Cernak
Allah Ciptakan karena Sayang
Oleh. Muflihah S Leha
Althaf mondar-mandir merasa resah. Tidak biasanya teman-temannya meninggalkannya. Sudah jadi kebiasaan ketika berangkat mengaji, mereka selalu berangkat bersama. Namun hari ini Althaf ditinggal oleh teman-temannya, padahal azan Zuhur baru saja berkumandang. Itu artinya masih terlalu awal, karena masuknya jam 13:00 siang. Usai mandi, hujan tiba-tiba datang dengan derasnya. Ia pun gelisah.
Althaf sangat senang sekali memakai baju gamis dengan kerudungnya. Ia pun bolak-balik melihat kaca di kamarnya, bedak 'My Baby' sudah menempel di pipi putihnya. Meski sudah ditinggal oleh teman-temannya, Althaf masih tetap semangat untuk berangkat mengaji.
"Nak, masih hujan sini makan dulu, biar mama suapin," pinta Ibu Althaf dengan lembut.
Althaf pun menuruti ibunya. Ia segera menghampiri dan duduk di depan ibunya.
"Berdoa," pinta Ibunya
Althaf langsung melafalkan doa sebelum makan dengan nyaring.
"Ma, hujan semakin deras, bagaimana ngajinya?" keluh Althaf yang sedang semangat-semangatnya mengaji.
"Berdoa saja, semoga hujannya segera berhenti," jawab mamanya menenangkan.
"Kenapa hujan sih, Ma...?" tanya Althaf sambil menatap ke arah langit.
"Nak, hujan adalah Rahmatullah, banyak sekali manfaatnya," jawab ibu Althaf.
"Tapi Althaf jadi gak bisa berangkat?"
"Nak! Hujan itu bukan penghalang...,"
"Ya udah, ayo! Berangkat," pinta Althaf.
Ibunya terdiam merasa bingung, sepeda tidak ada. Payung sudah rusak. Teman-temannya sudah berangkat.
"Nak, Libur dulu sehari gak papa ya? Nanti mama izinkan ke ustadzah."
"Lah..., Gak mau, nanti Althaf ketinggalan jilid," rengek Althaf yang sedang semangat mengaji, dan berkejaran bersama anak yang lain.
"Gimana ya..., Mama juga bingung," keluh mamanya sembari berjalan menuju ke kamar tidur.
Althaf mengikuti ibunya yang tiduran di atas kasur.
"Tidur siang saja ya..., mama juga ngantuk nih."
Althaf terdiam dan memeluk ibunya, lambat-lambat ibunya memejamkan mata.
Sudah menjadi hobinya, Althaf menyanyi dan salawatan. Mulutnya pun menyanyikan lagu kesukaannya.
"Ilahana..., Ya, ilahana... Yasir lana umurana,
Allah ya Rab...
Allah ya Rabi.. mudahkanlah.., Urusan kami, agama kami... Dunia kami... Wahai Allah yang mengetahui."
Mendengar suara Althaf yang begitu menghayati lagu itu, ibunya pun terbangun, dan mengaminkan setiap bait yang dilantunkan oleh anaknya. Walau pada hakikatnya, Althaf belum tahu makna dari setiap baitnya.
"Mama gak jadi tidur?" tanya Althaf yang melihat ibunya bangun.
"Kayaknya hujannya sudah reda Nak," jawab ibunya sembari keluar dari kamar. Ditengoknya jam dinding yang menempel di tembok.
"Belum jam 1. Yuk, Berangkat!" ajak mama dengan buru-buru.
Althaf pun tersenyum kegirangan.
"Iya, Ma hujannya sudah berhenti."
Althaf pun bersiap-siap dan segera mengambil tas yang sudah disiapkan.
Dituntunnya tangan kecil yang lembut. Dengan hati-hati, mereka berjalan menyusuri jalan yang baru saja diguyur hujan meski masih ada sisa gerimis kecil.
"Alhamdulillah ya, Ma, hujannya sudah berhenti," ucap Althaf dengan gembira.
"Iya, Allah mengabulkan doa-doamu tadi. Allah memudahkan urusanmu sayang, Masya Allah," gumam ibunya sambil mencium pipi Althaf yang begitu menggemaskan.
"Tuh, pohon-pohon tampak segar diguyur hujan," ucap ibunya sembari mengacungkan jarinya ke arah pepohonan.
"Bisa dibayangkan kan... bagaimana kalau Allah tidak menurunkan hujan? Jadi hujan itu manfaatnya banyak...sekali. Iya kan?" tanya mama Althaf
"Iya Ma," jawab Althaf sembari berpikir.
"Semua itu Allah ciptakan karena...?"
"Sayang," jawab Althaf dengan cepat.
Tidak terasa sudah sampai di tempat Althaf mengaji.
"Sampai di sini gak papa Ma," pinta Althaf sembari mengulurkan tangannya.
Ibunya menyambutnya sembari mencium pipinya.
"Assalamu 'alaikum," ucap Althaf berpamitan.
"Wa'alaikum salam," jawab ibunya sembari memandang setiap langkah anaknya menuju ke TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) tempat anaknya menuntut ilmu. Karena jarak yang masih agak jauh, bolak-balik Althaf memutar badannya dan melambaikan tangannya melihat ibunya yang semakin tampak jauh.
Ketika Althaf sudah tidak terlihat, ibunya pun kembali dengan cepat. Baru saja langit tampak putih merata seketika menjadi hitam. Ia pun berlari.
Setibanya di rumah, ia segera melepas kaos kaki yang basah, dan mengganti bajunya yang terkena air. Usai berganti baju, ia kembali masuk ke kamar. Baru saja merebahkan badannya, terdengar hujan begitu derasnya.
"Alhamdulillah, subhanallah," gumam ibu Althaf yang merasakan hujan itu berhenti seolah-olah hanya untuk mengantarkan Althaf mengaji.
"Ya Allah lindungilah Althaf di manapun ia berada. Jauhkanlah ia dari segala marabahaya. Berikanlah ia ilmu yang bermanfaat,.."
Ucapan doanya terbawa ke dalam mimpi siang yang begitu lelap.
"Assalamu'alaikum."
Suara Althaf yang begitu keras membangunkan tidurnya.
"Wa'alaikum salam. Eh.. sudah pulang, Nak," sambut ibunya yang masih merasa berada di dunia mimpi.
"Hujannya sudah reda?" tanya ibunya.
"Iya, sudah Ma. Tadi hujan gede...banget waktu Althaf sedang mengaji."
"Alhamdulillah..., Kamu gak kehujanan, dan tetap bisa mengaji. Itu tandanya, Allah...?"
"Sayang," jawab Althaf dengan cepat.
Mereka bercanda dan bercerita dengan penuh bahagia. Tidak terasa jarum jam menunjukkan angka 15:30.
"Yuk, siap-siap salat ashar, sebentar lagi adzan."
"Ayuk!" sambut Althaf dengan hati senang.
****
0 Comments: