Headlines
Loading...
Oleh. Dewi Irawati Artati

Siang itu, Fahmi dan Adam baru pulang dari sekolah. Dua kakak beradik itu bergegas pulang menuju rumahnya. Setelah ganti baju dan sholat dzuhur, mereka langsung menuju meja makan. Dibukanya tudung saji itu. Tampak beberapa lauk tempe goreng dan tahu ada di sana, juga semangkuk sayur bayam yang segar. Tak ketinggalan secobek sambal terasi.

"Hemm ... kelihatannya enak nih," gumam Fahmi. Ia langsung menyiduk nasi, sayur dan beberapa tahu tempe sama sambel. Kemudian langsung menyantapnya. 

Sementara Adam terlihat malas tak bersemangat. Ia memang suka pilih-pilih makanan. Tidak seperti Fahmi, apa pun yang dimasak ibunya pasti ia makan dengan lahap.

Adam pun mulai ngomel, "Ih, sayur bayam lagi, tahu tempe lagi. Aku nggak suka sama makanan itu. Aku nggak mau makan ah!"

"Lho, Adam! Kok kamu gitu sih. Itu kan makanan sehat. Seharusnya kamu makan dong. Kasihan kan Ibu, capek-capek masak buat kita," Fahmi langsung menegur adiknya.

"Ada apa sih, kok ribut-ribut?!" seru Ibu yang baru keluar dari dalam kamar.

"Ini lho, Bu. Adam nggak mau makan," jawab Fahmi.

"Ayo makan, Adam. Kamu pasti lapar, kan habis pulang sekolah," bujuk ibu dengan lembut.

"Adam nggak mau makan itu, Bu. Adam bosan makan sayur. Aku mau makan sama mie instan kuah saja." Adam merengek.

"Adam, makan mie instan tidak boleh sering-sering, nanti kamu kekurangan gizi lho," Ibu berusaha memberi pengertian.

"Tapi aku suka mie instan, Bu. Rasanya gurih lagi. Yang penting kan halal, Bu," Adam bersikeras.

"Halal saja tidak cukup, Nak. Setiap makan yang kita makan, juga harus toyib. Artinya makanan itu harus cukup gizi, sehingga baik untuk kesehatan tubuh kita," tandas ibu.

"Betul tuh kata Ibu. Lihat nih, kakak jarang sakit, kan? karena suka makan sayuran setiap hari," Fahmi menimpali. "Ditambah lagi tahu tempe goreng yang kaya protein. Hemmm lezaat...!"

"Nah, bagus tuh, Kakak," puji ibu kepada Fahmi. 

"Dan lagi, di dalam mie instan itu, terkandung zat pengawet, yang berbahaya bagi kesehatan, jika sering kita makan," tambah ibu sambil memandang Adam.

"Huuu...tapi Adam mau makan mie instan kuah sekarang," Adam mulai menangis.

Rupanya penjelasan ibu tidak mempan. Bocah tujuh tahun itu tetap bersikeras dengan keinginannya. Makan mie instan.

Sang ibu pun tak kuasa lagi untuk melarangnya. Akhirnya, ibu masak mie instan kuah untuk Adam. Ibu tak mau ada drama tangis di siang bolong.

Setelah matang Adam pun menyantap mie kuah itu dengan sangat lahap. Kelihatan sekali ia sangat lapar. Setelah menghabiskan makanannya, ditambah teh manis, duduklah Adam di sofa sambil membaca buku cerita. Tak lama, ia pun tertidur. Hingga sampai pukul 15.00 WIB, ia tak jua bangun. Padahal waktunya untuk mengaji. Ibu dan Fahmi membangunkannya, tapi tak berhasil. Malah semakin pulas ia tidur.

Fahmi pun berangkat ke masjid sendiri untuk belajar mengaji.

***

Hari sudah mulai petang menjelang waktu Maghrib. Adam baru bangun. Badannya terasa lemas dan agak pusing. Dengan malas, ia menuju ke kamar mandi.Setelah mandi cepat-cepat sholat Ashar, takut waktu Asharnya habis. Usai sholat, ia duduk menunggu waktu maghrib.

"Tuh, kan bangunnya kesorean. Nggak ngaji lagj," kata Fahmi dengan bibir mengerucut, karena kesal sama adiknya.

"Iya, Kak. Maaf. Habisnya badanku gak enak, rasanya perutku terasa penuh," kata Adam.

"Makanya jangan makan mie terus, sudah tahu kan akibatnya?" 

"Iya, Kak, rasanya lemeees...terus, jadi pingin tidur terus," kata Adam.

"Mulai sekarang aku nggak mau lagi makan mie instan dah. Ibu, maafin aku ya, Bu. Mulai sekarang aku mau nurut sama Ibu. Aku mau makan sayuran, biar badanku sehat seperti Kakak," lanjut Adam, ia mulai mengerti.

"Alhamdulillah! Nah, begitu dong anak soleh. Besok ibu masakin sayur sop sama perkedel kentang," kata ibu bersemangat.

"Siap Ibu, besok pasti aku habiskan sopnya. Karena, itu makanan halal dan toyib. Iya kan, Bu?" jawab Adam tak kalah bersemangat.

Semua pun tertawa.

Sejak saat itu Adam mulai menyukai sayuran dan lauk pauk yang sehat. Ia sudah bisa membedakan makanan yang toyib dan yang tidak.

Begitulah aturan Allah, selalu ada kebaikan di balik aturan dan perintah-Nya. Allah menyuruh kita agar makan yang halal dan thoyib. Supaya apa yang kita makan berdampak baik bagi kita. Baik secara fisik maupun secara ruhani. [ ]

Baca juga:

0 Comments: