OPINI
Electronic Road Pricing: Pemalakan Rakyat untuk Halau Kemacetan?
Oleh. Firda Umayah
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan menerapkan dan memberlakukan kebijakan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) pada 25 ruas jalan di ibu kota. Untuk melancarkan rencana tersebut, Pemprov sedang menyusun rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PL2SE) (liputan6.com, 25-1-2023).
Pemberlakuan ERP bertujuan untuk mengurai kemacetan dan mengurangi polusi udara akibat emisi kendaraan bermotor. Ini juga bisa mengurangi efek rumah kaca yang semakin hari semakin tinggi. Meski tujuan pemerintah dianggap baik, namun kebijakan ini justru akan semakin menambah beban hidup masyarakat. Sebab, tarif yang akan dikenakan Pemprov sekitar Rp5.000-Rp19.000 perkendaraan dan diberlakukan sejak pukul 05.00-22.00 WIB. Sebuah tarif yang cukup besar bagi masyarakat menengah ke bawah. Masyarakat nantinya juga harus memilih tiga alternatif. Tetap melewati jalan yang biasa namun berbayar, harus memutar dan memilih jalan lain, atau menggunakan transportasi umum.
Besarnya gambaran keuntungan yang akan dicapai jika ERP ini diberlakukan juga tak main-main. Diprediksi pemasukan daerah yang akan diperoleh mencapai 30-60 miliar rupiah per hari. Sungguh angka yang sangat fantastis di tengah kesulitan ekonomi saat ini. Sayangnya, program ERP ini tidak sejalan dengan pembenahan transportasi publik yang ada di daerah. Penyediaan transportasi umum dengan tarif yang murah, pengaturan arus lalu lintas yang baik, kemudahan dalam menjangkau area-area yang menjadi lokasi strategis, dll.
Maka tak heran, jika ERP dianggap sebagai upaya untuk memalak rakyat dengan dalih menghalau kemacetan. Sungguh, inilah salah satu bukti bahwa sistem kapitalisme yang diemban negara tidak mampu mengayomi dan mengurus rakyat dengan baik. Di saat rakyat sulit mencari pekerjaan, tidak mendapatkan jaminan pemenuhan kebutuhan hidup, pemerintah justru berencana semakin menambah penderitaan rakyat dengan menarik tarif dan penggunaan jalan sebagai fasilitas umum.
Padahal, dalam Islam, negara wajib memberikan fasilitas, sarana dan prasarana umum yang menjadi kebutuhan publik. Seperti jalan raya, rumah sakit, sekolah, dll. Negara juga wajib mengarahkan rakyat dengan sebaik-baiknya sesuai dengan rambu-rambu syariat Islam. Kemacetan yang terjadi saat ini sesungguhnya merupakan dampak dari mahalnya biaya transportasi umum yang ada. Ditambah lagi dengan sistem pembangunan dan tata kota yang tidak sesuai membuat masyarakat mengambil peran sendiri dalam menyelesaikan masalah yang ada.
Dalam Islam, fasilitas jalan umum merupakan bagian dari infrastruktur yang harus diberikan negara kepada rakyat. Negara harus menyokong pembiayaannya, mengaturnya dengan baik, dan memantau jalannya kebijakan dengan baik pula. Negara juga harus menjamin semua warga negara agar dapat memenuhi kebutuhan hidup seperti memenuhi kebutuhan pangan, papan, sandang, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Sehingga, tidak boleh ada upaya untuk memprivatisasi fasilitas umum yang menjadi hak rakyat. Termasuk fasilitas jalan umum.
Dalam upaya pembiayaan infrastruktur, negara dapat mengambilnya dari hasil pengelolaan kekayaan alam yang dikelola oleh negara. Sehingga, warga negara dapat mendapatkan fasilitas umum secara murah bahkan gratis. Ini sangat mungkin terjadi sebagaimana yang telah terjadi pada masa kepemimpinan Islam.
Begitu besarnya amanah negara yang harus dipikul oleh seorang pemimpin negara membuat seorang khalifah Umar bin Khattab khawatir jika ada seekor unta yang mati karena tidak terurus dengan baik. Sehingga hal itu akan menambah beban pertanggungjawaban Umar bin Khattab kelak di hadapan Allah. Sungguh, inilah gambaran yang harus ada dalam pemimpin saat ini. Di mana pemimpin negara tidak boleh menjadikan hubungannya dengan rakyatnya seperti hubungan penjual dan pembeli. Sudahlah jaminan kebutuhan hidup tidak didapatkan, rakyat masih harus memikul beban atas pembayaran yang dikenakan di dalam semua aspek kehidupan termasuk fasilitas umum.
Rakyat butuh memimpin yang amanah dan sistem yang amanah pula dalam mengurusi semua urusan rakyatnya. Sebagaimana perintah yang diberikan oleh Allah Swt. Dalam hadis Nabi Muhammad saw, beliau saw bersabda, "Imam (kepala negara) adalah pengurus (rakyat) dan bertanggung jawab atas semua yang diurusnya." (HR. Bukhari).
Rakyat juga membutuhkan penerapan sistem Islam. Karena sistem ini berasal dari Allah Swt yang Maha Mengatur dan Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Lebih dari itu, penerapan sistem Islam merupakan bagian dari penegakan firman Allah Swt dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 208. Wallahu a'lam bishawab. [ ]
0 Comments: