Headlines
Loading...
Oleh. Ummu Faiha Hasna

"Sibuk kerjo terus!! Lha kapan iso duwe anak?"

"Ga usah ngatur-ngatur aku. 'My body my authority childrenfree'...!"

Sobat muda, berbicara tentang masa depan pernikahan, seperti nanti mau tinggal di mana, mau punya anak berapa dan lain  sebagainya itu harus dipikirkan matang-matang, ya. Jangan sampai bilang saling cinta tapi keinginan berdua berbeda. Ada lho kisah pernikahan suami Istri yang sudah berjalan selama 5 tahun, tapi sang istri tak kunjung mau memiliki buah hati. Sang istri ingin menundanya dan fokus pada karir. Sebaliknya, sang suami sudah lama sekali menunggu. Sang suami khawatir jika umurnya semakin hari semakin menua ketika punya anak, dan anaknya tumbuh besar serta butuh biaya. Akan tetapi suami sudah tidak sanggup lagi untuk bekerja. Sementara sang Istri beralasan menunda punya anak karena asyik bekerja, juga takut jika badannya jadi gendut setelah melahirkan. Kemudian ia tidak bisa lagi asyik berkarir jadi model. Namun apa boleh buat. Sang suami sudah tidak tahan lagi. Akhirnya ia menjatuhkan talak kepada sang istri dan pergi ke Pengadilan Agama untuk mengurus surat perceraian. Kejadian ini terjadi beberapa bulan yang lalu di tahun 2022.

Sudah menikah, tapi rasanya tidak punya istri seperti kisah pasangan suami istri tadi. Tentu bukan ketenteraman yang dirasakan, karena ada kekeliruan pemikiran. Sebab, Menikah tapi tidak ingin mempunyai anak bisa diibaratkan melawan fitrah dan menafikkan tujuan menikah yang telah Allah Azza wa Jalla tetapkan. Meski mempunyai anak itu ketentuan Allah (bisa diberi bisa juga tidak), kalau ada ikrar dalam diri untuk tidak mau punya keturunan, tentu itu adalah pemikiran yang keliru. 

Nah, Sobat muda, kebanyakan dari mereka yang menikah itu takut, khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan anak, memberikan kasih sayang, memberikan pendidikan, dan  memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Ada juga perempuan yang berpikir kalau sudah melahirkan, akan ada perubahan fisik yang terjadi. Sehingga bentuk fisiknya tidak lagi indah. Akhirnya mereka menghindari kehamilan istri yang tidak diinginkan. Ada juga yang berpandangan bahwa punya anak itu repot, menghambat kebebasan privasi, termasuk karir. Semua dalih ini bermuara pada kehidupan saat ini yang dirasakan tidak baik bagi keluarga muslim; dalam masalah pergaulan, ekonomi dan lain-lain yang berujung timbulnya rasa takut bila melakukan pernikahan, akan lahir keturunan.

Secara naluriah, mereka ingin dorongan seksualnya dipenuhi. Namun mereka malah menahan perwujudan naluri yang lain untuk memenuhi hasrat tersebut. Seandainya mereka paham bahwa perwujudan naluri seks dalam Islam itu adalah menyukai lawan jenis, kemudian mereka menikah, lalu si perempuan hamil, kemudian muncul darinya naluri untuk merawat dan mendidik anaknya, menyayanginya, mempunyai keluarga yang besar, ada kasih sayang yang tersalurkan oleh kakek nenek terhadap cucunya, paman terhadap keponakannya; semua itu adalah bentuk manifestasi dari naluri 'jinsiyah' yang indah.

Maka, Sobat, sungguh aneh dan egois bila kita memahami pernikahan itu hanya sebatas memenuhi kebutuhan seksual dan menafikkan perwujudan naluri yang lain. Mengapa muncul pemikiran seperti ini? Hal ini disebabkan adanya paham yang bertentangan dengan Islam, yakni materialisme kapitalis, dan kebebasan individu yang hari ini mendominasi masyarakat.  

Ini tentu jauh berbeda dari Islam. Sebab, dalam pandangan Islam, tujuan pernikahan itu jelas. Tujuan pernikahan adalah untuk melestarikan jenis manusia (mempunyai keturunan). Bila dalam urusan cerai pun ada panduannya dalam Islam, sebagaimana firman-Nya:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya."
(QS. Al-Ahzab: 49)

Lebih-lebih dalam hal pergaulan suami istri, syariat memiliki panduannya sebagaimana yang difirmankan Allah dalam QS. Al-Ahzab: 50, 

Ø¥ِÙ†َّا Ø£َØ­ْÙ„َÙ„ْÙ†َا Ù„َÙƒَ Ø£َزْÙˆَاجَÙƒَ اللَّاتِÙŠ آتَÙŠْتَ Ø£ُجُورَÙ‡ُÙ†َّ

“Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya.”

Dalam surat lain, disebutkan juga bahwa "Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Kemudian Allah mempertanyakan mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?" 

Yang batil itu adalah pemikiran-pemikiran yang bertentangan. Mengapa mereka begitu yakin bahwa mempunyai anak itu merepotkan, beban hidupnya akan menjadi berat, dan lain-lain? Sementara Allah sendiri telah menjamin rezeki yang baik bagi anak hingga cucu. 

Bahkan Rasulullah mendorong para pemuda untuk mencari pasangan yang mempunyai keturunan. 

Nikahilah wanita yang pengasih dan punya banyak keturunan karena aku sangat berbangga karena sebab kalian dengan banyaknya pengikutku.” (HR. Abu Daud, An-Nasa’i dengan sanad hasan)

Wallahu a'lam bishawwab.

Baca juga:

0 Comments: