OPINI
Sertifikasi Halal adalah Kewajiban Negara
Oleh. Irmawati (Aktivis Dakwah Kampus)
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementrian Agama menyebutkan pada tahun 2024 produk yang beredar wajib bersertifikaat halal. Penahapan pertama kewajiban sertifikat akan berakhir pada 17 Oktober 2024. Setelah itu produk harus sudah bersertifikasi halal. Kemenag akan memberikan sanksi kepada pelaku usaha yang tidak memberikan sertifikat halal, utamanya pada tiga kategori produk yakni makanan dan minuman, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan minuman serta produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan (CNN Indonesia, 08/01/2023).
Adapun sanksi yang diberikan kepada pelaku usaha yang belum bersertifikasi halal adalah peringatan tertulis, denda administratif, dan penarikan barang dari peredaran.
Awalnya, pada 2 Januari 2023 hinga sepanjang tahun 2023 BPJPH Kemenag menyediakan pelaku usaha 1 juta sertifikat gratis. Permohonan sertifikat halal barang dan jasa dengan mekanisme regular dikenakan tarif layanan. Layanan yang dimaksud berupa komponen biaya pendaftaran, pemeriksaan kelengkapan dokumen, pemeriksaan kehalalan produk oleh LPH, penetapan kehalalan produk oleh MUI, dan penerbitan sertifikat halal. Sehingga total biaya permohonan sertifikat halal produk UMK sebesar 8 Juta.
Hakikatnya, jaminan halal merupakan tugas Negara. Mirisnya, saat ini sertifikat justru menjadi komoditas yang dikapitalisasi dengan biaya yang tidak murah untuk mendapatkan keuntungan. Jika dicermati, sejatinya rakyat sudah terbebani dengan biaya-biaya yang dikeluarkan baik berupa pungutan, pajak, perizinan dan lain sebagainya. Selain itu, kebijakan ini dimanfaatkan untuk memberikan sertifikasi halal dalam meluaskan pasar dan memberi simpati kepada konsumen di negeri mayoritas Islam.
Di sisi lain, sertifikasi ini berpeluang atas terjadi manipulasi bahan, utamanya pada produk makanan dan minuman karena pada produk sertifikasi halal ini antara satu produk dengan produk makanan dan minuman pun tidak boleh disamakan. Sehingga pemberian sertifikat halal kepada pelaku usaha tidak akan mampu menjadi jaminan kehalalan suatu. Karena proses pengujian kehalalan makanan dan minuman tidak bisa sembarangan.
Setiap individu harus memastikan produk yang dikonsumsi adalah halal. Namun, untuk masyarakat dan negara tidak cukup sekadar upaya individu untuk memastikan kehalalan makanan yang dikonsumsi. Sehingga butuh peran negara yang bertugas untuk menjamin dan memastikan produk yang beredar di wilayah penduduk muslim. Maka sudah selayaknya negara memberikan sertifikat halal secara gratis kepada rakyat sebagai bagian dari tanggung jawab dan perlindungan atas rakyatnya.
Dalam sistem Islam, Negara akan menugaskan qadi hisbah untuk melakukan pengawasan setiap hari ke pasar-pasar, tempat pemotongan hewan, gedung pangan, ataupun pabrik. Khalifah dalam sistem Islam akan mengawasi secara ketat. Jika ada yang melanggar syariat dengan memproduksi, mendistribusikan, dan mengonsumsi barang haram akan diterapkan sanksi uqubat untuk mencegah dan memberi efek jera. Sehingga rakyat akan merasa aman dalam mengonsumsi, tidak repot memeriksa sertifikat halal makanan yang akan dikonsumsi. Pelaku usaha juga akan terhindar dari mahalnya biaya administrasi yang rumit.
Hal di atas akan mampu terwujud jika sistem Islam diterapkan di atas akidah Islam. Sedangan sistem kapitalisme saat ini, hanya menjadikan rakyat sebagai sasaran pemalakan dalam berbagai cara.
Wallahu A’lam bishawab. [ ]
0 Comments: