Headlines
Loading...
Oleh. Choirin Fitri

Matahari mulai tinggi. Sinarnya yang hangat membuat bersemangat. Apalagi akhir pekan ini Jundi dan teman-teman sekelasnya akan diajak berkemah untuk pertama kalinya. 

"Mas, sudah siap semua perbekalan untuk kemahmu?" Suara Bunda Aini terdengar dari dapur. Ia sedang menggoreng nasi goreng untuk sarapan putra sulungnya. 

"Alhamdulillah sudah siap, Bunda. Tinggal sarapan dan Jundi siap berangkat berkemah," ucap Jundi bersemangat. Ia duduk manis di kursi meja makan. 

"Alhamdulillah kalau begitu," sahut Bunda Aini sembari meletakkan sepiring nasi goreng di depan putranya. 

"Bismillah." Jundi berdoa sebelum menyantap sarapannya. 

Setelah sarapan, ia bergegas memasukkan sebotol air mineral dan sekresek camilan yang telah disiapkan bundanya. Lalu, berpamitan pada dua adiknya dan bundanya. Ia telah siap diantar ayah ke sekolah. 

Teman-teman Jundi telah berkumpul. Mereka sudah siap berangkat ke bumi perkemahan di Coban Talun Kota Batu. Hari ini hanya kelas 4 dan 5 putra yang berkemah. 

Riuh rendah suara teman-teman Jundi memasuki angkot. Mereka duduk rapi dengan tas besar yang ada di pangkuan. 

"Anak-anakku yang disayangi Allah, ayo kita berdoa naik kendaraan darat sebelum berangkat!" Pak Ihsan yang duduk di bangku dekat pintu angkot memberi arahan. 

Setelah membaca basmallah, Jundi dan teman-temannya membaca doa, "Subhaanal-ladzii sakh-khoro lanaa haadzaa wa maa kunnaa lahu muqriniin. Wa innaa ilaa robbinaa lamunqolibuun." 

"Hai, Jundi ayo kita bermain tebak-tebakan," ajak Alif yang duduk di seberang Jundi.

"Ayo! Siapa takut?!" 

"Yang kalah harus menjawab pertanyaan yang menang ya?" 

"Oke?" 

Keduanya beradu suit batu gunting kertas. Alif batu dan Jundi kertas. Berarti Jundi mendapatkan giliran untuk bertanya. 

"Bis, bis apa yang bisa masuk botolku ini?" Jundi mengacungkan botol minumannya.

"Gampang. Bis mainan," sahut Alif. 

"Salah." 

"Bis kecil tayo," ucap Ari yang duduk di samping Jundi ikut menjawab. 

"Salah juga," ucap Jundi tertawa. 

Teman-temannya yang lain ikut berpikir. Sayangnya tidak ada yang mampu menjawab dengan tepat. 

"Bisa teh. Bisa susu. Bisa air putih. Bisa jus." Jundi tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi teman-temannya saat dia memberi jawaban. 

"Okelah aku kalah sekarang. Ayo suit lagi," ajak Alif. Ia memenangkan suit dan bersiap-siap memberi pertanyaan. 

"Kenapa Allah tak terlihat?" 

"Itu sih bukan tebak-tebakan tapi pertanyaan pelajaran agama."

"Terserah akulah," sahut Alif terkekeh. 

Jundi berpikir keras. Ia memandang teman-temannya yang menggeleng-gelengkan kepala tanda tidak bisa membantu. 

"Aku nyerah deh. Apa jawabannya?" 

"Aku pun tak tahu," jawab Alif terkekeh, "kita tunggu jawaban dari Pak Ihsan."

"Huuuuuuuu," suara bergema dari semua teman-teman Jundi. 

"Sudah-sudah, nanti bapak jawab! Ayo segera turun! Kita sudah sampai." Pak Ihsan turun dari angkot. 

"Horeeeeee," seru murid-muridnya kompak. 

Mereka bergegas mengikuti arahan dari kakak pembina Pramuka. Mereka dibagi menjadi 5 kelompok dan disediakan tenda untuk setiap kelompok. Beruntung Alif dan Jundi masih satu kelompok. Mereka juga mendapat guru pendamping pak Ihsan.

Kegiatan pagi dimulai dengan penuh semangat hingga azan Zuhur berkumandang. Selepas menunaikan salat dan makan siang, Alif menagih janji Pak Ihsan untuk menjawab pertanyaannya. 

Pak Ihsan membawa botol air mineral yang besar. Ada air mineral yang mengisi sepertiga botol. 

"Ayo, coba diingat-ingat pelajaran kelas 3 tentang wujud benda. Ada berapa wujud benda yang Bapak pegang ini?" 

"Tiga, Pak," jawab Ikal. 

"Sebutkan, Alif!" 

"Botolnya benda padat. Air dalam botol benda cair. Ehhhmm, yang tidak terlihat dalam botol benda gas. Betul tidak, Pak?" 

"Seratus untuk kamu." 

Alif tersenyum bahagia. Jundi tidak sabar, ia bertanya, "Lalu, Pak apa hubungannya dengan pertanyaan Alif?" 

"Begini. Kalian lihat kan dalam botol ini ada wujud benda yang tidak terlihat! Tapi, ada 'kan?" 

Semua mengangguk.

"Coba sini! Apa yang kamu rrasakan?" Pak Ihsan memencet botol yang tutupnya baru dibuka ke wajah Jundi.

"Ada aliran udara, Pak."

"Benar. Sekarang kalian semua menengadahkan tangan di depan mulut!"

Jundi dan teman-temannya bergegas melakukan perintah. 

"Sekarang tiup! Lalu, tangkap apa yang kalian rasakan!" 

"Tidak bisa, Pak," ucap Aldi. 

"Meski tak terlihat udara dari mulut kalian bisa dirasakan bukan?" 

Semua kompak menjawab, "Bisa." 

"Sekarang coba perhatikan pohon yang di sana itu! Kenapa bisa bergoyang?" 

"Karena, terkena angin," jawab Jundi.

"Benar. Lalu, awan yang di atas sana. Kenapa bisa bergerak dan berpindah tempat pula."

"Karena angin juga, Pak," jawab Alif. 

"Nah, angin, udara, gas dalam botol tidak terlihat bukan? Tetapi, kalian yakin ada?" 

Semua kompak mengangguk. 

"Itu artinya sesuatu yang tidak terlihat belum tentu tidak ada. Allah mengajarkan pada kita, makhluknya, ciptaannya yang berwujud gas tidak terlihat tetapi kita bisa meyakini ada."

Pak Ihsan mengedarkan pandangannya pada 15 muridnya yang menunggunya melanjutkan penjelasan. 

"Lalu, apa susahnya kita meyakini Allah itu ada meski tak terlihat? Berarti Allah ada 'kan?" 

"Ada," sahut mereka kompak. 

"Siapa yang mau melihat Allah?" 

Semuanya mengacungkan tangan. 

"Allah hanya bisa kita lihat di surga-Nya kelak. Hanya orang-orang yang beriman dan bertakwa yang bisa melihatnya. Kalian mau." 

"Insyaallah," sahut mereka bersemangat. 

Batu, 2 Januari 2023

Baca juga:

0 Comments: