Cernak
Bersyukur di Setiap Keadaan
Oleh. Dewi Irawati Artati
Hujan belum juga berhenti. Sejak siang tadi langit begitu gelap. Angin kencang juga menyertai. Sesekali terdengar suara guruh yang bergemuruh. Seakan hilang harapan untuk kembali terang. Benar saja, hingga sore menjelang, hujan masih turun.
Di sudut ruangan nampak dua orang anak dengan ibunya sedang duduk diruang tengah. Mereka sedang menantikan kepulangan sang ayah. Kedua anak kakak beradik itu adalah Fadhil dan Salwa.
"Kok, ayah belum pulang juga ya, sudah jam segini?" celetuk Salwa memecah keheningan.
"Mungkin sebentar lagi, dek," sahut Fadhil.
"Kita doakan saja, semoga ayah segera pulang, dan dagangannya habis terjual," kata ibu.
"Aamiin" sahut keduanya bersamaan.
Ayah mereka bekerja berjualan es buah. Penghasilannya pun tidak menentu. Tergantung dengan musim dan cuaca. Saat cuaca panas, biasanya dagangannya selalu habis, tapi jika cuaca sedang hujan seringkali masih bersisa.
Di halaman nampak sang ayah sudah datang. Dan menaruh gerobak esnya diteras rumah. Mereka menyambut sang ayah dengan senang.
"Esnya masih sisa banyak. Kalian bersabar ya," ucap ayah agak lesu.
"Alhamdulillah. Berapapun rezeki yang Allah kasih, harus kita syukuri," ucap ibu tersenyum. Sambil melepas jaket sang ayah.
"Ini yah aku bikinin kopi panas kesukaan Ayah," Kata Salwa sambil memberikan secangkir kopi kesukaan Ayahnya.
Ayah menyeruput kopinya. Kemudian disusul Fadhil membawaķan sepirìng singkong rebus. Mereka menikmati singkong rebus itu bersama. Singkong rebus itu adalah persediaan makanan terakhir di hari itu. Sebab uang yang diperoleh hari itu hanya cukup untuk membeli beras dan tempe buat sarapan besok pagi. Sisanya ibu belanjakan untuk bahan es buah.
"Ibu, aku ingin makan sama ayam goreng, sudah lama aku tak makan ayam goreng," rengek gadis kecil berusia tujuh tahun itu.
"Sabar, nak. Semoga besok cuaca cerah sehingga es buahnya bisa laku semua," sahut ibu sambil mengelus kepala Salwa.
Salwa pun mengangguk. Fadhil juga angkat bicara.
"Fadhil juga waktunya beli buku Bu, buku tulis Fadhil sudah mulai habis."
"Iya anak-anak, ayah harap kalian bersabar ya. Apalagi sekarang cuaca lagi tidak menentu. Kadang hujan, kadang cerah. Ayah harap kalian bisa bersabar dan selalu bersyukur disetiap keadaan," ucap sang ayah dengan tenang.
"Betul, apa yang dikatakan Ayah nak. Sebagai hamba Allah yang beriman, kita harus pandai-pandai bersyukur dan bersabar disetiap keadaan, baik senang ataupun sedih," ibu menimpali.
"Kata guru Fadhil, kalau kita bersyukur, maka Allah akan menambah nikmatnya," tukas Fadhil
"Kalau kufur nikmat, maka Azab Allah sangat pedih, itu kata Pak ustadz," sahut Salwa tak mau kalah. Membuat semua tertawa.
"Maasya Allah, kalian sudah tahu rupanya," ucap ibu merasa bangga.
Untunglah kedua bocah itu mengerti dengan keadaan orang tuanya, sehingga tidak menuntut jika memang belum ada.
Adzan maghrib berkumandang. Mereka segera menunaikan sholat maghrib bersama. Usai sholat Fadhil dan Salwa belajar dan mempersiapkan untuk sekolah besok. Sementara ayah beristirahat, dan ibu membuat sirup untuk jualan ayah besok.
***
Keesokan harinya cuaca sangat cerah. Bahkan di siang hari semakin terik. Membuat setiap orang merasa gerah dan haus. Sehingga banyak yang mengantri beli es buah. Belum sampai sore, es buah ayah pun ludes terjual. Dan ayah fadhil bisa pulang lebih awal.
"Alhamdulillah, terimakasih Ya Allah. Semoga rezeki kita hari ini menjadi berkah" ucap ibu dan diaminkan oleh seisi rumah.
Hari ini terpenuhilah kebutuhan mereka. Salwa bersyukur bisa menikmati ayam goreng yang ia idamkan sejak kemarin. Buku Fadhil pun juga sudah terganti dengan yang baru.
Tak lupa juga Fadhil dan Salwa memasukkan sebagian ke dalam kotak amal untuk sedekah. Begitulah kehidupan mereka yang selalu mensyukuri nikmat Allah. Mereka pun juga tak mengeluh bila kekurangan.
Sesungguhnya Allah selalu bersama orang yang senantiasa bersyukur disetiap keadaan. Baik senang atau sedih, lapang atau sempit, mereka tetap bersyukur. Karena mereka yakin Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hambanya.
0 Comments: