Oleh. Firda Umayah
Pagi itu, Ana sudah siap berangkat ke sekolah. Anak kelas dua SD itu sudah merapikan semua peralatan sekolah ke dalam tasnya. Seperti biasa, Al-Qur'an tak pernah ketinggalan ia bawa. Ia senang karena sudah naik tahsin juz 4.
"Ayah, cepetan ayah. Nanti aku terlambat," rengek Ana pada ayah agar segera diantarkan ke sekolah.
"Sabar, Kakak. Ini masih jam setengah tujuh. Kamu masuknya kan jam delapan, sama kayak kerja Ayah," kata ayah.
Ayah terlihat masih sibuk mengelap motor matic berwarna hitam.
"Ibu, kalau gitu, aku diantar ibu aja biar cepat," pinta Ana kepada ibunya.
"Diantar ayah saja ya. Nanti adik bayi enggak ada yang jaga. Kan dia masih tidur. Nanti kalau dia bangun, terus minta nenen gimana?" jawab ibu.
"Ibu, ayah lama banget. Kalau gitu, aku berangkat sendiri aja deh. Jalan kaki," pinta Ana dengan wajah cemberut.
Ana masih saja mondar mandir di teras rumah. Sedangkan ibunya, masih menyiapkan bekal untuk ayahnya.
Setelah ibu Ana selesai menyiapkan bekal untuk ayah, ibu segera menghampiri Ana dan ayah.
"Ayah, bekal Ayah sudah selesai. Sudah Ibu masukkan ke dalam tas kerja," kata ibu kepada Ayah.
"Iya, Ibu. Terima kasih. Ana sabar ya, Ayah masih mau ambil barang-barang dulu buat persiapan berangkat kerja," kata ayah.
"Ih, dari tadi sabar melulu. Kapan berangkatnya?" jawab Ana kesal.
Ibu segera mendekati Ana dan berkata, "Apa yang dikatakan Ayah itu benar, sayang. Ana tahu kenapa?"
Ana hanya menggelengkan kepala.
"Jadi gini, kita sebagai orang Islam tidak boleh terburu-buru di dalam melakukan sesuatu. Seperti hari ini. Sekarang kan belum jam tujuh. Sedangkan jarak Ana ke sekolah cuma lima belas menit. Kalau nanti Ana sampai di sekolah jam tujuh, tapi masuknya sekolahnya jam delapan, Ana akan kesepian, karena teman-teman Ana belum datang," jelas ibu.
"Terus?", ucap Ana menyimak penjelasan ibu.
"Terus, Ana ingat enggak yang kemarin Ayah katakan tentang sikap terburu-buru?" tanya ibu.
"Sikap terburu-buru itu perbuatan setan, jadi jangan dilakukan. Begitu ya Bu?" jawab Ana.
"Betul, sayang. Ayah kan tempat kerjanya cukup jauh, jadi ayah butuh persiapan untuk berangkat kerja biar tidak ada yang ketinggalan. Jadi, enggak bisa kalau Ana aja buru-buru berangkat," jawab ibu.
Ana mengangguk tanda ia paham. Tas warna ungu gambar boneka beruang masih setia ada di pundaknya. Baju seragam hijau muda kombinasi hijau lumut juga sudah ia kenakan. Tak lupa dengan kerudung dengan warna yang sama.
"Ana, Ayah sudah siap berangkat. Ana juga sudah siap?" kata Ayah yang tiba-tiba keluar dari rumah.
"Siap, ayah," jawab Ana.
"Eh, tunggu dulu. Bekal Ana juga udah dimasukin kan? Tadi Ibu taruh di samping tas Ana," tanya ibu.
"Bekal? Kayaknya...," Ana segera membuka tasnya dan melihat isinya.
"Astaghfirullah, Ana lupa belum masukin bekal Ana, bu. Ayah tungguin Ana sebentar, ya," pinta Ana kepada ayah.
Ana segera berlari ke dalam rumah mencari kotak makan berwarna merah muda itu.
Ia menemukan bekal makannya masih ada di atas meja makan tempat ia sarapan.
Setelah selesai mengambil bekal makan, Ana kembali berlari keluar untuk berangkat bersama ayahnya.
Ana sekarang paham. Mengapa ia tidak boleh terburu-buru. Ana juga bertekad dalam dirinya sendiri kalau ia akan lebih hati-hati sebelum mengambil sikap. Ia akan lebih teliti untuk menyiapkan semua keperluannya.
Ana juga teringat akan pelajaran hadits yang diajarkan oleh ustaz Azhar pada minggu kemarin. Hadits larangan terburu-buru.
Nabi Muhammad saw bersabda, "Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang Allah cintai yaitu mudah memaafkan dan tidak terburu-buru." (HR. Tirmidzi).
0 Comments: