OPINI
Solusi Tuntas Islam Untuk Membendung Korupsi
Oleh: Nanik R
(Pemerhati Masalah Sosial)
Korupsi bukanlah hal baru dalam dunia perpolitikan. Korupsi juga bukan merupakan hal tabu yang tidak bisa dibahas oleh masyarakat. Bahkan karna sering bertambah, ditetapkanlah hari korupsi sedunia.
Baru baru ini diperingati hari korupsi sedunia. Dalam peringatan hari anti korupsi sedunia (hakordia) tahun 2022 di Jakarta 9 Desember yang lalu, salah satu pejabat negara mengatakan bahwa korupsi di pelayanan air dan tanah akan berdampak negatif terhadap kesejahteraan petani sehingga dapat memperparah dampak dari krisis pangan.
Kasus korupsi di negeri ini memang sudah menjadi penyakit kronis, seperti penyakit kanker yang sudah mengakar kuat merusak organ tubuh lainya. Sayangnya, sekalipun realita ini sudah diindera oleh semua kalangan termasuk pemangku kebijakan tetapi upaya penyembuhan penyakit ini terkesan asal asalan. Jadilah hari peringatan hari anti korupsi sedunia hanya sebatas seremonial semata. Sedangkan kasus korupsi terus menerus bermunculan seolah tidak pernah berhenti.
Dalam sambutanya ketua KPK Firly Bahuri mengatakan bahwa KPK melakukan pemulihan aset sepanjang Januari sampai November 2022 senilai Rp494,54 miliar atau melampaui capaian pada 2021 yang sebesar Rp416,94 miliar. Berdasarkan data penindakan KPK sepanjang Januari - November 2022, ada 112 kasus penyelidikan, 116 penyidikan, 108 penuntutan, 121 kasus inkracht, 99 perkara telah dieksekusi dengan 115 tersangka. Sejak 2004 sampai November 2022, Firly menyebut tersangka yang ditangani KPK adalah sebanyak 1.479 orang.
Banyaknya tersangka kasus korupsi sejatinya adalah konsekuensi logis dalam penerapan sistem politik demokrasi. Pasalnya legalitas penguasa demokrasi dilihat dari suara mayoritas. Untuk mendapat suara mayoritas ini diperlukan modal besar dan itu tidak mungkin berasal dari kantong pribadi karena mahalnya mahar dari politik demokrasi.
Firly Bahuri mengatakan bahwa rata rata 82,3% calon kepala daerah menyatakan ada donatur dalam pilkada. Pada tahun 2017 itu 82,6% mereka disokong oleh sponsor dan sementara pada tahun 2018 sebanyak 70,3% disokong sponsor juga. (cnbcindonesia.com, 14 Oktober 2020).
Sistem politik seperti ini menjadikan habitat budaya korupsi semakin tumbuh subur. Sistem demokrasi yang lahir dari sistem kapitalisme melahirkan para elite politik dan oligarki yang rakus. Terbukti para koruptor yang saling melindungi antara yang satu dengan yang lain. Jika ada kasus terbongkar maka hanya pelakunya saja yang dikorbankan sementara kasusnya sering ditutupi dan tidak sampai menyentuh otak di balik korupsi tersebut.
Sistem ini juga menghasilkan political will dan juga peradilan yang lemah. Salah satu buktinya adalah dengan penerbitan SP3 untuk kasus BLBI. KPK melepas status tersangka yang sempat disematkan kepada pemilik BDNI Samsul Nursalim dan istrinya. Hal itu didasari atas "Putusan dari MA atas kasasi Nomor: 1555K/Pid.Sus/2019 tanggal 9 Juli 2019 dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung dan menyatakan bahwa perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana dan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum," ujar Alex di gedung KPK Kuningan. Jakarta, Kamis (31/3/2021).
Bukti lainnya adalah adanya revisi UU KPK yang justru membatasi gerak KPK itu sendiri. Bahkan adanya tes wawasan kebangsaan dengan soal yang tidak relevan telah membuang orang orang yang dikenal baik dalam menjalankan tugas KPK. Karena itu tidak akan mungkin kasus korupsi akan mampu diselesaikan jika yang diterapkan masih sistem demokrasi sekuler kapitalisme.
Korupsi hanya akan bisa diminimalisir atau bahkan dihentikan jika sistem yang diterapkan adalah sistem islam. Karena sistem islam akan menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam semua aspek kehidupan. Termasuk didalamnya adalah mengatur bagaimana supaya para pejabat tidak melakukan kemaksiatan, termasuk tindak korupsi. Adapun mekanisme yang akan dilakukan oleh Khilafah adalah:
1. Islam melarang para pegawai negara menerima harta selain dari gaji atau tunjangannya. Seperti suap apapun bentuknya. Mereka juga tidak boleh menggunakan harta yang ada dalam tanggung jawabnya. Karena hal ini akan termasuk menjadi harta ghulul atau harta yang didapatkan dengan cara yang curang. Selain itu mereka juga dilarang memanfaatkan jabatan dan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi ataupun keluarganya.
2. Khilafah akan memiliki Badan Pengawasan atau Pemeriksa Keuangan. Syeikh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Al Amwal fi Daulah Khilafah menyebutkan bahwa untuk mengetahui apakah para pejabat dalam instansi tersebut melakukan kecurangan atau tidak maka akan ada pengawasan ketat dari Badan Pengawas atau Pemeriksa Keuangan. Hal ini pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab yang mengangkat pengawas yaitu Muhammad bin Maslamah yang mana beliau bertugas untuk mengawasi kekayaan para pejabat. Khalifah Umar bin Khattab memerintahkan agar kekayaan para pejabatnya dihitung sebelum dan sesudah menjabat. Jika harta tersebut bertambah sangat banyak tidak sesuai dengan gaji selama masa jabatannya maka harta ghulul tersebut akan disita oleh negara dan akan dimasukan ke pos kepemilikan negara di Baitul Mal.
3. Khilafah akan memberikan gaji yang cukup untuk para pejabat agar para pejabat bisa memenuhi kebutuhan mereka dengan layak. Kebijakan ini juga dihitung dengan sistem ekonomi Islam yang memerintahkan khilafah menyediakan biaya hidup yang terjangkau dan murah untuk kebutuhan dasar seperti sandang pangan dan papan. Sedangkan kebutuhan dasar publik seperti keamanan pendidikan dan kesehatan akan menjadi tanggung jawab khilafah secara mutlak. Alhasil warga khilafah baik itu pejabat ataupun warga biasa akan bisa terjamin kebutuhan hidupnya.
4. Khilafah menetapkan syarat takwa dan amanah sebagai ketentuan, selain syarat profesionalitas ketika mengangkat pejabat atau pegawai negara. Ketakwaan inilah yang akan menjadi pengendali internal agar seorang individu tidak berbuat kemaksiatan dan bisa menunaikan amanah dengan baik dan benar.
5. Khilafah akan menerapkan sanksi ta'zir kepada para pelaku korupsi karena sudah berkhianat kepada negara. Syekh Abdurrahman Al Maliki dalam Nidhomul Uqubat menjelaskan dari Jabir bin Abdullah Rosululloh SAW bersabda, "Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi yang melakukan pengkhianatan (termasuk koruptor), orang yang merampas harta orang lain dan penjambret." (HR. Abu Dawud).
Sistem Uqubat yang diterapkan oleh khilafah akan membawa efek khas yaitu sebagai jawabir atau penebus dosa pelaku kemaksiatan tersebut kelak di akhirat, dan efek zawajir yaitu sebagai pencegah agar masyarakat tidak melakukan perbuatan yang sama. Inilah solusi fundamental yang ditawarkan Islam untuk menuntaskan kasus korupsi di negri ini. Wallahu 'alam bis showab
0 Comments: