikir diberi kemudahan, karena diberi tenggang waktu untuk berkesempatan mencari dana setelah barang sudah dinikmati. 

Ditambah lagi, negara justru memfasilitasi jeratan rentenir gaya baru tersebut dengan berbagai dalih, seperti terdaftar di OJK, bunga rendah, tanpa syarat adanya penghasilan, dsb. Tak ayal, jeratan utang berbunga tersebut dianggap sebagai hal biasa, bahkan dianggap membantu dan memudahkan. Padahal, nyatanya jeratan riba tersebut membahayakan masa depan. Bagaimana tidak? Akibat terjerat Paylater, justru proposal keuangannya menjadi kacau balau. Jelas, ini merupakan jebakan.

Semua problematika tersebut terjadi akibat masyarakat mengabaikan penerapan hukum syarak yang mengharamkan utang berbunga atau riba. Dalam sistem Kapitalis yang akidahnya sekuler atau memisahkan agama dari kehidupan telah menjadikan masyarakat termasuk umat Islam melakukan perbuatan tanpa mempertimbangkan halal dan haram. Mereka lupa, bahwa setiap syariat yang Allah larang pasti karena membawa kemudaratan dan yang Allah perintahkan pasti membawa maslahat. Begitulah, kerusakan terjadi akibat ulah tangan manusia. 

Bersyariat karena Taat, Bukan karena Maslahat

Menjamurnya Paylater berbasis riba tak akan terjadi dalam Islam. Sistem hidup sesuai dengan Islam menjadikan pemuda akan terhindarkan dari jebakan yang membahayakan ini. Pemuda terjamin hidup dan juga pendidikannya, aman dari godaan gaya hidup barat dan mendapatkan pendidikan yang berkualitas untuk menghantarkannya menjadi generasi terbaik dan mulia. 

Dalam Islam negara berperan optimal dalam menjaga akidah dan pemahaman umat. Negara juga menjadi pelaksana hukum syarak, sehingga akan membuat kebijakan yang tidak bertentangan dengan aturan Islam. Jika haram, maka akan dilarang dan diupayakan semaksimal mungkin agar tidak ada umat yang melakukan perbuatan haram tersebut. 

Allah mengharamkan riba dalam firman yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah apa yang tersisa dari riba, jika kalian adalah orang-orang yang beriman. Maka jika kalian tidak meninggalkan, maka umumkanlah perang kepada Allah dan Rasul-Nya. (QS. Al Baqarah Ayat 278-280)

Dalam hal riba seperti mekanisme Paylater (transaksi utang berbunga/riba) maka negara akan melarang dan memberikan sanksi bagi pelakunya sesuai aturan Islam. Sebab jika tidak, sama saja dengan menantang Allah dan Rasulullah untuk berperang. Meskipun secara materi, Paylater dianggap menguntungkan atau memberikan maslahat pada masyarakat, tetapi karena syarak mengharamkannya, maka negara pun melarangnya. Baik bagi yang mampu bayar sampai lunas maupun bagi yang tidak mampu. Keharaman riba bersifat mutlak tanpa alasan apa pun dan berlaku bagi siapa pun.

Begitulah negara yang menjadikan hukum syariat Islam sebagai asas dalam bernegara akan memahami bahwa tidak boleh melaksanakan syariat hanya karena dianggap memberikan maslahat atau keuntungan saja, tetapi harus bersyariat karena semata-mata taat terhadap Allah Alkhaliq wal Mudabbir sebagai Sang Pencipta dan Pengatur. 

Telah begitu jelas perbedaan antara sistem Islam yang membawa petunjuk dan rahmat dengan sistem kufur buatan manusia yang membawa pada kerusakan dan kesengsaraan baik dunia maupun akhirat.

Allah berfirman yang artinya: "Sungguh, telah datang kepadamu penjelasan yang nyata, petunjuk dan rahmat dari Tuhanmu." (QS. al-anam:157)

Lalu, sampai kapan umat masih mau mempertahankan untuk tetap menerapkan aturan selain Islam yang menjauhkan negara dari rahmat Allah? Wallahu alam!

Baca juga:

0 Comments: