Headlines
Loading...
Oleh. Ana Mujianah 

Namanya Faza. Murid kelas 3 SD. Faza sebenarnya anak yang rajin dan penurut. Faza juga tidak pernah lupa mengerjakan salat lima waktu. Tapi, ada satu hobi Faza yang sering membuat Faza lupa waktu, yaitu bermain 'game'.

Seperti malam itu. Badan Faza sampai ikutan bergerak ke kanan dan ke kiri menirukan gerakan yang ada di 'game'nya. Saking serunya, Faza pun tidak sadar bahwa dari tadi dia teriak-teriak sendirian. Faza juga sampai lupa kalau adik bayinya sedang tidur.

"Awas! Ke kanan! Kejar ke kiri! Yaah ...!" ucap Faza dengan suara keras.

"Faza, jangan main 'game' terus, Nak!" kata bunda dari kamar. Namun, Faza seakan tidak mendengar teriakan sang bunda. Faza tetap asyik bermain 'game boy' hadiah dari ayah ketika Faza naik kelas. 

"Faza, ayo belajar, Nak. Besok ada ulangan Matematika, lho!" teriak bunda mengingatkan Faza. 

Bunda Yana masih berada di kamar karena sedang menidurkan adik bayi. Setelah adik bayi tidur, bunda pun keluar kemudian berjalan mendekati Faza.

"Faza ... anak Bunda yang saleh. Ayo belajar dulu. Sini Bunda temenin," bujuk Bunda Yana.

"Faza udah belajar tadi, Bund." Faza menjawab singkat tanpa menoleh ke arah bunda. 

"Anak saleh itu tidak pernah berbohong lho, kalau bicara," sahut Bunda Yana dengan lembut.

"Bunda perhatikan dari tadi Abang Faza main 'game' terus. Kapan belajarnya?" tanya Bunda Yana.

"Iya, iya, Faza belajar!" Faza mematikan 'game'nya dengan wajah cemberut. Kemudian Faza pergi ke kamar sambil menghentak-hentakkan kaki. Bunda Yana hanya bisa menggeleng melihat tingkah anak laki-lakinya itu.

Dengan sabar, Bunda Yana mengikuti Faza ke kamar. Bunda ingin memastikan bahwa Faza benar-benar belajar. 

Sesampai di kamar, Faza mengeluarkan buku pelajaran Matematika kelas 3 SD. Faza membuka-buka buku pelajaran itu. Di hadapan sang bunda, Faza terlihat serius sedang belajar. Bunda Yana pun lega karena Faza akhirnya mau belajar. 

Setelah menemani Faza sebentar, bunda kemudian pergi meninggalkan Faza sendirian di kamar. Bunda Yana yakin kalau Faza memang benar-benar belajar.

"Bunda tinggal ya? Kasian adik bayi sendirian," kata bunda. Kemudian Bunda Yana pun keluar dari kamar Faza. 

Setelah bundanya pergi, Faza berjingkat-jingkat girang. Faza mulai tidak serius lagi belajar. 

"Asyik, bunda nggak ada nih," ucap Faza sambil tertawa pelan.

"Bunda nggak akan tau kalau Faza nggak belajar." Faza kemudian menutup buku pelajaran Matematika-nya. Padahal belajarnya baru sebentar. Faza kembali bermain 'game' sampai malam.

**
"Faza, ayo bangun, Nak. Sudah subuh." Bunda Yana menepuk-nepuk pipi Faza bergantian. Namun, mata Faza masih terpejam rapat.

Sudah satu jam bunda membangunkan Faza. Namun, Faza tidak bangun-bangun juga. Akhirnya, ayah pergi ke masjid sendirian. Biasanya, Faza rajin ikut salat Subuh berjamaah di masjid. 

"Ayah mana, Bund?" tanya Faza saat sarapan.

"Ayah sudah berangkat kerja karena Faza nggak bangun-bangun. Hari ini berangkat sekolah sama Mang Ujang," sahut bunda.

"Faza, jawab bunda dengan jujur."

"Semalam Faza belajar atau main 'game'?" tanya Bunda Yana sambil menatap mata Faza.

"Belajar, Bund," jawab Faza sambil mengunyah roti selai buatan bunda.

"Bener?" Bunda Yana memegang kedua tangan Faza.

"Ingat, ada Allah lho. Yang Maha Melihat. Meski bunda nggak lihat tapi Allah lihat apa yang Abang Faza lakukan." Faza mulai menunduk. 

"E--e ... iya maaf Bund. Faza ... Faza semalam tidak belajar. Faza main 'game' sampe malam." Bunda Yana tersenyum. Meski perbuatan Faza salah, tapi Faza sudah mau jujur kepada bunda.

"Faza, main 'game' boleh. Tapi, nggak boleh sampai lupa waktu. Akhirnya salat Subuhnya kesiangan. Allah nggak suka dengan orang yang suka menyia-nyiakan waktunya untuk hal yang tidak bermanfaat."

"Besok nggak boleh diulangi lagi ya! Janji?" Faza mengangguk.

"Iya, Bund. Insya Allah, Abang janji," jawab Faza sambil mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking bunda.

TAMAT

Baca juga:

0 Comments: