Headlines
Loading...
Oleh. Ana Mujianah 

"Faza, ayo buruan mandi! Nanti terlambat sekolah, lho." 
Faza masih malas-malasan di sofa sehabis salat Subuh. 

"Dingin, Bund," jawab Faza sambil merapatkan kaki dan kedua tangannya. Pagi itu cuaca memang dingin. Hujan turun dari semalam. 

"Mandi pake air hangat kalau dingin. Sudah Bunda siapin." Meski dengan berat hati, Faza akhirnya bergerak menuju kamar mandi.

Bunda dengan sigap menyiapkan sarapan, teh hangat buat ayah, dan susu hangat buat Faza. 

"Setelah ganti baju, segera sarapan bareng ayah ya!" 
Faza hanya mengangguk mendengar perintah bunda. Anak laki-laki itu bergegas menuju kamar untuk berganti pakaian.

Di luar, hujan masih turun. Meski tidak sederas malam, tapi lumayan mengganggu aktivitas pagi hari. 
"Faza ini jas hujannya ya," Bunda meletakkan jas hujan kecil milik Faza di atas kursi.

"Bund, kenapa hujan terus sih? Faza kan jadi repot mau ke sekolah. Baju Faza jadi basah nanti," gerutu Faza.

"Allah yang menurunkan hujan, Faza. Turun hujan atau enggak itu adalah kehendak Allah," jawab bunda. 

"Iya, tapi kenapa Allah turunkan hujan pagi-pagi pas Faza mau sekolah?" ucap Faza cemberut.  Bunda hanya tersenyum mendengar protes Faza.

"Faza, anak bunda yang saleh. Sesungguhnya, tidak ada yang sia-sia pada setiap kejadian sudah ditetapkan Allah, Nak. Termasuk turunnya hujan," terang bunda sambil menyiapkan bekal buat Faza dan ayah.

"Hujan turun itu berkah, Nak. Kita nggak boleh mengeluh karena turun hujan." 

"Oh ya, tadi Faza sudah baca doa turun hujan belum?" tanya bunda. Faza menggeleng. Kemudian, bunda menuntun Faza membaca doa, "Allahumma shoyyiban naafi'an."

"Bund. Emang artinya doa tadi apa, Bund?" Selalu ada saja pertanyaan dari Faza jika ada sesuatu yang mengganjal hatinya.

"Artinya: Ya Allah, semoga hujan ini bermanfaat," jawab bunda.

"Saat hujan turun, tumbuhan yang layu insya Allah jadi segar lagi. Tanah yang kering dan tandus jadi subur kembali," lanjut bunda sambil merapikan meja makan. Faza yang sedang memakai kaos kaki mendengarkan kata-kata bunda dengan serius.

Seketika bocah laki-laki itu ingat dengan tugas Pak Ilham. Pekan lalu Pak Ilham memberi tugas menanam daun bawang. 

"Bund, ayah masih lama kan?" tanya Faza.

"Ayah masih mau sarapan dulu."

"Faza tunggu di teras ya, Bund." Tanpa menunggu jawaban bundanya, Faza langsung lari ke depan. Faza mengambil payung yang ada di teras. Faza mencari pot hitam tempat dia menanam daun bawang tugas dari Pak Ilham. 

"Wah!" seru Faza dengan mata berbinar. Daun bawang Faza tampak segar meski belum tumbuh tunasnya.

Faza sering lupa menyiram daun bawangnya. Sehingga, kemarin, saat Faza memeriksa daun bawangnya, kondisinya kering dan hampir mati. Namun,  sekarang daun bawang itu segar kembali. 

"Buund!" teriak Faza.

"Ada apa Faza?" Bunda panik dan bergegas keluar, khawatir Faza terpeleset.

"Daun bawang Faza, Bund," ucap Faza senang.

"Daun bawang Faza hidup, Bund. Padahal kemarin sudah layu," sambung Faza dengan wajah ceria. Bunda yang tadi kaget ikut tersenyum sambil mengelus dada lega.

"Allahumma shoyyiban naafi'an," kata bunda mengingatkan Faza bahwa hujan itu berkah.

"Terima kasih, ya Allah. Hujannya membawa berkah buat daun bawang Faza," ucap Faza sambil menangkupkan kedua tangan.

"Ayo Faza berangkat!" ajak ayah yang tiba-tiba muncul di depan pintu.

"Tuh ayah sudah siap. Ayo segera pakai sepatu dan jas hujannya!" perintah bunda. Kali ini Faza tidak malas-malasan lagi. Dengan semangat Faza memakai jas hujannya. Kemudian memasukkan pot hitam tempat tanaman daun bawangnya ke dalam kresek.

"Daun bawangnya kenapa dibawa?" tanya bunda.

"Iya bund, Faza mau kasih lihat Pak Ilham dan teman-teman, berkat air hujan daun bawang Faza hidup dan tumbuh segar."

"Tapi ... kalau besok nggak turun hujan, Faza harus rajin menyiram ya. Kalau Faza males lagi, daun bawangnya akan mati," nasihat bunda.

"Iya, Bund. Siap." Faza pun bergegas naik ke motor ayah dengan wajah cerah meski cuaca sedang mendung.

TAMAT

Baca juga:

0 Comments: