Headlines
Loading...
Oleh. Ira Siti Rojanah

Detak jam masih terdengar, detik waktu terus berputar, detik hidup pun terus berjalan. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun, tahun berganti masa. Semua terasa cepat sekali berlalu. Meninggalkan kenangan dan jejak kebaikan atau bahkan mungkin keburukan. Entah mana yang lebih dominan. Namun, satu hal yang harus kita renungi, bagaimana jika waktu kita terhenti di detik ini? Sudah cukupkan masa-masa yang kita lalui untuk membawa bekal menuju akhirat nanti? 

Dalam kesunyian malam, sesaat sebelum terpejam, aku selalu ingat satu hal yang sangat menakutkan. Satu hal yang dapat menjadi pemutus segala kenikmatan dan kesenangan. Yaitu Kematian. Bukan kematiannya yang paling aku takutkan, tapi perjalanan panjang setelah kematian yang harus aku pertanggungjawabkan. 

Dalam keadaan tidur Allah menggenggam nyawaku, hidup dan matiku ada di tangan-Nya. Entah mataku akan terbuka kembali atau terpejam selamanya. Membayangkan bagaimana dengan 3 anak kecil yang masih dalam pengasuhan? bagaimana dengan amanah-amanah dunia yang belum bisa kutunaikan? bagaimana dengan bekal amalku, sudah cukupkah untuk melanjutkan kembali kehidupan? Kehidupan setelah kematian, kehidupan yang kekal dalam keabadian. 

Aku sangat meyakini, bahwa semua makhluk bergerak yang bernyawa pasti akan mati. Sebagaimana di jelaskan dalam Al-Qur'an surah Al-Anbiya ayat 35 :

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ

Artinya : "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami."

Kematian merupakan qada Allah yang wajib kita imani. Tugas kita adalah beribadah mengumpulkan bekal amal.

Allah akan menguji kita dengan dua macam ujian, keburukan dan kebaikan, sebagai cobaan untuk mengukur kualitas iman dan kesabaran manusia. Dan kita akan dikembalikan kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan hidup di dunia dan mendapatkan hasilnya, keridaan Allah atau murka-Nya.

Kematian orang yang sangat berarti dalam hidupku cukup memberi banyak pelajaran untukku adalah Bapak. Beliau tidak pernah mengeluh sakit, tidak mernah merepotkan siapapun, bahkan di detik-detik terakhir menjelang wafat Bapak masih beraktifitas seperti biasa. Berbalut lumpur, ketika sedang mencangkul, Bapak tergeletak di tengah pematang sawah. Beruntung ada yang menemukan Bapak, kemudian Bapak dibawa ke puskesmas, karena puskesmas tidak sanggup menangani akhirnya Bapak dibawa ke Rumah Sakit di kota untuk ditindak lebih lanjut. 

Bersyukur Bapak masih sadarkan diri, disepanjang perjalanan Bapak menahan rasa sakit yang dideritanya. Emak dan Kakak yang membersamai tampak panik melihat Bapak. Asma Allah terus dilafadzkan membasahi lisan Bapak. Radang usus yang cukup parah mengharuskan Bapak untuk dioperasi. Detik-detik terakhir sebelum Bapak masuk ke ruang operasi Bapak berpesan pada Emak untuk tidak memberitahuku. Disaat seperti itu Bapak masih memikirkan perasaanku, Bapak tidak ingin aku sedih. Bapak berhuznudzan kepada Allah, bahwa Bapak akan sembuh kembali.

Namun, Allah berkehendak lain, Allah lebih sayang Bapak, Allah ambil kembali makhluk ciptaan-Nya, 5 menit sebelum operasi Bapak sudah lebih dulu dipanggil Allah. Bapak menemui Rabb-Nya sambil mengucapkan Asma Allah. InsyaAllah almarhum Bapak khusnul Khatimah. Ajal menjemputnya dalam keadaan sedang berjuang mencari nafkah dan sakit di dalam perut yang di deritanya semoga menjadi penggugur dosa dan sebab menuju Jannah. 

Belajar dari kisah Bapak, bahwa setiap manusia memiliki masanya yang telah ditakdirkan masing-masing dalam Lauh Mahfudz. Sebab itu, takdir kematian tersebut tidak akan mengenal usia muda ataupun tua, tidak pula mengenal jenis kelamin baik perempuan maupun laki-laki.

Yang menjadi pertanyaannya bukan kapan ajal akan menjemput kita, tapi bagaimana persiapan kita untuk menghadapinya? Dalam keadaan seperti apa kita akan menemui ajal kita? 

Maka, sudah selayaknya kita mempersiapkan diri untuk menuju akhirat kelak. Kematian merupakan pengingat agar bisa mempersiapkan diri untuk alam berikutnya. Rasulullah SAW sendiri telah menerangkan keutamaan muslim dalam mengingat kematian. Salah satunya, beliau menyebut muslim yang senantiasa mengingat kematian adalah mereka termasuk golongan orang yang cerdas.

Beliau bersabda, "Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas." (HR Ibnu Majah).

Semoga kita mampu memaksimalkan setiap detik waktu yang Allah beri, memaksimalkan diri dalam beramal sholih, menghargai detik waktu yang tak terbeli dan tak bisa terulang kembali. 

Jika kita seorang anak, jadilah anak yang berbakti kepada orang tua. 
Jika kita seorang istri, jadilah istri yang taat pada suami. 
Jika kita seorang ibu, jadilah ibu teladan yang mampu membersamai dan mendidik dengan baik. 
Jika kita seorang seorang hamba, jadilah hamba Allah yang patuh dan tunduk pada semua syariat-Nya, hamba yang bermanfaat untuk umat, yang mampu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. 

Wallahu a'lam bishshawwab.. 

Kuningan, 8 Februari 2023

Baca juga:

0 Comments: