OPINI
Kegagalan Kapitalisme Global dalam Menyelesaikan Kesenjangan Ekonomi
Oleh. Firda Umayah
Sistem ekonomi kapitalisme masih diterapkan di sebagian negara dunia. Meski begitu, sistem yang berlandaskan kepada akidah sekuler pada dasarnya telah rapuh bahkan sejak ideologi kapitalisme dilahirkan. Hal ini dapat dilihat dari kesenjangan ekonomi yang sangat tajam antara si miskin dan si kaya. Termasuk ketidakadilan yang sangat dalam di dalam sistem ekonominya. Lalu, apa saja kegagalan kapitalisme global dalam menyelesaikan kesenjangan ekonomi?
Amerika Serikat sebagai jantung negara pengemban ideologi kapitalisme dan dianggap sebagai representasi dari kapitalisme global, faktanya memiliki utang yang begitu besar jumlahnya. Utang Amerika Serikat tembus Rp470 kuadriliun sehingga membuat negara ini harus mengambil langkah darurat manuver akuntansi (m.bisnis.com, 25-1-2023).
Utang juga menimpa sejumlah negara yang menjadi pengekor dari kapitalisme global. Seperti Indonesia. Utang luar negeri Indonesia hingga saat ini telah mencapai Rp7.733,99 triliun (cnnindonesia.com, 26-1-2023).
Tak hanya utang luar negeri, kegagalan kapitalisme global juga ada pada kesenjangan ekonomi antara para kapitalis dan rakyat. Tiga orang terkaya di dunia telah mengumpulkan kekayaan hingga mencapai total sebesar US$231 miliar selama satu dekade terakhir. Sedangkan rakyat yang miskin jumlahnya sangat banyak hingga sebagian dari mereka mati karena kemiskinan.
Kapitalisme global yang sistem pemerintahannya menggunakan sistem demokrasi nyatanya merupakan isapan jempol belaka. Demokrasi dengan slogan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Faktanya dari kapitalis oleh kapitalis dan untuk kapitalis. 1% orang terkaya di dunia memiliki kekayaan sebanyak dua kali lipat lebih banyak dari 99% sisa orang dunia.
Sedangkan kebijakan politik dan ekonomi dalam kapitalisme hanya 1% membawa keuntungan bagi rakyat dan 99% membawa penderitaan bagi rakyat. Sistem ekonomi kapitalisme juga membebaskan kekayaan alam dimiliki oleh pihak swasta dan asing. Sehingga rakyat tak dapat menikmati hasil dari pengelolaan kekayaan alam negaranya sendiri. Begitu juga dengan adanya kebijakan untuk mencabut subsidi kebutuhan hidup rakyat, menaikan pajak, menaikkan harga BBM, menghilangkan jaminan kesehatan, menaikkan tarif dasar listrik dan air, merupakan sebagian kebijakan yang semakin menyengsarakan rakyat.
Inilah bukti bahwa kapitalisme global gagal dalam menyelesaikan kesenjangan ekonomi. Ideologi kapitalisme tidak menjadikan negara sebagai pengurus semua urusan rakyat. Negara hanya menjadi regulator antara kapitalis dan rakyat. Hubungan negara dan rakyat bukan layaknya orang tua dan anak. Melainkan layaknya pebisnis yang menjual dagangannya. Walhasil, rakyat hanya menjadi sapi perah untuk menghasilkan pundi-pundi keuntungan bagi para kapitalis.
Semua kondisi itu berbeda dengan ideologi Islam. Islam memandang bahwa negara merupakan pengurus semua urusan rakyatnya. Negara merupakan penanggung jawab dan pelindung serta perisai bagi rakyatnya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw, "Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari).
Begitu juga dengan hadis Rasulullah saw, "Sungguh, seorang imam itu perisai, orang-orang akan berperang di belakangnya dan berlindung dengannya," (HR. Mutafaq Alaih). Imam yang di maksud ayat di atas tak lain adalah khalifah. Yaitu pemimpin negara Islam. Di mana semua syariat Islam di terapkan di dalam negara tersebut.
Dalam negara Islam, negara harus mengatur kepengurusan rakyat sesuai dengan hukum syarak. Negara harus menjamin pemenuhan kebutuhan hidup semua rakyat. Termasuk dengan membuka lapangan pekerjaan, memberikan fasilitas dan sarana prasarana secara gratis di bidang kesehatan, pendidikan, keamanan, dll.
Dalam sistem ekonomi Islam, negara juga tidak membolehkan adanya peredaran pasar nonreal seperti bursa saham. Negara juga tidak boleh menyerahkan kekayaan alam kepada pihak swasta baik yang lokas maupun internasional termasuk menyerahkannya karena asing-aseng. Negara Islam juga akan mengambil pos-pos pendapatan negara sesuai dengan syariat Islam. Yaitu dengan pengambilan pendapatan dari hasil kharaj, fa'i, usyr, ghanimah, dll. Jika semua hal itu tak mampu menopang kebutuhan dasar negara, maka barulah negara mengenakan pajak bagi orang-orang kaya tanpa mendalami mereka.
Sehingga kepengurusan rakyat bisa segera diselesaikan. Karena negara turut terjun langsung ketika melihat ada rakyat yang belum mendapatkan kebutuhan hidupnya. Walhasil, tidak akan ada kesenjangan ekonomi yang sangat tajam, karena semua warga negara mendapatkan hak yang sama baik muslim maupun nonmuslim. Wallahu a'lam bishawab. [ ]
0 Comments: