Oleh. Muflihah S Leha
Ais adalah gadis kecil yang berusia lima tahun. Ia adalah perempuan yang paling cantik, karena terlahir sebagai seorang putri sendirian. Adik dan kakaknya laki-laki, jadi Ais-lah yang paling cantik. Jarak usia adik dan kakaknya tidak terlalu jauh. Mereka selalu bermain bersama, bercanda dan bersuka ria.
Hari Minggu adalah hari libur. Biasanya mereka selalu bermain bersama. Namun akhir-akhir ini, banyak anak-anak yang ketakutan, karena ramainya pemberitaan di media tentang penculikan anak yang sedang hangat di diperbincangkan.
Ketika Amjad keluar rumah, Ais merengek, "Mas, Ais ikut ...."
"Ikut ke mana?" sahut mamasnya dengan nada kesal. Amjad sedang terburu-buru mau pergi ke warung untuk jajan.
Ais pun mengikuti mamasnya dari belakang, "Ngapain sih kamu ikut, sana pulang! Banyak penculik," bentak mamasnya. Ais pun menangis.
Amjad berlari meninggalkan adiknya yang menangis. Ibunya yang sedang memasak di dapur sudah paham dengan tingkah laku anak-anaknya.
"Ais, sini Nak! Bantuin mama saja," teriak ibunya
Dede yang masih tidur terbangun mendengar tangisan kakaknya. Ia berjalan menuju ke dapur dan melaporkan ke ibunya.
"Ma ..., Kakak menangis...," lirih suara Zayn memberi tahukan ke ibunya.
"Kakak menangis?" tanya ibunya dengan nada gemas. Melihat si dede yang baru bangun tidur di siang bolong, tapi memang itu kebiasaan si dede bangun siang, padahal tidurnya selalu terakhir. Ketika yang lain sudah tidur semuanya, si dede baru bisa tidur. Namun ketika yang lain masih ada yang bersuara, Zayn pun masih bermain.
"Iya Ma?" sahut Dede meyakinkan ibunya ketika ibunya balik bertanya.
"Coba Dede tanya kakak, kenapa menangis?" pinta Ibunya.
Zayn pun berjalan keluar menuju kak Ais yang sedang mengusap matanya.
"Kak, kenapa kakak menangis?" tanya Zayn
"Kakak gak boleh ikut mamas pergi," jawab Ais pelan.
"Yuk! Dek main pasir?" ajak Ais yang tiba-tiba sumringah.
Adiknya menyambutnya dengan senang hati.
Mereka pun asyik bermain tanah dicampur air.
"Yuk! dek, cari daun," pinta Ais sambil pergi yang diikuti oleh adiknya.
"Hai, mau ke mana?" tanya Amjad yang tiba-tiba muncul.
"Jangan jauh-jauh lagi ramai. Banyak penculikan anak-anak kecil," tandas Amjad menakut-nakuti adik-adiknya, padahal dia sendiri juga masih belum dewasa.
"Lari dek takut penculik...," teriak Ais sambil berlari yang diikuti adiknya.
"Main di sini saja yuk-lah, Dek...," pinta Ais kepada adiknya.
Amjad pulang dengan membawa batang pohon singkong yang begitu panjang mengagetkan ibunya.
"Assalamu 'alaikum.." ucap Amjad setiap masuk ke rumah.
"Wa'alaikum salam, Astaghfirullah...," sambut ibunya yang hampir saja mukanya terkena batang pohon singkong itu.
"Ngapain bawa gituan, Nak?!"
"Buat jaga-jaga kalau ada penculik," jawab Amjad serius.
"Penculik... Dimana?" tanya ibunya.
"Ih... Mama gak tahu sih, lagi ramai banget anak-anak diculik, dijual organ tubuhnya. Masak mama gak tahu?" jawab Amjad serius.
"Ma, beliin Amjad pisau kecil buat jaga-jaga," pinta Amjad yang mengagetkan ibunya.
"Pisau?" ulang ibunya yang merasa resah menanggapi berita penculikan yang sedang ramai. Namun melihat tingkah laku anaknya yang berlebihan, justru membuatnya khawatir.
"Kemarin Ais gak mau mengaji karena ketakutan, kamu jangan bikin Ais tambah takut...,"
"Lah, emang," potong Amjad
"Iya, bagus sih... untuk selalu waspada, tapi yang mau mengaji jangan ditakuti. Minta perlindungan sama Allah. Hidup dan matinya seseorang itu kan sudah ditulis sama Allah. Kapan waktunya, dan di mana tempatnya. Masa sih... Gara-gara ramai berita penculikan jadi gak ngaji. Kan rugi...."
"Amjad tetap ngaji, tetap sekolah," jawab Amjad sambil pergi meninggalkan ibunya.
"Yuk, Dek main sama mamas," pinta Amjad yang disambut girang oleh Ais dan adiknya.
"Main di mana mas?" teriak Ais sambil mengikuti mamasnya.
"Main di kebun. Buat rumah-rumahan," jawab Amjad sambil berjalan menuju kebun yang tidak jauh dari rumahnya.
Anak-anak kampung hidup di desa pegunungan. Banyaknya kebun yang masih tumbuh di pekarangan kosong, pohon-pohon rindang membuat anak-anak riang bermain dedaunan.
"Kalau di kebun tah, gak ada penculik ya mas," tanya Ais untuk menepis rasa takut yang menyelubungi hatinya.
"Iya, nanti kalau ada penculik kita serang," jawab Amjad meyakinkan.
"Tapi kalau ditaruh di karung?" tanya Ais yang masih ketakutan.
"Iya yah, kita kan, masih kecil," jawab Amjad sambil membayangkannya.
"Bacain saja ayat Al-Qur'an," ucap Ais dengan tiba-tiba.
"Memangnya hantu, dibacain Al-Qur'an," bentak Amjad yang tidak percaya.
"Iya, kata mama kita berdoa sama Allah. Nanti malaikat melindungi kita,"
Amjad terdiam dan mulai menepis berita itu dengan mengajak adiknya bermain bersama di kebun.
"Yuk-lah..., main jangan ngomongin itu lagi, jadi gak asyik."
Mereka membuat rumah-rumahan, dari dedaunan, dan pohon-pohon di sekitar pekarangan.
Ia pun menyuruh Ais untuk mencari daun-daun untuk dijadikan atapnya. Karena postur tubuh Ais yang masih kecil, ia pun tidak bisa mengambil daun pisang, seperti yang diinginkan mamasnya. Ia hanya mampu mengambil dedaunan yang pendek,.
"Nih, mas daun talas besar-besar," Disodorkannya dedaunan itu yang langsung ditata oleh Amjad.
Butuh waktu yang lumayan lama. Dan gubug ala Amjad pun jadi. Mereka tiduran sambil bercerita.
Adzan Zuhur berkumandang. Mereka pun menikmati semilirnya angin dengan rebahan, panasnya matahari tidak menyengat tubuhnya, karena terhalang oleh pohon-pohon yang rindang.
Semilirnya angin membuat Ais merasa ngantuk. Hanya dalam hitungan detik, mata Ais pun terpejam yang disusul oleh Amjad. Karena Zayn sendirian, ia pun memaksakan diri untuk tidur.
Usai menyiapkan makan siang, ibu Ana memanggil anak-anaknya. Ketika tidak ada yang menyahut teriakannya, ibu Ana mulai panik,
"Ke mana Ais dan Zayn, kok tumben gak ada suaranya?" bisiknya dalam hati.
Iapun bergegas mencarinya. Namun tidak juga ditemukan. Ibu Ana mulai panik, Ia pun berlarian mencari di rumah-rumah tetangganya. Namun tak ada satupun yang mengetahui keberadaannya.
Karena ramainya berita penculikan anak, wargapun ikut panik, "Ayo! Bu, kita cari bersama-sama," teriak bu Maya yang begitu paniknya.
"Yang sabar Bu Ana, pasti ketemu," ucap bu Maya
"Iya aamiin, saya juga yakin. Mudah-mudahan tidak ada apa-apa."
Mereka pun berpencar mencari Ais dan Zayn.
Tidak butuh waktu lama, suara riuh tawa terdengar dari belakang rumah yang tersekat oleh kebun-kebun.
Mereka pun serentak berlarian menuju tempat yang sedang ramai itu.
"Astaghfirullah ...."
Ais dan Zayn pun terbangun karena berisiknya suara. Mereka merasa bingung karena sudah dikelilingi oleh banyak orang yang menertawakannya. Zayn pun menangis dan langsung dipeluk oleh ibunya.
Tamat
0 Comments: