Oleh. Ana Mujianah
Faza berjalan mengikuti bundanya dengan mengentak-entakkan kaki. "Bund, capeek!" rengeknya.
"Calon pejuang, baru jalan sebentar masa sudah capek? Rumah Ustazah Yanti dikit lagi tuh," bujuk sang bunda. Hari itu Faza sengaja ingin ikut bunda mengaji. Kebetulan ayah tidak bisa mengantar. Jadi, bunda pergi mengaji ke rumah Ustazah Yanti naik angkutan umum.
"Iya, tapi kaki Faza sudah pegel, Bund." Faza mulai mengeluh lagi. Memang rumah Ustazah Yanti letaknya agak ke dalam dari jalan raya. Tidak ada angkutan umum yang masuk ke dalam. Jadi harus berjalan kaki.
"Anak laki-laki insya Allah kuat. Bersabar, dikit lagi nyampe." Sambil menggendong Adik Husna, bunda terus menguatkan Faza.
"Oh ya, nanti di sana bisa bermain bareng Abid lho. Ayo semangat, anak bunda yang saleh." Bunda Yana tak henti membujuk Faza. Meski setengah cemberut, Faza terus berjalan mengikuti langkah bundanya.
Di sepanjang jalan, Bunda Yana terus mengajak Faza berbicara supaya Faza teralihkan dari rasa capeknya.
"Awas, Kek. Ada motor!" teriak Faza tiba-tiba. Tak berapa jauh di depan Faza dan bunda, ada seorang kakek yang ingin menyeberang jalan dengan kesusahan. Si kakek berjalan pincang dengan bantuan tongkat. Kakek hanya memiliki satu kaki untuk berjalan. Kaki yang satunya lagi tidak ada.
Karena teriakan Faza, pengendara motor yang hendak melintas langsung menghentikan motornya. Pengendara motor dengan sabar menunggu kakek menyeberang pelan-pelan. Tidak ada yang membantu kakek. Faza pun berlari mendekati kakek.
"Ayo Kek, Faza bantu," tawar Faza sambil memegang tangan kiri si kakek.
"Terima kasih banyak, Nak. Kamu baik sekali," ucap si kakek setelah sampai di ujung. Kakek mengusap-usap kepala Faza. Faza tersenyum senang bisa membantu kakek menyeberang jalan.
"Kek, kok sendirian emang kakek dari mana? Kenapa nggak ada yang nemenin?" tanya Faza penasaran.
"Kakek tadi dari masjid seberang, Nak. Ada pengajian Dhuha setiap pagi," jawab sang kakek.
"Emm, kaki kakek kan sakit, kenapa nggak minta anter aja?" tanya Faza sambil menunggu bunda dan adik Husna yang tertinggal di belakang.
"Kakek ingin mendapat pahala sepanjang jalan yang kakek lewati menuju masjid," ucap si kakek. "Meski kaki kakek cuma sebelah, alhamdulillah kakek kan masih bisa jalan. Jadi kakek mau jalan kaki saja. Kalau dianter nanti pahala kakek berkurang." Jawaban sang kakek membuat Faza manggut-manggut.
Faza teringat beberapa saat yang lalu. Baru berjalan sebentar, Faza sudah mengeluh capek. Padahal, kaki Faza lengkap ada dua dan tidak sakit.
"Ayo, Faza," ajak bunda setelah bunda bisa menyusul Faza.
"Kek, Faza pamit ya." Si kakek kemudian mengangguk. Setelah menolong kakek itu, Faza dan bunda melanjutkan perjalanan ke rumah Ustazah Yanti.
"Tunggu, Nak!" panggil sang kakek.
"Tadi di kajian Dhuha ada bagi-bagi bingkisan snack. Nih, buat kamu." Faza menerima bingkisan dari si kakek dengan senang.
"Terima kasih banyak, Kek," ucap Faza sebelum meninggalkan kakek tersebut.
"Bund. Kasian kakek tadi ya, Bund," ucap Faza sambil berjalan di samping bunda.
”Hmm, kasian kenapa?" pancing bunda.
"Iya kasian, Bund. Kakinya kakek tadi kan cuma sebelah. Yang sebelah lagi nggak ada," jawab Faza. "Tapi, kakek tadi selalu pergi ke masjid jalan kaki lho, Bund," tambah Faza.
"Dan ... kakek nggak pernah mengeluh," imbuh bunda membuat Faza menunduk.
"Iya. Padahal kaki kakek cuma satu, jalannya susah lagi. Tapi kakek bersyukur masih bisa jalan," kata Faza menirukan ucapan si kakek. "Alhamdulillah kaki Faza masih lengkap ya, Bund?"
"Terima kasih ya, Allah, yang memberikan dua kaki buat Faza untuk berjalan. Maafin Faza ya Allah kalau Faza belum besyukur atas nikmat-Mu." Bunda tersenyum melihat Faza yang menengadahkan kedua tangan.
"Faza!" sambut Abid di depan pagar rumah Ustazah Yanti. Kebetulan Bunda Abid juga ikut mengaji di rumah Ustazah Yanti. Faza senang bertemu Abid. Faza kemudian membuka bingkisan dari si kakek dan memakannya bersama Abid.
TAMAT
0 Comments: