Headlines
Loading...
Oleh. Ana Mujianah

Ruang kelas 3 tiba-tiba riuh seperti suara lebah berdengung. Ada yang lonjak-lonjak karena senang. Ada yang biasa-biasa saja. Bahkan ada juga yang tampak lesu tidak bersemangat.

Hari itu, di kelas Faza sedang dibagikan hasil ulangan harian Matematika. 

"Hey Faza. Kamu dapat nilai berapa?" tanya Abid mengagetkan Faza. Faza tidak langsung menjawab. Wajahnya tampak murung.

"Nggak dapat berapa-berapa," jawabnya singkat. Faza kembali menagkupkan kepala di meja.

"Ih, ditanya beneran nggak mau jawab. Pelit amat. Dapat nilai berapa sih?" Seperti biasa Abid selalu tidak sabar jika ingin tahu sesuatu. Faza semakin kesal. 

"Apaan sih Abid. Selalu deh, maksa. Kan nggak boleh maksa-maksa," sanggah Faza. Dua bocah itu kemudian sama-sama diam. Karena Faza tidak mau memberitahu nilai ulangan Matematikanya, Abid pun beralih ke meja Aldi. Biasa, Abid selalu ingin tahu nilai teman-temannya. 

Sementara, Faza tidak bersemangat untuk berbagi tentang nilai ulangan Matematikanya. Karena, nilai Faza tidak sesuai yang diharapkan. Faza hanya mendapatkan nilai 6. Faza menyesal tidak mendengarkan nasihat bunda untuk belajar. Saat mau ulangan, Faza justru asyik bermain game.

**
"Assalamu'alaikum. Faza pulang," ucap Faza lesu. Bunda yang sedang menyuapi adek Husna menatap heran. Ada apa dengan anak laki-laki salehnya. Tidak biasanya cemberut. Biasanya, setiap pulang sekolah, Faza selalu ceria. Menyapa adik Husna dan mencubit-cubit pipinya. Tapi, kali ini Faza diam saja. 

"Wa'alaikumsalam," jawab bunda. 

Faza melepas sepatunya dan menaruhnya di rak sepatu. Kemudian menghampiri bunda dan mencium tangannya. Tanpa berkata apapun, Faza langsung masuk ke kamar. Bunda Yana semakin heran.

Setelah menyuapi adik Husna, bunda pargi ke kamar Faza. Bunda ingin tahu apa yang terjadi pada putranya.

"Faza ... ada apa, Nak? Ayo ganti baju dulu. Terus makan." Bunda Yana menyusul Faza ke kamar. Faza masih diam sambil tengkurab di kasur dengan pakaian seragam. 

"Faza?" Bunda Yana mengusap-usap punggung bocah laki-laki itu.

"Tadi gimana hasil ulangan Matematikanya? Sudah dibagi sama pak guru?" tanya bunda. Faza mengangguk, kemudian bangun. Faza mengambil hasil ulangan di tas dan memberikannya kepada bunda.

"Faza dapat nilai 6," ucapnya murung. Soalnya Faza kemaren minta dibelikan sepatu bola. Namun, ayah janji akan membelikan jika nilai Faza 9.

"Nggak papa. Berarti Faza harus lebih giat lagi belajarnya. Dikurangi main gamenya," sabut bunda.

"Berarti Faza nggak jadi dibelikan sepatu bola?" tanya Faza memelas 

"Ya nggak jadi. Kan janjinya kalau nilai ulangan Matematika Faza 9," jawab bunda. Ayah dan bunda sengaja memberikan syarat itu supaya Faza belajarnya sungguh-sungguh.

"Beliin aja, Bund," rengek Faza.

"Kalau Faza mau dibelikan sepatu bola, maka Faza harus berusaha dulu memenuhi syarat yang diberikan ayah. Dapat nilai 9 kalau ada ulangan lagi," tegas bunda.

"Bagaimana supaya dapat nilai 9? Ya ... Faza harus belajar lebih serius. Kalau belajarnya malas-malasan, banyakan main gamenya, ya nilai Faza akan tetap 6. Berarti nggak jadi beli sepatu," lanjut bunda.

"Faza kan sudah berdoa sama Allah, Bund, sebelum ngerjain ulangan kemaren." bela Faza berusaha mencari pembenaran. 

"Berdoa saja tapi Faza males belajar ya tetap nggak bisa. Ingat Nak, Allah itu memang Maha Baik. Tapi Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, kalau kaum itu nggak mau berusaha," nasihat bunda.

"Sama seperti Faza, minta sama Allah tapi nggak mau belajar, ya nggak bisa ngerjain soal." Faza menunduk.

"Iya, Bund. Maafin Faza. Karena Faza tidak mendengarkan nasihat Bunda. Insya Allah Faza akan belajar dengan sungguh-sungguh."

"Ikhlas ya belajarnya untuk mencari ilmu, bukan karena sepatu bola," tegas bunda kepada Faza. Faza pun mengangguk pasrah. Faza berjanji akan belajar lebih serius lagi.

TAMAT

Baca juga:

0 Comments: