OPINI
Demi Konten Berakhir Tragis, Generasi Miris Produk Kapitalis
Oleh. Naning Prasdawati, S.Kep.,Ns (Komunitas Setajam Pena)
Jajaran pemerintah Kabupaten maupun pihak kepolisian daerah Bogor tampaknya harus kembali waspada dengan kembalinya fenomena Rojali (Rombongan Remaja Liar) yang gemar menyetop truk demi konten. Terakhir sebuah aksi yang dilakukan oleh seorang pemuda yang tergabung dalam Rojali, tewas usai menghentikan paksa truk dari exit Tol Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat pada Sabtu, 14/01/23 pukul 15.00 WIB. (Kompas.com, 15/01/23).
Keberadaan kelompok ini bahkan telah ada sejak 2020 silam. Demi kontennya menjadi viral dan terkenal, mereka tak segan melakukan aksi-aksi tersebut sekalipun taruhannya adalah nyawa. Berdasarkan penuturan Kepala Polisi Resor Kota Bogor, Kombes Susatyo Purnomo Condro, sejak 2020 hingga hari ini, aksi konyol para Rojali ini telah memakan korban sebanyak 13 orang, 6 orang meninggal dunia dan sisanya mengalami luka berat. (metro.tempo.co, 25/01/23).
Berbagai upaya telah dilakukan, mulai tindakan tegas hingga sosialisasi dan himbauan. Pada Kamis, 12/01/23 lalu, Kasatlantas Polresta Bogor Kota mengadakan acara sosialisasi pencegahan kegiatan Rojali kepada ibu-ibu dan anak-anak warga sekitar Kelurahan Genteng, Bogor Selatan. Kompol Galih Apria menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kota dan Provinsi untuk menindak tegas siswanya yang tergabung dalam Rojali, semisal dengan skorsing atau tindakan tegas lainnya. Selain itu, pihaknya juga akan melakukan patroli ketat bersama lingkungan sekitar. (bogor.pikiran-rakyat.com, 14/01/23).
Begitupun Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bogor, Mustakim, juga menyatakan akan bekerjasama dengan Satpol PP Bogor untuk menjaring anak-anak Rojali, guna di data dan diberikan pembinaan jika mereka terkategori kelompok PPKS (Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial. (radarjember.jawapos.com, 28/01/23).
Di samping itu, Kepala Polisi Resor Bogor, Susatyo juga menghimbau kepada para orang tua untuk berperan aktif dalam mengawasi anak-anaknya, terutama pergaulannya di media sosial. Karena perekrutan anggota Rojali ini bermula dari grup-grup di sosmed. Menurutnya, para orang tua harus tegas melarang anak untuk tidak mengikuti konten-konten ini, serta berani melarang mereka untuk membuat konten-konten yang membahayakan keselamatan jiwanya. (metro.tempo.co, 25/01/23).
Fenomena demikian merupakan cerminan dari bobroknya generasi yang dihasilkan oleh sistem kapitalisme sekuler liberal. Sekularisme yang merupakan landasan tegaknya ideologi kapitalis, telah membatasi agama sekedar menjadi tuntunan ibadah ritual. Akibatnya, agama tidak lagi menjadi petunjuk dalam berpikir dan bertingkah laku. Maka lahirnya generasi-generasi yang berjalan menurut hawa nafsunya dan tidak lagi mengindahkan batasan-batasan agama. Sehingga mereka menyibukkan diri untuk mengejar eksistensi diri, popularitas, dan nilai-nilai materialistik lainnya.
Hal ini diperparah dengan negara yang seolah tidak memiliki visi penyelamatan generasi. Kapitalisme yang menggaungkan kebebasan, menjadikan negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya menjaga generasi atas nama jaminan terhadap Hak Asasi Manusia. Mereka hanya mencukupkan diri pada solusi-solusi pragmatis, seperti penjaringan pelaku, pembinaan, himbauan dan sejenisnya. Terlebih jika solusinya dikembalikan kepada peran orang tua, di mana kondisi mereka, terutama dari kalangan kelas menengah ke bawah, yang masih minim tentang ilmu pengasuhan dan tidak melek teknologi. Jadilah generasi-generasinya mengikuti ke mana arus kehidupan bertiup dan abai terhadap bahaya yang sedang mengintainya.
Persoalan semacam ini tentu akan sangat mudah diatasi ketika negara menjadikan Islam sebagai solusi. Islam ketika diambil oleh sebuah negara dan diterapkan sebagai sebuah sistem, yang disebut daulah Islam, memiliki mekanisme penyelesaian yang komprehensif. Sebab bagi daulah, kualitas generasi berkontribusi penting bagi eksistensi peradaban Islam. Karena itu, Islam memerintahkan seluruh elemen yang ada untuk bahu membahu mendidik generasi. Mencetaknya menjadi sosok-sosok yang berkualitas untuk kemuliaan Islam dan bermanfaat bagi umat. Setidaknya ada tiga lapis penjagaan yang akan dilakukan oleh daulah.
Pertama, dari lingkup terkecil, yakni keluarga. Islam memerintahkan orang tua untuk mendidik anak dengan akidah Islam agar menjadi benteng pertama dan bekal utama dalam berpikir dan bertingkah laku sesuai syariat Islam. Sehingga dengan bekal ini, para generasi memiliki orientasi dan visi hidup yang benar dan tidak mudah terbawa arus. Mereka akan mendedikasikan jiwa dan raganya untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin, tidak akan tergiur dengan iming-iming popularitas maupun keuntungan materiil duniawi, jika yang dipertaruhkan adalah nyawanya. Sesuatu yang terlalu berharga jika hanya untuk menebus kesenangan dunia yang hanya sementara.
Kedua, dalam lingkup masyarakat, ketika para generasi yang sudah terbina akidahnya ini keluar rumah kemudian berbaur dan berinteraksi dengan masyarakat, mereka akan tersuasanakan dengan kondisi masyarakat yang memiliki budaya amar ma’ruf nahi munkar. Masyarakat dalam daulah tidak akan membiarkan kemaksiatan terjadi. Mereka akan menjadi barier kedua setelah keluarga untuk menjaga generasi dari aktivitas-aktivitas yang mendatangkan kemudharatan.
Ketiga, peran negara. Daulah Islam akan menjaga generasi melalui mekanisme yang bersifat komunal. Yakni negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam dimana output generasinya tidak hanya mempunyai kapabilitas keilmuan dan mahir dalam teknologi, namun sistem pendidikan Islam akan mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam. Di mana mereka akan memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Mampu menyelesaikan persoalan hidupnya dengan pijakan solusi yang Islami serta tidak mudah terbawa arus apalagi yang bertentangan dengan akidah dan syariah Islam yang mereka pahami. Ilmu kehidupan yang mereka dapatkan pun, dengan dukungan negara yang membuka seluas-luasnya lapangan pekerjaan mau pun permodalan non-ribawi, akan menjadikan mereka mampu survive dalam kehidupan. Tidak akan mengambil jalan yang membahayakan hanya demi mencari penghidupan.
Hal ini juga didukung oleh penerapan regulasi sosial atau tata pergaulan dan media yang Islami. Daulah juga akan menerapkan sanksi yang tegas apabila ada kelompok-kelompok yang terindikasi menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat, semisal membuat konten-konten berbahaya dan membahayakan orang lain. Sistem sanksi di dalam Islam, akan memberikan 3 efek sekaligus, yakni sebagai efek jera agar pelaku tidak mengulanginya, sebagai efek pencegah agar yang lain tidak melakukan hal yang serupa, sekaligus sebagai efek penebus dosa di akhirat bagi pelaku.
Sanksi yang demikian hanya ada dalam sistem Islam. Masif dan tidak pernah selesainya kasus serupa, dikarenakan sistem hari ini tidak pernah memberikan efek jera kepada pelaku karena masih dianggap anak-anak. Sedangkan di dalam sistem Islam, batasan anak dan dewasa bukan dilihat dari usia, melainkan dari status balighnya. Apabila pelaku sudah baligh, maka dia dapat dijatuhi hukuman sebagaimana orang dewasa. Walhasil, melalui mekanisme ini, tidak akan ada celah bagi para pemuda untuk melakukan tindak-tindak kemaksiatan atau menciptakan keresahan di tengah masyarakat. Sebaliknya mereka akan sibuk memberikan kontribusi dari potensi yang dimilikinya bagi Islam dan kaum muslimin. Wallahu a'lam bishawab.
0 Comments: