Cernak
Abi Belajar Menggambar
Oleh. Iis Nopiah Pasni
"Lihatlah, Bun!" seru Abi sambil memperlihatkan gambar hasil goresannya pada buku tulisnya.
"Masyaallah, kerennya," puji Bunda Isna pada Abi, anak ketiganya.
"Keyen," kata Dik Hani ikut memuji dengan suara khas balita yang menggemaskan. Bicaranya belum begitu jelas.
"Abang mau membuat cerita bergambar," katanya sambil terus menggambar dan menulis cerita.
Tentu saja Bunda Isna senang melihat bakat terpendam anaknya itu, sepertinya nanti bisa jadi penulis komik Islami, bisik Bunda Isna pada dirinya sendiri. Lalu ia tersenyum.
"Bunda kenapa senyum sendiri?" tanya Abi yang memergoki Bundanya sedang senyum sendiri.
"Gambarnya jelek ya Bun?" tanyanya lagi dengan wajah kecewa.
"Nggak sayang, Bunda tu senyum karena bangga sama Abang Abi, masih kecil udah kreatif," puji Bunda Isna lalu memeluk anaknya itu. Wajah itu segera menjadi penuh senyuman.
"Bunda, beneran bagus ya gambar Abi?" tanyanya lagi tambah antusias.
"Iya, bagus," kata Bunda Isna lagi, lalu mereka memperhatikan Dik Hani ikut mencoret buku Abangnya.
"Bun, ada yang lebih keren lagi, nih lihatlah, Bun!" seru Abi mengajak Bundanya melihat kelakuan adik bungsunya itu.
"Atuuuu," kata Dik Hani sambil memeluk buku itu.
"Buku Abang, Dik," kata Abi iseng, akhirnya Dik Hani langsung menangis karena buku itu menurutnya punya dia.
"Cup-cup, jangan nangis ya dik, pakailah bukunya itu untuk Dik Hani," kata si Abang membuat Dik Hani tersenyum.
"Bun," teriak si Adik, suara khas Dik Hani mengisi ruangan. Ia berhambur minta dipeluk Bundanya.
Bunda Isna langsung merespon dengan segera bergerak ke arah Dik Hani memeluknya lalu mencium keningnya memberi rasa nyaman.
"Bun, ini si Joni tak sengaja menginjak kaki si Aska," kata Abi menceritakan gambar karyanya.
"Akh," kata si Aska kesakitan kakinya terinjak Si Joni," cerita Abi lagi pada Bundanya.
"Lalu si Joni meminta maaf pada si Aska, Maaf ya aku tak sengaja," kata Abi bercerita dengan antusiasnya.
"Aska maafin apa nggak, Bang?" tanya Bunda Isna penasaran.
"Trus Aska jawab " Iya, ku maafkan," begitu ceritanya Bun," kata Abang Abi penuh percaya diri.
"Lalu mereka berangkulan, saling menyayangi dan bermain bersama," kata Abi pada Bundanya.
"Masyaallah, keren pokoknya, Bang," kata Bunda Isna pada anaknya itu.
"Iya benar ya Bang, harus saling memaafkan seperti dalam HR.Ath-Thabrani yang berbunyi:
اسمØوا ÙŠØ³Ù…Ø Ù„ÙƒÙ…
Artinya: "Maafkanlah, niscaya kamu akan dimaafkan (oleh Allah)," (HR. At-Thabrani).
"Ternyata kalau kita mau memaafkan, Allah juga akan memaafkan kita ya Bun," kata Abi antusias.
"Bun, Abang ingin jadi anak tangguh yang saleh dan muslih!" kata Abi penuh semangat.
"Iya, Aamiin. Semoga Allah mengabulkan," kata Bunda Isna sambil tersenyum melihat kedua anaknya.
"Bun, Ni," kata Dik Hani pada dirinya sendiri.
"Oh iya, Dik Hani juga ya seperti Abang jadi anak tangguh, saleha dan musliha, Aamiin," kata Bunda Isna, Dik Hani langsung mengacungkan jempolnya ke arah Bundanya lalu berkata dengan lucunya.
"Mantap, Bun," kata Dik Hani.
Tentu saja Abi dan Bunda Isna langsung saling memandang, mereka tersenyum melihat tingkah Dik Hani itu, lalu buru-buru mereka pun meniru gerakan Dik Hani dengan mengacungkan jempolnya dan berkata hampir berbarengan.
"Mantap," kata mereka lalu tertawa bersama.
Bahagia itu memang sederhana dan mudah, ternyata.
Mengisi hari dengan kegiatan bermanfaat, terus belajar bersama tak lupa ibadah.
Azan Zuhur berkumandang, Abi langsung mengambil air wudu dan segera ke masjid terdekat rumahnya. Dik Hani mau ikut juga.
"No, No, No, Adik salat Zuhur di rumah bareng Bunda ya," kata Abang Abi lalu memberi salam dan keluar rumah menuju masjid. Lalu Dik Hani dan Bunda Isna bersiap salat Zuhur di rumah.
0 Comments: