Headlines
Loading...
Oleh. Firda Umayah

Budi, begitulah anak-anak memanggilnya. Dia adalah anak laki-laki yang gemuk dengan pipi yang tembem. Suka bercanda dan tertawa. Budi juga anak yang lucu.

Budi hari itu sudah datang sekolah. Ia diantar ibunya yang merupakan seorang petani. Budi hari itu menjadi anak kelas dua yang pertama kali datang ke kelas.

"Kok belum ada yang datang ya. Oh iya, ini masih jam tujuh. Masuknya kan jam delapan. Lebih baik aku keluar kelas aja deh. Menyambut teman-teman ku," kata Budi setelah meletakkan tasnya di kursi.

Budi segera keluar kelas dan ia melihat Ana berjalan memasuki gerbang sekolah. Budi pun menyapa Ana, "Assalamualaikum Ana. Kamu kok datangnya pagi?" ucap Budi.

"Wa'alaikumussalam, Budi. Loh, kamu kok udah datang juga sih?" jawab Ana.

"Iya, Ana. Hari ini orang tua ku waktunya panen padi. Jadi harus berangkat awal ke sawah. Aku juga jadi berangkat awal juga," kata Budi sambil menunjukkan gigi-giginya.

Ana tertawa kecil melihat gigi-gigi Budi yang bagian depannya bolong. Ana segera masuk kelas dan meletakkan tasnya. Lalu mengambil buku catatan tahsin dan menaruhnya di atas meja guru.

"Budi, kamu kok belum naruh buku catatan tahsin?" tanya Ana.

"Nanti saja, Ana. Aku tidak suka kalau disuruh ngaji yang pertama," jawab Budi.

Ana tahu kenapa Budi tidak suka kalau disuruh ngaji pertama. Mungkin karena Budi malu. Kalau ia masih juz dua. Padahal teman Ana yang lain malah ada yang masih jilid lima.

"Ya Allah, mushaf Al-Qur'an ku ketinggalan," kata Budi setelah masuk kelas kembali.

"Lho, kamu tidak menyiapkannya? Kalau kamu lupa enggak bawa, pinjam saja mushaf Al-Qur'an yang ada di mushola sekolah kita," jawab Ana.

"Iya nih Ana. Aku lupa tidak memasukkan ke dalam tas. Karena tadi pagi aku terburu-buru," jawab Budi.

Ana menggelengkan kepalanya. Ia mengingatkan Budi hadis larangan terburu-buru yang minggu lalu diajarkan di sekolah.

Budi terlihat sibuk saat Ana membacakan hadis itu. Ternyata, Budi mengeluarkan bekal makannya dan segera membukanya. Budi tidak hanya lupa membawa mushaf. Ia juga tidak sempat sarapan di rumah.

Budi memakan bekal makan dengan menu sederhana. Nasi, telur dadar dan mie goreng dengan sayur sawi di atasnya. Wajar saja kalau Budi punya tubuh gemuk. Ternyata porsi makan Budi lebih banyak dari porsi Ana.

Sadar kalau Ana melihatnya makan, Budi lalu menyodorkan satu sosis siap makan dari dalam sakunya.

"Ana, kamu mau sosis? Ini ambil saja. Aku masih punya dua," kata Budi sambil menyodorkan sosis ayam yang biasa dijual di warung.

Ana kembali menggelengkan kepalanya. Budi lalu mengatakan kalau dia ingin berbagi seperti perintah Nabi Muhammad saw. Ana pun menerima sosis pemberian Budi. Ana juga mengucapkan terima kasih kepada Budi.

Budi merasa senang karena ia bisa berbagi kepada temannya. Budi ingin disayang Allah dan Nabi Muhammad. 

Hadis untuk berbagi hadiah juga sudah Budi hafal sebulan yang lalu. Bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, 

 ØªَÙ‡َادَÙˆْاتَØ­َابُّوا 
(Tahaaduu tahabbuu)

"Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai." (HR. Bukhari).

Selesai makan, Budi merapikan bekal dan memasukkan ke dalam tas. Ia lalu keluar kelas untuk menunggu teman yang lain datang.

Sedangkan Ana masih tetap di dalam kelas. Ia mengambil mushaf Al-Qur'an dan membaca juz empat. Ana ingin lancar saat membaca Al-Qur'an di depan ustazah Karimah.

Baca juga:

0 Comments: