Headlines
Loading...
Ironis, Kemiskinan Daerah Terjadi di Tengah SDA Melimpah

Ironis, Kemiskinan Daerah Terjadi di Tengah SDA Melimpah

Oleh. Setyo Rini

"Bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu..."

Sebaris syair lagu Koes Plus yang legendaris mengingatkan kita bahwa Indonesia adalah surga dunia. Siapa pun yang datang ke Indonesia pasti mengakui mahakarya Sang Pencipta ini.

Pasuruan, yang terletak pada segitiga emas adalah salah satu daerah di Indonesia yang mempunyai pesona itu semua. Potensi alam yang melimpah seperti hutan bakau, hasil tambang galian C, kopi, kakao, mangga, dan sumber air bersih yang melimpah.

Pasuruan juga terkenal sebagai kota industri. Pesona wisatanya pun semakin banyak, bahkan hampir setiap wilayah mempunyai brand yang ingin ditunjukkan dan menjadi pemikat para wisatawan baik lokal, nasional, maupun internasional. 

Potensi dari pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata, industri, dan  potensi alam lainnya  menunjukkan bahwa Pasuruan adalah sebuah daerah yang kaya akan sumber daya alam.

Dengan sumber daya alam yang cukup melimpah tersebut, seharusnya merupakan hal yang mudah bagi pemerintah Pasuruan untuk mewujudkan kemakmuran rakyatnya.
Namun, data statistik Kota Pasuruan menyebutkan bahwa penduduk miskin pada Maret 2022 mencapai 13,02 ribu jiwa, bahkan kasus kemiskinan ekstrem masih mencapai sekitar 2.850 jiwa atau 1, 39 persen dari jumlah total penduduk, artinya masih banyak penduduk yang berpenghasilan Rp322.170 per kapita per bulan. Pasuruan menduduki peringkat ketujuh kemiskinan terendah di Jawa Timur.

Kebijakan yang telah ditempuh oleh pemerintah Pasuruan di antaranya memberikan Bansos, PKH, BPNT, PIP, subsidi (listrik dan elpiji), jaminan kesehatan hingga adanya revisi tata ruang dan wilayah dalam rangka pemerataan pembangunan infrastruktur antara perkotaan dan pedesaan.

Sesungguhnya Indonesia adalah negara yang kaya sumber daya alam, namun ironisnya kemiskinan terjadi di berbagai daerah salah satu diantaranya adalah Pasuruan. Potensi dan kekayaan alam yang melimpah ruah belum bisa dirasakan manfaatnya oleh semua lapisan masyarakat. Hal ini terjadi karena salah kelola sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya alam diserahkan kepada swasta baik dalam dan luar negeri. Dan pemerintah berperan sebagai regulator dengan membuat undang-undang untuk memuluskan jalan para pemilik modal. Kebebasan kepemilikan di semua sektor merupakan jurus jitu yang diterapkan oleh pemerintah.

Contohnya, keberadaan hasil bumi berupa tambang galian C yang ada di wilayah Kecamatan Gempol, Kejayan, Beji, dan juga Rembang. Kenyataannya hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang bahkan beberapa pengusaha yang tidak memiliki izin perundang-undangan, bebas leluasa mengeruk hasil bumi. Masyarakat sudah merasa cukup ketika diberikan kompensasi pada desa sekitar dan beberapa orang terkait.

Contoh lainnya, sumber air yang ada di daerah Prigen, pengelolaannya pun diberikan sepenuhnya kepada swasta yang dengan kemudahan dan kelonggaran yang diberikan pemerintah, maka berdirilah beberapa perusahaan air minum mineral di tempat tersebut.

Inilah akar masalahnya, yaitu bahwa sistem ekonomi kapitalistik yang sedang diterapkan saat ini sangat mengagungkan kebebasan kepemilikan. Kekayaan alam yang merupakan harta milik umum yang seharusnya dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat diberikan oleh swasta yang hanya berorientasi pada keuntungan semata.  

Berbeda jauh ketika ekonomi Islam yang  dengan keunggulan ketika diterapkan maka harta itu akan dibagi menjadi tiga yaitu harta milik individu atau pribadi, harta milik umum dan harta milik negara yang mana jalan mendapatkan dan pemanfaatannya pun berbeda sesuai hukum syara atau dengan kata lain atas izin penciptanya.

Islam melarang agar harta tidak berputar atau hanya dimiliki oleh orang kaya saja, sebagai mana dalam firman-Nya pada surah Al Hasyr ayat 7,

*ÙƒَÙŠْ Ù„َا ÙŠَÙƒُÙˆْÙ†َ دُÙˆْÙ„َØ©ً ۢ بَÙŠْÙ†َ الْاَغْÙ†ِÙŠَاۤØ¡ِ Ù…ِÙ†ْÙƒُÙ…ْۗ.*

Artinya: "Agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang kaya saja diantara kamu".

Rasulullah pun bersabda

"Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal air, Padang gembalaan dan api. (HR.Ahmad)

Artinya negara mempunyai hak untuk mengelolanya. Karena negara adalah wakil umat dan Islam melarang  harta milik umum ini dikelola dengan cara barter (mubadalah) atau diberikan kepada orang tertentu.

Sedangkan harta milik negara maka adanya hukum yang jelas terkait dengan baitulmal (cara memungutnya dan alokasi pemanfaatanya) maka negara mempunyai hak penuh dan harus di sesuai dengan hukum syariat.

Oleh karenanya mengatasi kemiskinan tidaklah cukup hanya dengan membagikan dana sosial sebagai pelipur lara ketika beban hidup semakin berat dan biaya hidup semakin tinggi, atau hanya sekedar pemerataan pembangunan khususnya infrastruktur semata tetapi meninggalkan sistem yang rusak dan merusak.

Solusinya adalah dengan menerapkan kembali Islam di setiap lini kehidupan. Jika begini, niscaya bukan saja kesejahteraan yang akan diraih tapi rida Allah yang didapatkan sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan dalam naungan Kh1l4f4h Islamiah.

Wallahu a'lam bishawab

Baca juga:

0 Comments: