Oleh. Ana Mujianah
"Faza, ayo buruan pake sepatunya. Sudah ditunggu sama Ayah, tuh." Bunda Yana berdiri di samping Faza sambil menggendong adik Husna.
"Iya, Bund. Bentar." Faza bergegas mengikat tali sepatunya. Pagi itu, Faza, bunda, ayah, dan adik Husna akan pergi ke Pantai Ancol.
Faza sangat senang diajak ayah liburan ke pantai. Sejak subuh, Faza sudah sibuk mempersiapkan keperluannya sendiri, seperti pakaian ganti dan perlengkapan mandi. Faza sudah tidak sabar ingin bermain pasir di pantai.
"Faza siap!" teriak Faza. Bocah laki-laki itu segera berlari menuju mobil ayah yang sudah terparkir di luar pagar. "Yuuk, Yah, berangkat," ajaknya tak sabar.
"Jangan lupa, baca doa naik kendaraan, supaya perjalanannya dilancarkan oleh Allah," nasihat bunda sebelum berangkat. Faza pun membaca doa naik kendaraan yang sudah dihafalkan di sekolah.
Hari Minggu pagi, Alhamdulillah jalanan lancar. Faza senang karena dia akan segera sampai ke pantai Ancol.
"Wow, bagus banget ya, Bund," seru Faza melihat hamparan laut biru yang indah.
"Ucapkan ... subhanallah," jawab bunda yang tertatih menyusul Faza di belakang. Soalnya, bunda sambil menggendong adik Husna.
"Faza, jangan jauh-jauh, Nak," teriak ayah melihat Faza lari-lari mendekati pantai. Faza tidak sabar ingin mandi air laut di pinggir pantai.
"Yah, main pasir, yuuk!" Faza menarik-narik lengan ayahnya.
"Iya, tunggu. Ayah carikan tempat berteduh buat bunda sama adek Husna dulu," jawab ayah. Alhamdulillah, bunda dan adik Husna akhirnya bisa berteduh di bawah tenda payung yang kosong.
Sambil menunggu ayah, Faza mulai menggali pasir. Mengumpulkannya menjadi satu. Faza asyik membentuk pasir-pasir itu dengan bentuk yang bermacam-macam.
"Wow!" teriak Faza. Tiba-tiba air laut surut mengalir menerjang rumah-rumah pasir yang dibuat Faza.
"Ada kerang!" teriaknya lagi saat menemukan kerang yang terbawa air laut. Ombak laut lebih besar lagi mendekati tepi pantai.
"Waaaw!" Baju Faza dan ayah basah terkena air laut. Bahkan rambut Faza juga ikut basah.
"Asin, Yah," celetuk Faza. Tanpa sengaja Faza mencicipi air laut.
"Air laut kenapa asin ya, Yah?" tanyanya tiba-tiba. Ayah pun terdiam sejenak untuk menjawab. Karena Faza akan terus bertanya jika belum puas.
"Air laut asin, karena ada larutan garam di dalamnya. Saat air laut menguap kena panas matahari, garamnya tidak ikut menguap, sehingga jumlah garam semakin banyak yang tertimbun dalam air laut. Jadilah air laut asin, deh," kata ayah. Faza manggut-manggut sambil berpikir.
"Kok bisa gitu ya, Yah?" tanyanya lagi.
"Iya bisa. Allah yang menjadikan air laut asin, Faza. Allah yang mengatur prosesnya." Faza kemudian manggut-manggut dan tidak bertanya lagi.
"Air laut jadi nggak bisa buat minum ya, Yah?"
"Air laut memang tidak untuk diminum, Nak. Tapi Allah menciptakan air laut asin pasti ada manfaatnya."
"Contohnya apa, Yah?" tanya Faza penasaran.
"Hmm, dengan air laut yang asin, ikan-ikan yang mati di pinggir pantai jadi tidak bau," jawab ayah.
"Iya juga ya, Yah. Masya Allah," sahut Faza. Faza terdiam lagi mendengar jawaban ayah. Bocah laki-laki itu kemudian melihat hamparan lautan yang indah, yang dinaungi langit yang biru.
"Yah, Yah!" Faza mencolek lengan ayahnya.
"Hem, ada apa?" Dugaan ayah, Faza pasti ingin bertanya sesuatu yang lain lagi, nih. Ayah harus siap-siap.
"Yah, itu langit bisa tinggi banget, tiangnya mana ya, Yah?" Ayah terbengong lagi.
"Menurut Faza, kenapa langit bisa berdiri tanpa tiang? Manusia bisa nggak, bikin?"
"Manusia pasti nggak bisa lah, Yah. Ayah ada-ada aja."
"Terus? Kalau gitu siapa dong, yang bisa bikin langit berdiri tanpa tiang?" pancing ayah.
"Yang menciptakan langit pasti ya, Yah. Allah Sang Maha Pencipta." Faza menyimpulkan sendiri pertanyaannya.
"Subhanallah. Allahu Akbar. Allah hebat ya, Yah," seru Faza sambil memandang langit dan lautan yang indah.
TAMAT
0 Comments: