Oleh. Ana Mujianah
"Faaza ... ngaji yuuk!" panggil Aldi di depan pagar rumah Faza. Jam empat sore, Aldi sudah menjemput Faza untuk mengaji bersama di masjid komplek perumahan.
"Iya Al, tunggu sebentar!" sahut Faza dari dalam rumah.
"Bun, buruan pakein sarungnya. Aldi sudah nyamper tuh." Faza bergegas mengambil sarung, baju koko, dan peci putih miliknya. Setelah rapi, Faza berpamitan kepada bundanya.
"Bun, Faza ke masjid dulu ya."
"Faza, nanti kalau ikut salat Magrib berjamaah, nggak boleh bercanda ya. Karena masjid itu ...?" tanya Bunda Yana untuk mengingatkan Faza.
"Rumah Allah, bukan tempat bermain," sahut Faza singkat. Bocah laki-laki itu segera berlari keluar menemui Aldi. Bunda Yana juga ikut keluar untuk memastikan Faza dan Aldi berangkat ke masjid.
"Aldi, nanti pulang ngajinya sama-sama lagi ya. Temannya ditungguin ya, Nak," pesan Bunda Yana. Soalnya, Bunda teringat kejadian kemarin malam. Faza pulang mengaji sambil menangis.
"Faza, kenapa menangis, Nak?" tanya Bunda Yana malam itu. Bunda bingung melihat Faza datang-datang sesenggukan.
"Faza kenapa? Ditegur Pak Ustaz, karena Faza bercanda di masjid?" Faza menggeleng sambil mengusap air matanya.
"Atau ... berantem sama temannya?" Faza diam menahan isak tangis. Faza masih belum menjawab pertanyaan bunda. Tangisnya pun semakin kencang. Lalu, Bunda Yana segera memeluk putranya.
"Faza mau cerita sama Bunda?" tanya Bunda Yana setelah Faza tenang.
"Tadi, Faza ditinggal, Bun. Aldi dan teman-teman yang lain lari ninggalin Faza." Faza mulai bercerita meski masih sedikit sesenggukan.
"Owh begitu. Terus Faza kenapa menangis? Faza kan bisa pulang sendiri. Anak laki-laki harus berani. Nggak boleh cengeng," sahut bunda sambil mengelus-elus kepala Faza.
"Iya, tapi ...." Faza tidak melanjutkan kata-katanya.
"Tapi kenapa?" selidik bunda.
"Kata Aldi, di bawah pohon mangganya Pak RT ada hantu, Bun. Faza takut lewat situ sendirian." Bunda Yana menggeleng pelan mendengar alasan Faza.
"Faza ... Faza. Masak anak sholeh takut sama hantu. Habis pulang ngaji pula. Harusnya hantu yang takut sama anak yang suka ke masjid dan rajin mengaji."
"Tapi, jalan di depan rumah Pak RT gelap, Bun. Serem!" Faza berusaha membela diri.
"Iya ... Bunda tahu. Tapi, Faza nggak harus takut sama hantu. Kan ada Allah bersama Faza. Takutnya sama Allah, bukan sama hantu!" Faza menatap bunda serius.
"Lagian, di depan rumah Pak RT, insya Allah nggak ada hantunya, Nak. Aldi hanya sengaja nakut-nakutin Faza."
"Iya, Bun. Insya Allah besok Faza berani pulang sendiri. Faza nggak takut lagi." Nasihat bunda malam itu benar-benar diingat oleh Faza.
***
Saat di masjid, Faza berusaha tertib saat salat Magrib berjamaah. Faza ingat nasihat bunda bahwa masjid adalah rumah Allah bukan tempat bermain. Selesai salat, Faza ikut berzikir dan berdoa. Karena Faza lama, Aldi dan teman-teman yang lain akhirnya pulang duluan. Faza ditinggal lagi.
"Ustadz Hamid, lihat Aldi nggak?" tanya Faza setelah berzikir.
"Oh, Aldi dan yang lain tadi, Bapak lihat sudah pada pulang," sahut Pak Mamat.
"Yaah, aku ditinggal lagi," ucap Faza lirih. Wajah Faza seketika langsung berubah muram.
"Kamu kenapa, Faza?" tanya Ustaz Hamid.
"Eng-nggak papa, Ustaz." Faza menggeleng cepat.
"Faza nggak berani pulang sendiri?" Faza terdiam sejenak mendengar pertanyaan Ustaz Hamid. Faza teringat pesan bunda, anak saleh nggak boleh takut, harus berani. Karena ada Allah bersama kita.
"Insya Allah Faza berani pulang sendiri, Ustaz," jawab Faza mantab.
"Alhamdulillah. Gitu dong. Ini baru anak hebat." Ustaz Hamid menepuk-nepuk bahu Faza.
"Oh ya tunggu, Faza," panggil Ustaz Hamid sebelum Faza keluar masjid.
"Tadi Pak RT kasih pizza. Tadinya mau Ustadz bagi-bagi tapi nggak cukup. Karena tinggal Faza, pizzanya Ustadz bagi sama Faza aja." Ustaz Hamid memberikan sekotak pizza kepada Faza.
"Anggap aja ini hadiah dari Ustaz karena hari ini Faza tertib salatnya."
"Wah, makasih banyak, Ustaz." Faza menerima kotak pizza itu dengan senyum lebar.
TAMAT
0 Comments: