Oleh. Ummu Hanik
Hari ini, di kelas Fatimah ada pelajaran seni budaya. Pak guru mengajari cara melukis pemandangan di pegunungan. Fatimah sangat suka dengan melukis. Ia memperhatikan penjelasan pak guru dengan serius. Setelah jam berakhir, pak guru meminta anak-anak untuk melanjutkan melukis di rumah.
Sesampainya di rumah, Fatimah langsung membuka buku gambarnya. Ia ingin segera menyelesaikan lukisannya. Belum sempat ia menggoreskan pensil warnanya, ternyata suara ibu sudah menghentikan.
"Fatimah, datang dari sekolah kok tidak ganti baju dulu. Ayo segera ganti baju, makan dan terus istirahat," perintah ibu.
"Ibu, Fatimah masih mau melukis. Tadi dapat tugas dari pak guru," jawab Fatimah beralasan.
"Tidak Fatimah, kamu harus nurut sama Ibu. Tugasnya dikerjakan nanti malam saja setelah baca Alquran," kata ibu dengan tegas.
Akhirnya dengan wajah cemberut, Fatimah mengikuti perintah ibu. Dalam hatinya, ia merasa jengkel karena keinginannya untuk melukis jadi tertunda.
Malam hari, setelah shalat magrib Fatimah segera menyambar buku gambarnya. Ia mulai melukis sesuai arahan dari pak guru. Fatimah menyelesaikan lukisannya dengan cepat. Sementara Ali, terlihat asyik dengan buku pelajarannya.
"Alhamdulillah, akhirnya selesai juga sebelum waktu shalat Isya," gumam Fatimah senang.
Diletakkannya buku gambar di meja belajarnya. Tak lama kemudian adzan Isya berkumandang. Ibu meminta Fatimah dan Ali untuk segera mengambil air wudhu dan shalat berjamaah di rumah, karena di luar sedang hujan deras.
Selesai shalat, ibu meminta Ali dan Fatimah untuk segera tidur, agar paginya tidak bangun kesiangan. Ali dan Fatimah pun menurut. Sementara di luar, masih terdengar gemericik air hujan. Udara semakin dingin, membuat tidur Ali dan Fatimah semakin nyenyak.
Paginya, ketika mau berangkat sekolah, Fatimah ingat dengan lukisannya. Hari ini, ia akan segera mengumpulkan tugas itu ke pak guru. Segera ia berlari ke kamarnya. Diambilnya buku gambar yang tergeletak di meja makan. Ia segera berlari keluar untuk berangkat ke sekolah. Sementara Ali sedang menunggu di depan rumah.
Namun, ketika ia berlari mau keluar rumah, ibu juga mau masuk rumah. Fatimah pun menubruk ibu yang sedang membawa air di ember. Buku gambar jatuh bersamaan dengan ember yang dibawa ibu. Air pun tumpah membasahi buku gambar.
"Ibu, buku gambar Fatimah rusak," kata Fatimah berteriak.
" Ya Allah Fatimah, kamu kok tidak hati- hati membawanya. Lagian kenapa kamu tadi berlari di dalam rumah?" tanya ibu dengan heran.
" Fatimah buru-buru Ibu, takut terlambat ke sekolah," jawab Fatimah.
Ali yang mendengar keributan segera menghampiri. Ia melihat Fatimah dan ibu sedang tegang.
"Ada apa sih, koq ribut-ribut?" tanya Ali.
"Ini Kak, Ibu bawa ember tidak hati-hati, akhirnya tumpah di buku gambar Fatimah," jawab Fatimah dengan nada kesal.
Ibu yang mendengar jawaban Fatimah, tidak terima
"Loh Fatimah, jangan nyalahkan ibu dong...kan tadi kamu yang berlari. Coba kalau kamu jalan pelan, pasti tidak sampai menabrak Ibu," kilah ibu tak mau kalah.
"Ibu....," teriak Fatimah marah.
Ia jengkel karena buku gambar rusak. Sudah pasti lukisannya juga rusak. Pagi ini tidak jadi mengumpulkan lukisannya. Dan ibu....ih bikin tambah marah, malah menyalahkan Fatimah.
Ali yang melihat Fatimah berteriak pada ibu, segera menenangkan adiknya.
"Fatimah, ayo tenang dulu. Tak boleh berteriak pada orang tua," kata Ali.
"Habisnya Fatimah jengkel sama Ibu Kak, sudah merusak buku gambar dan lukisan Fatimah. Padahal Fatimah mau mengumpulkan tugas pagi ini, jawab Fatimah dengan ketus.
"Iya Fatimah. Tapi kamu tidak boleh marah sama Ibu seperti itu. Meskipun ibu bersalah pada kita, tidak boleh kita berkata kasar atau berteriak pada ibu," kata Ali.
"Ih, Kakak kan tidak mengalami seperti yang dirasakan Fatimah," kata Fatimah masih dengan nada jengkel.
Sementara itu, ibu dengan tersenyum mengambil ember dan membawanya ke belakang. Ibu kembali dengan alat pel. Segera ibu membersihkan genangan air yang tumpah.
"Fatimah, Ibu minta maaf kalau gitu. Ibu yang salah," kata ibu sambil tersenyum.
"Pokoknya Fatimah masih marah sama ibu," kata Fatimah masih dengan wajah cemberut.
"Eh Fatimah, tak boleh marah ya...ingat Allah tidak suka orang yang suka marah-marah. Kata Nabi Saw, "laa taghdab wa lakal Jannah" artinya janganlah marah, maka bagimu surga. Ayo, Fatimah masih mau masuk surga tidak"? tanya Ali sambil tersenyum.
"Iya lah...pasti mau ke surga. Tapi bagaimana dengan lukisannya Fatimah?" tanya Fatimah pada Ali.
"Gampang deh. Nanti pulang sekolah, buat lagi lukisannya. Buku gambar milik Kak Ali boleh kamu pakai. Kalau kamu kesulitan, nanti kakak bantu. Gimana tawaran Kakak, oke tidak...?" kata Ali.
"Alhamdulillah. Nah gitu dong Kak. Kasih solusi yang tepat buat adiknya. Terima kasih ya Kak," kata Fatimah senang.
"Eit...minta maaf dulu pada ibu karena tadi sudah berteriak dan marah-marah," kata Ali mengingatkan Fatimah.
Fatimah pun meminta maaf pada ibu. Berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ibu tersenyum bahagia. Ali dan Fatimah berpamitan berangkat ke sekolah. Ibu mengantar kepergian kedua anaknya dengan berdoa kepada Allah, agar menjadikan Ali dan Fatimah anak yang shalih shalihah dan dimudahkan dalam menuntut ilmu.
0 Comments: