Headlines
Loading...
Oleh. Desi Melza, S.Hum (Pegiat Literasi Islam, Pekanbaru, Riau)

OPINI - Keluarga adalah instrumen dasar dari terbentuknya sebuah Negara. Keluarga yang sehat menjadi gambaran Negara yang sehat juga. Begitupun ketika Negara mulai banyak problematika, maka bagian terkecil dari Negara juga akan turun celaka. Kini, ketahanan banyak keluarga Indonesia kian rentan akibat perselingkuhan. Apa penyebabnya?

Saat ini perselingkuhan menjadi hal yang sering kita dengar, entah itu di kehidupan sekitar kita maupun di berita dan media sosial. Perselingkuhan yang marak terjadi tidak hanya dilakukan oleh suami saja bahkan istri pun ada yang melakukannya. 

Makna dari kata selingkuh jika dilihat dari pandangan Islam dalam konteks pernikahan merupakan sikap khianat terhadap pasangan. Kejadian serupa ini bisa membuat keharmonisan hubungan pernikahan jadi terganggu dan kurangnya rasa percaya terhadap pasangan.

Dilansir dari tribunnews.com (18/02/2023), Indonesia menjadi negara kedua di Asia terbanyak terjadi kasus perselingkuhan berdasarkan hasil survey aplikasi Just Dating. Survey tersebut menunjukkan bahwa mudahnya melakukan perselingkuhan dengan alasan jika pasangannya melakukan itu maka bisa dibalas juga dengan perselingkuhan. Indonesia berada di angka 40% yang menyatakan pernah menyelingkuhi pasangannya.

Perselingkuhan Merusak Bangunan Pernikahan 

Hubungan pernikahan itu ibarat sebuah bangunan yang mesti dapat bertahan dalam berbagai keadaan. Kuatnya bangunan pernikahan tergantung dari individu yang menjalaninya. Misalnya seseorang dengan mudahnya melakukan maksiat, apakah mungkin bangunan pernikahannya akan tetap kokoh? Lalu apa yang akan terjadi terhadap generasi mendatang jika mereka tinggal di dalam bangunan yang rapuh lagi bobrok?

Isu perselingkuhan ini memang menjadi momok di dalam hubungan pernikahan kaum muslim saat ini. Dengan leluasanya pergaulan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan dimana batasan yang ada sudah mulai dikaburkan oleh perubahan zaman. Sejatinya pergaulan tersebut harusnya terpisah. Namun, dengan dalih tidak melakukan apa-apa atau hanya sebatas rekan kerja saja, dari situlah bibit-bibit selingkuh itu bisa tumbuh subur.

Bahkan isu ini juga berdampak terhadap jumlah angka perceraian. Karena sejatinya setiap pasangan itu memang tidak akan senang jika dikhianati maka praktisnya perceraian lah yang menjadi solusi. Namun menjadi dilema ketika pasangan itu menikah dan telah memiliki anak. Anak-anak akan menjadi korban dari perpisahan orangtuanya. Mereka akan menjadi generasi yang rapuh karena memiliki keluarga yang tak utuh.

Kapitalisme Sistem Buatan Manusia yang Merusak 

Begitu besar dampak dari perselingkuhan ini. Jika dianalisa kembali apa penyebab hal ini bisa berulang dan banyak yang melakukannya.

Pertama, dilihat dari faktor individu. Lemahnya iman dan ketaatan kepada sang pencipta seperti tidak menjaga pandangan. Masifnya informasi dan teknologi sekarang ini diawali dari media sosial yang menyajikan informasi banyak mengundang syahwat seperti konten-konten dewasa, pergaulan bebas dan itu semua bisa diakses oleh siapa saja baik bagi laki-laki atau perempuan. Ketertarikan secara fisik dan kesenangan semata yang mereka cari ketika itu tidak ada pada diri pasangan mereka. 

Kedua, pentingnya peran masyarakat sekitar. Dalam sistem masyarakat sekuler kapitalis, selagi sesuatu yang dilakukan orang lain tidak berdampak terhadap kehidupannya maka mereka akan abai. Padahal peranan penting masyarakat adalah sebagai kontrol sosial terhadap kemaksiatan yang terjadi di sekitar mereka. Makanya perselingkuhan marak terjadi akibat kurangnya kontrol sosial dari masyarakat sekitar.

Ketiga, adanya peran Negara dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Karena Negara memiliki kekuatan untuk mengendalikan semua hal-hal yang akan memicu kemaksiatan. Namun dalam negara kapitalis hal tersebut mustahil dilakukan karena memegang prinsip liberalisme atau paham kebebasan. Selagi perbuatan maksiat seseorang tidak merugikan orang lain sehingga orang lain melaporkan kemaksiatan itu, maka aparat kepolisian tidak punya mandat untuk menangkap pelakunya.

Inilah buah dari sistem kapitalisme yang bercokol dalam tatanan keluarga muslim saat ini. Di saat kemaksiatan dianggap lumrah bahkan jadi solusi terhadap ketidakharmonisan bangunan pernikahan. Sejatinya pernikahan adalah ikatan suci di hadapan Allah SWT dan bernilai ibadah. Berawal dari keluarga yang kokoh demi membentuk generasi kokoh pula. Apa jadinya ketahanan keluarga jika di dalamnya terdapat kemaksiatan kepada Allah SWT? 

Islam Memandang Kasus Perselingkuhan
 
Islam benar-benar memberikan solusi atas problematika umat saat ini. Solusi yang diberikan oleh Islam berdasarkan aturan dari sang pencipta. Semata-mata untuk taat kepada Allah SWT.

Pergaulan yang sekarang kian bablas itulah yang membuat selingkuh itu mudah dilakukan. Interaksi antar laki-
laki dan perempuan yang campur baur (ikhtilat) dan bahkan berani berduaan dengan selain mahram (khalwat) inilah yang membuat kerusakan hubungan pernikahan. Bahkan perselingkuhan ini juga bisa mengantarkan kepada perbuatan yang lebih besar yaitu zina.

Jika perselingkuhan sudah menjurus ke arah zina maka terdapat sanksi di dalamnya. Sanksi yang bertujuan untuk memberikan efek jera (zawajir) dan sebagai penebus dosa (jawabir). Bagi yang menikah yaitu hukuman rajam disaksikan oleh orang-orang dan pelaku dilempari batu hingga meninggal. Dan bagi yang belum menikah, dicambuk 100 kali. Namun penerapan aturan ini pun tidak begitu saja dilaksanakan. Harus ada Negara yang menerapkannya, yaitu Negara dengan sistem Islam.

Dalam negara yang menganut sistem kapitalisme, sanksi ini belum bisa dilaksanakan. Pasalnya, peran agama telah dipisahkan dari aspek kehidupan. Inilah penyebab kerusakan, dimana aturan Allah dikesampingkan dan manusia dengan akalnya yang terbatas membuat aturan hanya berdasarkan hawa nafsu semata. Dimana ada kepentingan, di sana mereka mengutak-atik perundang-undangan.

Ketika Islam diterapkan sebagai sistem bernegara, maka Islam akan menjadi pencegah terjadinya perselingkuhan dengan menanamkan akidah Islam yang kokoh lewat sistem pendidikan. Dan masyarakatnya akan diatur sedemikian rupa agar menghindari khalwat dan ikhtilat. Sehingga penerapan hukuman rajam sampai mati ataupun cambuk 100 kali dapat diterima sebagai konsekuensi terakhir hingga mampu menjadi penebus dosa. Dan masyarakat yang melihat pelaksanaan hukuman tersebut akan berpikir banyak kali untuk melakukan hal yang serupa. 

Untuk kembali kepada keimanan yang kokoh dan kembalinya penerapan sistem Islam itu di tengah-tengah kita, maka inilah momen kita untuk berjuang menegakkan kembali aturan Allah tersebut. Karena di dalam syariat pasti ada kemaslahatan. Demi mengokohkan kembali ketahanan keluarga muslim saat ini yang sudah rapuh. Mari kita berjuang bersama untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam di tengah-tengah umat. Dimulai dari runtutan metode dakwah Rasulullah SAW sebagaimana yang telah dicontohkan dalam sirah Nabawiyyah. Wallahu ‘a’lam bish-shawab.

Baca juga:

0 Comments: