Headlines
Loading...
Gaji Belum Mencukupi Kebutuhan, ASN Terpaksa Gadaikan SK?

Gaji Belum Mencukupi Kebutuhan, ASN Terpaksa Gadaikan SK?

Oleh. Ummu Faiha Hasna

Mendapatkan penghasilan besar adalah impian semua orang. Namun, upah yang memuaskan cuma sebatas mimpi di siang bolong dalam kehidupan sekuler kapitalis.
Seperti arti pepatah, lebih besar pengeluaran daripada pendapatan. Inilah yang tengah dialami oleh sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terjerat utang dan kredit. Pendapatan yang dihasilkan setiap bulan nyaris kurang sehingga sejumlah ASN terpaksa menggadaikan Surat Keputusan (SK) pengangkatan ASN ke perbankan ataupun instansi gadai.

Tujuan ASN menyekolahkan SK-nya adalah untuk mendapatkan dana segar di tengah himpitan kebutuhan dan ketatnya aturan terhadap gratifikasi. Apa yang menjadi sebab permasalahan ini?

Dikutip dari mediakasasi, 27/1/2023,
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB), Abdullah Azwar Anas menyayangkan banyaknya Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terjerat kredit atau utang. Padahal menurut Azwar, pendapatan yang diterima para ASN seharusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer.

Benar bila dipertimbangkan masak-masak, semestinya gaji ASN bisa cukup untuk dibelanjakan kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan. Hanya saja,  realita saat ini kebutuhan hidup semakin lama semakin tinggi. Pengeluaran masyarakat pun tidak hanya kurang pada kebutuhan primer. Segala bentuk pelayanan umum seperti kesehatan, pendidikan dan juga keamanan yang terbilang berbiaya mahal juga harus masuk dalam daftar pengeluaran tanggungan.

Di samping itu, sistem upah saat ini hanya didasarkan pada nilai standar hidup minimum di suatu daerah. Konsep upah seperti ini membuat para pegawai  tidak bisa melewati standar hidup masyarakat di wilayah tersebut. Sekeras dan secerdas apapun mereka bekerja nyatanya sistem upah minimum kota/kabupaten/provinsi, membuat para pegawai tidak merasakan bahagia. Biarpun mereka bekerja keras, mereka tetap hidup dalam kondisi sekadar cukup untuk hidup sederhana alias pas-pasan bahkan kekurangan. Akibatnya, menggadaikan SK seakan-akan menjadi solusi supaya bisa bertahan hidup di zaman ini. Belum lagi, budaya konsumtif serta hedonisme sudah banyak meracuni pola pikir dan pola sikap masyarakat hari ini. Budaya konsumtif  dan hedonisme ini membuat orientasi konsumsi masyarakat bukan semata-mata karena kebutuhan melainkan harga diri dan prestige lainnya.

Keadaan ini ditambah tersuasanakan dengan adanya tawaran dari pihak pemodal (investor). ASN dianggap objek paling 'benefit' bagi perbankan yang menawarkan kredit, sebab ada pendapatan tetap yang rutin setiap bulannya. 

Sejatinya, akar dari persoalannya adalah bukan hanya pada kurangnya kecerdasan mengelola keuangan, melainkan disebabkan karena kekeliruan tata aturan yang mengatur kebijakan upah dan cara pandang kehidupan. Inilah dampak dari diterapkannya tata aturan ekonomi kapitalisme dalam kehidupan masyarakat saat ini.

Sistem ekonomi kapitalisme hanya berorientasi pada materi dalam setiap konsep dan asas yang digunakan. Sehingga mindset penguasa ketika mengurus rakyatnya akan perhitungan dengan prinsip untung dan rugi. Oleh karenanya, siapapun yang memiliki modal memanfaatkan kondisi sempit sebagian masyarakat lain untuk meraup pundi-pundi rupiah. Malahan masyarakat dalam kapitalisme memang secara tidak langsung dibuat menjadi masyarakat hedon agar produk para kapital laku terjual. Sangat berbahaya bila kondisi seperti ini dibiarkan tanpa ada peran negara yang mengayominya.

Akan berbeda jika tata kehidupan diatur dengan sistem Islam. Negara yang menerapkan aturan berdasarkan akidah Islam akan memposisikan peran negara sebagai pelayan umat (khadimul ummah).   Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, "Seorang imam adalah raa'in (pengembala), ia bertanggung jawab atas rakyatnya.(HR. Bukhari)

Sudah selayaknya negara memberikan gaji yang layak para pegawainya agar mereka bisa merasakan kesejahteraan dalam mengarungi hidup ini. 

Pada dasarnya,  prinsip upah dalam Islam adalah berdasarkan sesuai dengan jenis pekerjaan waktu bekerja dan tempat bekerja. Dalam negara yang berasaskan akidah Islam pegawai yang sudah mahir atau profesional akan diberi upah lebih tinggi dibanding dengan pegawai pemula. Ketentuan lainnya diberlakukan sesuai tingkat kesulitan pekerjaan meski berada di bidang yang sama.  Misalnya pekerja yang menggali sumur, jika ia menggali tanah yang keras akan diberi gaji besar daripada mereka yang menggali tanah yang lunak. Kemudian tunjangan pun akan diberikan kepada para pegawainya. 

Konsep upah dalam Islam akan sangat mampu diwujudkan oleh pemerintahan Islam, sebab sistem keuangan negaranya diambil dari pos kepemilikan negara yang bersumber dari harta kharaj, fa'i, usyur, ghanimah, ghuluw, dikhaz, dan sejenisnya. Konsep upah ini akan menjamin setiap masyarakat hingga mampu memenuhi (menjamin) kebutuhan hidup mereka. 

Begitu pentingnya menjalankan aturan ekonomi berbasiskan Islam. Dalam pemerintahan Islam, negara wajib menjamin kebutuhan warga negaranya baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan dasar publik. Kebutuhan pokok meliputi sandang, pangan, papan, dijamin secara langsung oleh negara. Dengan cara negara membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin hingga tidak ada satu pun laki-laki tidak mendapatkan pekerjaan. Sementara kebutuhan dasar publik meliputi kesehatan, pendidikan, dan keamanan akan dijamin secara mutlak oleh negara. Artinya peran negara ialah membiayai seluruh fasilitas dan layanan tersebut sehingga diharapkan warga negaranya baik muslim atau non-muslim, kaya atau miskin, muda atau tua bisa menikmati layanan publik tersebut secara cuma-cuma serta berkualitas.

Sejatinya, hanya konsep jaminan seperti ini yang layak dijadikan acuan agar para pegawai betul-betul bisa mengelola keuangan mereka sebab pendapatan mereka hanya dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan primer. Selain itu, negara yang memiliki cara pandang Islam akan mengedukasi masyarakatnya supaya mereka tidak berperilaku konsumtif dan boros. Bila hidup untuk memiliki semuanya, maka apa yang dimiliki tidak akan pernah cukup. Dengan begitu, budaya kredit para ASN akan hilang dengan sendirinya karena dipahamkan dengan pemahaman yang datang dari pemikiran Islam yang benar yakni bersumber dari dalil syariat. Wallahu a'lam bishshawab. [ ]

Baca juga:

0 Comments: