Cernak
Di Balik Kejujuran
Oleh. Ummu Hanik
Ali dan Fatimah adalah kakak beradik. Mereka tinggal bertiga dengan ibunya. Bapaknya sudah meninggal karena sakit. Ali dan Fatimah termasuk anak yang shalih. Usia mereka terpaut tidak banyak. Hanya selisih 2 tahun. Ali kelas 5, dan Fatimah kelas 3. Sekolah mereka dekat rumah yang jarak tempuhnya hanya 10 menit dengan jalan kaki. Ali dan Fatimah semangat bersekolah dengan harapan bisa mencapai cita-cita yang jadi impian.
Pagi itu, Ali dan Fatimah berangkat ke sekolah. Mereka berjalan beriringan sambil sesekali bercanda. Menikmati udara segar dan kicauan burung pipit yang hinggap di pepohonan sepanjang jalan. Matahari mulai memancarkan sinarnya. Membuat pagi yang dingin terasa hangat.
Ketika hampir sampai di sekolah, Ali menghentikan langkahnya. Matanya tertuju pada kilauan di balik bebatuan yang ada di pinggir jalan. Fatimah yang melihat kakaknya berhenti, ikut tertegun dan heran.
"Ada apa Kak, kenapa berhenti?" tanya Fatimah.
"Ehmm, itu kayak ada yang berkilau di bawah batu," jawab Ali sambil jarinya menunjuk batu hitam yang tepat berada di sebelah selokan pinggir jalan.
Ali dan Fatimah segera menuju batu hitam itu. Dibaliknya batu hitam itu. Terlihat sebuah cincin berlian yang sangat indah.
"MasyaAllah, sungguh indah cincinnya," gumam Fatimah.
Ali pun mengambil cincin berlian itu. Ia bergegas memasukkan cincin itu ke dalam saku celananya.
"Kak, cincinnya mau diapakan?" tanya Fatimah.
Ali menggeleng kepala. Ia masih bingung dengan keberadaan cincin itu.
"Sementara disimpan dulu saja. Ayo kita ke sekolah. Sebentar lagi bel masuk." ajak Ali pada Fatimah
Ali dan Fatimah bergegas menuju sekolah. Tepat sampai di pintu gerbang, bel masuk berdering. Ali dan Fatimah pun berlari ke kelas masing-masing.
Di kelas Ali, pelajaran hari itu adalah pendidikan agama Islam. Ali sangat senang belajar mata pelajaran itu. Selain Ali ingin tahu banyak tentang agama Islam, juga karena Bu Ani guru yang sangat pandai dalam menjelaskan materi pelajaran. Pagi itu, bu Ani menjelaskan materi kejujuran.
"Anak-anak, berprilaku jujur itu penting. Selain karena jujur bagian dari ajaran agama kita, Allah juga menyayangi orang yang jujur." jelas Bu Ani.
Ali bertanya, "Bu Ani, kapan kita harus jujur?"
"Jujur dilakukan setiap saat dan di manapun tempatnya Ali. Kenapa? Karena Allah selalu mengawasi kita. Allah ada bersama kita. Jadi, kita harus jujur." jelas Bu Ani.
Penjelasan Bu Ani sangat mengena di hati Ali. Ia berjanji akan selalu menjadi anak yang jujur.
Tak terasa pelajaran demi pelajaran berlalu. Tiba saatnya jam pulang. Ali dan Fatimah bergegas untuk pulang ke rumah. Rasanya sudah ingin sampai di rumah. Selain karena lapar, mereka juga ingin memperlihatkan cincin temuan mereka pada ibunya.
Namun ketika sampai di pintu gerbang sekolah, Ali melihat seorang ibu seperti sedang mencari sesuatu. Ali pun ingat dengan cincin yang ditemukan pagi hari tadi. Apa mungkin ibu itu pemilik cincin itu ya? Ali membatin.
Fatimah yang melihat kakaknya terdiam, bertanya, “Kak, kenapa berhenti?”
“Fatimah, lihat ibu itu. Sepertinya dia sedang mencari sesuatu. Apa mungkin ibu itu sedang mencari cincin yang kita temukan tadi pagi?” kata Ali sambil menunjuk pada perempuan itu.
Fatimah pun melihat perempuan itu.
“Iya, kayaknya dia mencari sesuatu. Tapi Kak Ali, kita kan sudah menemukan cincin itu. Berarti cincin itu milik kita. Kita bisa jual cincin itu dan nanti uangnya bisa untuk membeli barang-barang kebutuhan kita.” kata Fatimah.
“Sebenarnya Kakak juga butuh beli peralatan sekolah Fatimah. Ibu juga butuh uang. Sudah 3 bulan uang kontrakan belum bisa bayar. Tapi, cincin ini bukan milik kita.” jawab Ali.
Ali merasa bimbang. Di satu sisi ia butuh uang, tapi di sisi lain ia merasa bahwa cincin itu bukan haknya. Tiba-tiba ia ingat dengan pelajaran kejujuran yang disampaikan Bu Ani tadi pagi. Kita harus jujur setiap saat dan di manapun tempatnya. Ali pun bertekad untuk mengembalikan cincin itu. Ia mengajak Fatimah mendekat ke arah ibu itu.
"Ibu, apa yang sedang dilakukan di sini?" tanya Ali pada ibu itu.
Perempuan itu menoleh dan tersenyum pada Ali dan Fatimah.
“Ibu sedang mencari cincin berlian yang tadi pagi sepertinya jatuh di sini." kata ibu itu sambil menunjuk bebatuan hitam.
“Kalau boleh tahu, cincinnya seperti apa ibu?" tanya Ali.
Perempuan itu pun menyebutkan ciri-ciri cincin seperti yang ditemukan Ali. Ali dan Fatimah berpandangan. Mereka yakin bahwa ibu itulah pemilik cincin itu.
Dikeluarkannya cincin dari saku celananya.
“Ibu, apa benar ini cincin ibu?” tanya Ali.
Melihat cincin di tangan Ali, perempuan itu sangat gembira.
“iya, benar itu cincin ibu.” kata ibu itu.
Ali pun mengembalikan cincin tersebut.
“Nak, terima kasih ya sudah mengembalikan cincin ibu. Kalau boleh tahu, kenapa kamu kembalikan cincin ibu? Bukankah kamu bisa diam saja dan menjualnya?" tanya ibu itu.
"Ibu, Ali hanya menemukan cincin itu. Cincin itu bukan milik Ali. Kata Bu Ani guru agama, kita harus berprilaku jujur setiap saat dan di manapun tempatnya.” jawab Ali.
Mendengar jawaban Ali, ibu itu sangat bangga dan tersenyum. Ia tak menyangka, Ali punya pemikiran yang sangat mulia.
"Terima kasih ya Nak, kamu sudah menemukan cincin ini. Cincin ini sangat berharga untuk ibu. Kamu anak yang jujur. Terimalah pemberian ini sebagai ungkapan terima kasih ibu atas kejujuran mu." kata ibu itu sambil memberikan lembaran uang ratusan pada Ali.
Ali memandang perempuan itu. Ibu itu menganggukkan kepala tanda mengiyakan. Ali pun menerima uang itu dan berucap terima kasih pada ibu itu. Sekarang ia merasa lega. Cincin temuannya sudah kembali pada pemiliknya. Dan yang membuat bahagia, uang pemberian itu akan diserahkan pada ibunya untuk bayar uang kontrakan.
" Ya Allah, terima kasih atas pertolonganmu.” bisiknya dalam hati.
Ali semakin yakin, bahwa pertolongan dari Allah sangatlah dekat selama mau jadi hamba yang jujur.
0 Comments: