Headlines
Loading...
Oleh. Dewi Irawati Artati

Di suatu pagi yang cerah, tampak dua gadis kecil sedang menaiki sepeda kecilnya. Mereka adalah Hani dan Sinta. Rupanya mereka akan berangkat ke sekolah. Tetapi ada yang tak biasa. Amira, sahabat mereka tidak bersama mereka. Biasanya sebelum berangkat, mereka berkumpul di pos kamling dekat lapangan desa. 

Karena yang ditunggu tak jua datang, akhirnya Hani dan sinta sepakat melanjutkan perjalanannya menuju sekolah. Dengan semangat 45, mereka mengayuh pedal kuat-kuat karena takut terlambat.

Sesampainya di sekolah, bel tanda masuk pun berbunyi. Setelah parkir sepeda, keduanya langsung berlari menuju kelas. Lalu duduk di bangku. Bu Ani pun datang memasuki kelas 5B, dan segera mengabsen murid-muridnya. Pada urutan ke-tiga Bu Ani memanggil nama Amira. Namun tak ada yang menjawab. 

"Tadi ada yang titip surat Bu, ditaruh di meja bu guru. Mungkin itu surat izin Amira Bu," kata Fadhil sang ketua kelas.

Bu Ani segera membuka surat itu. Benar saja ternyata surat izin dari orang tua Amira.

"Benar anak-anak, ini surat izin Amira, dia sedang sakit," kata Bu Ani.

Hani dan Sinta saling berpandangan. Mereka tampak sedih, karena sahabatnya sedang sakit.

Jam istirahat pun telah tiba. Hani dan Sinta tampak tak bersemangat. Mereka merasa ada yang kurang tanpa kehadiran Amira.

Biasanya jam istirahat begini mereka bertiga makan bekal bersama-sama. Saling bertukar lauk. Seru sekali. Lalu main ke perpustakaan sekolah, membaca buku cerita hingga bel masuk berbunyi.

Akan tetapi kini, semua itu hanya mereka lakukan berdua. Terasa hambar, tanpa gurauan Amira yang suka bercanda.

"Teeet.....teet.....teeeet...!" Suara bel pun berbunyi pada pukul 12.00 tanda pelajaran usai.

Murid-murid pun berhamburan keluar kelas. Termasuk Hani dan Sinta. Mereka segera mengambil sepeda dan mengayuh keluar dari halaman sekolah. 

"Sin, pulang sekolah kita ke rumah Amira, Yuk. Kita jenguk Amira ya," ajak Hani kepada Sinta.

"Ayo, tapi kita bawa apa ke sana? Masak jenguk orang sakit nggak bawa oleh-oleh!" jawab Sinta.

"Oh, itu sih gampang. Aku punya celengan kok di rumah. Kita belikan roti tawar sama susu aja," usul Hani.

"Ide bagus tuh, nanti aku tambahin deh. Aku juga punya uang simpanan kok di dompet," balas Sinta bersemangat.

Mereka pun kembali mengayuh pedal agak cepat dari biasanya. Rupanya mereka ingin cepat sampai ke rumah, agar bisa segera ke rumah Amira.

Setelah sampai di rumah masing-masing, mereka langsung berganti baju menunaikan salat Zuhur dan makan siang. Lalu lanjut menuju rumah Amira.

"Assalamu 'alaikum." Mereka mengucap salam begitu sampai di rumah Amira.

"Wa 'alaikum salam. Eh Hani dan Sinta. Mari, silahkan masuk, Nak. Tuh Amira ada di dalam kamar."

"Amira sakit apa Bu?" tanya Hani.

"Amira demam. Kemarin habis kehujanan sepulang ngaji. Mungkin masuk angin," jawab ibu Amira.

Mereka berdua masuk ke kamar Amira. Tampak Amira berselimut. Begitu melihat Hani dan Sinta, ia tampak gembira.

"Hani...Sinta...," sapa Amira lirih.

"Hai, Amira, cepat sembuh dong. Dunia terasa sepi tanpamu, iya kan Sin," hibur Hani 

"Iya, Amira. Di sekolah tadi, kita jadi nggak semangat karena nggak ada kamu. Jangan sakit lagi loh, ya," Sinta menimpali.

Amira mengangguk tersenyum. Dalam hati, ia bersyukur punya teman yang baik dan peduli. Semangatnya mulai muncul. Serasa sakitnya mulai menghilang dengan kedatangan kedua sahabatnya itu.

"Oh, iya ini kita bawa roti kesukaanmu." Hani mengulurkan tangannya dengan bungkusan.

"Wah, kalian baik banget. Terima kasih sudah peduli sama aku," ucap Amira berkaca-kaca.

Seketika Amira bangun berusaha duduk. Seperti mendapat semangat baru.

"Iya Amira, sama-sama. Kita kan sahabat. Sampai kapan pun kita tetap bersahabat kan," ucap Sinta sambil menatap Hani dan Amira bergantian.

Mereka bertiga berpelukan. Setelah mendoakan Amira, Hani dan Sinta pun berpamitan untuk pulang.

***

Dua hari berikutnya, Amira sudah bersekolah. Mereka bisa berkumpul lagi. Bersama-sama menuntut ilmu, dan bermain bersama lagi. Begitulah persahabatan mereka. Selalu ada di saat senang maupun sedih. Sahabat itu seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh itu sakit, maka, anggota tubuh yang lain pun juga merasakan sakit. 

Dan mencintai saudara sesama muslim itu merupakan salah satu ciri orang beriman. Jadi, cintailah saudaramu seperti engkau mencintai dirimu sendiri. Niscaya Allah juga akan mencintaimu.

Baca juga:

0 Comments: