
OPINI
Utang Negara Membengkak, Kedaulatan Negara Tersandera
Oleh. Umi Hafizha
Miris, semakin hari utang negara kian membengkak. Melansir dari CNBC Indonesia. Com, 18/1/2023, Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah sampai dengan akhir Desember 2022 mencapai
Rp7.733, 99 triliun. Akan tetapi Kemenkeu mengklaim rasio utang terhadap PDB sebesar 39,57% ini masih dalam batas aman, wajar, serta terkendali yang diiringi dengan disertifikasi portofolio yang optimal.
Namun para pengamat ekonomi politik tidak berpendapat demikian, ekonomi senior INDEF Didik J Rachbini menilai pemerintah saat ini telah mewariskan belasan triliun utang kepada pemimpin yang akan datang. Implikasinya APBN akan habis untuk bayar utang dan utang akan masih banyak.
Sejatinya utang negara merupakan hal rawan, karena ada dua potensi bahaya utang luar negeri bagi kedaulatan negara. Potensi bahaya ada jangka pendek dan bahaya dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, utang luar negeri bisa memukul mata uang domestik dan akhirnya memicu kekacauan ekonomi dan kerusuhan sosial dalam negeri, karena jika utang luar negeri itu jatuh tempo pembayarannya tidak menggunakan mata uang domestik melainkan harus dengan dolar AS. Padahal dolar AS termasuk hard currentcy yang menyebabkan nilai rupiah makin merosot dibanding dolar AS.
Sementara dalam jangka panjang utang luar negeri dapat melemahkan anggaran belanja negara penghutang dan membuatnya tidak mampu melunasi utang-utangnya. Pada saat ini negara-negara kreditor dapat memaksakan kehendak dan kebijakannya yang sangat merugikan negara penghutang.
Kedaulatan negara pun menjadi tersandera ditangan pemilik modal. Hal ini pernah terbukti ketika negeri ini terjerat utang kepada IMF dan Word Bank. Kebijakan subsidi perlahan-lahan dicabut hingga tak tersisa. Selain dampak bahaya tersebut peningkatan utang ini jelas menyebabkan beban berat pada generasi mendatang. Karena pemerintah tentu akan melakukan penekanan pengeluaran dengan mengurangi subsidi dan penambahan pemasukan atau peningkatan pajak, sehingga semakin lama semua sektor akan dikenai pajak.
Dalam membangun negara dengan menggunakan utang merupakan mental sebuah negara yang terjerat paradigma kapitalisme. Hal ini akan membuat penguasa senantiasa menjadikan utang dan pajak sebagai sektor utama pemasukan negara. Sedangkan sektor strategis seperti sumber kekayaan alam yang menghasilkan dana dalam jumlah besar justru dikuasai oleh pemilik modal.
Hal ini sebuah keniscayaan sebab kapitalisme menjadikan negara hanya sebagai regulator untuk memuluskan kepentingan para pemilik modal melalui UU dan sejenisnya. Sehingga negara tidak memiliki kedaulatan untuk mengurus negaranya, termasuk mengurus kekayaan alam yang telah dimilikinya.
Maka dari itu tidak salah jika Direktur Pusat Reset Politik dan Kebijakan Indonesia Saiful Aman mengatakan terkait utang Indonesia yang semakin besar ini adalah gambaran salah satu kriteria kegagalan pemerintah dalam mengelola negara. Kegagalan ini dipicu akibat sistem ekonomi kapitalisme yang memang menguntungkan para pemilik modal.
Sangat berbeda dengan pengelolaan keuangan negara jika diatur dengan perspektif Islam. Allah telah menurunkan Islam sebagai sistem kehidupan, bukan semata sebagai agama ritual. Karena itu Islam memiliki tata kelola keuangan negara yang secara praktis diwujudkan dalam sebuah negara.
Mekanisme pengelolaan APBN dalam negara Islam berpusat pada Baitul Mal. Baitul Mal adalah pos penyimpanan berbagai pemasukan dan pengeluaran negara. Baitul Mal juga digunakan untuk menyebut lembaga yang bertugas memungut dan membelanjakan harta yang menjadi milik kaum muslimin. Lebih rinci dalam kitab Nizhom Iqthisody Syeikh Taqiyudin an-Nabhani menjelaskan sumber pemasukan Baitul Mal terbagi menjadi tiga pos yaitu, kepemilikan negara, kepemilikan umum, dan pos zakat.
Masing-masing pos memiliki sumber pemasukan dan pengeluaran sendiri-sendiri. Pos kepemilikan negara memiliki dua jalur pemasukan yaitu pemasukan tetap yang berasal dari harta kharaj, fai, usyur, ghanimah, jizyah, rikaz, ghulul dan lain-lain. Serta jalur pemasukan insidintal berasal dari pajak.
Jalur pemasukan tetap ini akan memberikan anggaran dalam jumlah yang sangat besar untuk keperluan kenegaraan. Alokasi pos kepemilikan negara digunakan untuk membiayai dakwah dan jihad, administrasi negara, menggaji pegawai negara seperti, guru, tentara, polisi, membangun insfrastruktur negara dan sebagainya.
Adapun pos kepemilikan umum berasal dari pengelolaan sumber kekayaan alam yang dikendalikan secara penuh oleh negara. Pos ini juga menghasilkan pemasukan yang sangat melimpah bagi negara. Alokasi pengeluaran pos ini digunakan untuk menjamin kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, keamanan, sehingga warga negara mendapatkan jaminan tersebut secara gratis dan berkualitas. Atau juga negara menggunakan pos ini untuk memberikan subsidi kepada rakyat sehingga kebutuhan seperti listrik, bahan bakar, dan kebutuhan vital lainnya dapat dijangkau oleh masyarakat dengan harga murah.
Sedangan pos zakat berasal dari harta zakat, baik zakat fitrah ataupun zakat mal, infak, wakaf, dan shadaqah kaum muslimin. Alokasi pengeluaran pada pos ini telah ditentukan oleh syariat kepada delapan asnaf. Negara tidak boleh menggunakan pos ini untuk kepentingan diluar hal itu. Konsep keuangan Baitul Mal ini akan membuat keuangan negara stabil.
Apabila ada goncangan ekonomi negara bisa memperbaikinya dengan cepat. Konsep ini menghindarkan negara dalam jeratan utang yang mengancam kedaulatan negara.
Wallahu'alam bishawab.
Baca juga:

0 Comments: