Oleh. Dewi Irawati Artati
Siang itu, Amir sedang asyik bermain sendiri di ruang tengah. Sepertinya ia lagi malas untuk bermain di luar. Tangannya asyik menyusun lego untuk membentuk istana. Sambil berimajinasi, ia larut dalam permainan itu.
Sementara itu, di luar tampak dua orang temannya sedang memanggil namanya. Mereka adalah Raihan dan Fahri, teman sepermainannya.
"Amir, main Yuk!" seru keduanya.
Namun Amir tak menanggapi sedikit pun. Ia malah asyik dengan permainan legonya.
"Amir, dicari temannya tuh, kok diam saja sih," tegur ibunya.
"Amir nggak mau main Bu, malas main sama mereka. Amir main di rumah saja," jawab Amir sambil cemberut.
"Loh, kenapa begitu? Kalian lagi ada masalah ya?" tanya ibu.
Amir hanya diam. Terus merangkai legonya.
"Amir, cerita dong sama ibu," bujuk sang ibu dengan lembut.
Akhirnya ia mulai berbicara.
"Iya Bu, Amir jengkel dengan mereka. Karena mereka telah merusakkan mobil mainanku kemarin, padahal itu mainan kesayanganku."
"Terus, apa mereka sudah minta maaf sama kamu?" tanya ibu.
"Sudah bu, tapi Amir nggak mau maafin mereka. Amir sebel sama mereka," jawab Amir sewot.
"Astaghfirullah. Lebih baik, kamu maafkan mereka. Tidak baik kalau bermusuhan." Ibu mulai menasihati.
"Memaafkan kesalahan orang lain itu termasuk akhlak yang mulia. Dan wajib dimiliki oleh seorang muslim."
"Rasul telah mencontohkan juga lho, ketika beliau disakiti, dihina, dizalimi oleh orang-orang kafir. Beliau selalu membalasnya dengan kebaikan. Nah, itulah sikap yang harus kita contoh," lanjut ibu.
"Benar itu Dek. Allah saja Maha Pemaaf, kenapa kita enggak?" sahut kakak tiba-tiba nongol dari dalam kamar.
"Tapi, Amir masih sebel. Amir belum bisa memaafkan mereka," jawab Amir cemberut.
"Ya sudah kalau Amir masih sebel. Tapi jangan lama-lama sebelnya. Ntar nggak punya teman lagi," kata Ibu.
"Kata pak guru, kita tidak boleh mendiamkan teman lebih dari tiga hari, malah kita sendiri yang berdosa," Kakak menimpali.
Amir mulai merenung. Benar juga kata ibu dan kakak. Lagian bosan juga kalau main sendirian tiap hari.
"Terus, gimana dong. Kan mereka yang salah, kok jadi Amir yang berdosa," jawab Amir.
Ehm, begini sayang, coba sekarang posisikan, kamu menjadi mereka. Misalkan kamu bersalah sama temanmu, padahal kamu sudah meminta maaf tapi tidak dimaafkan sama temanmu. Apa yang kamu rasakan?" Ibu memberikan analogi.
"Ya sedih dong Bu!" sahut Amir.
"Nah, sama. Begitu juga temanmu. Mereka akan sedih jika tidak kamu maafkan," sahut ibu sambil tersenyum dan mengusap kepala si bungsu.
Tampaknya hati Amir mulai luluh. Seketika ia berdiri dan menaruh mainannya.
"Kalau begitu, Amir mau memaafkan mereka. Amir nggak mau kehilangan teman," kata Amir mulai sadar.
"Masya Allah. Nah itu baru anak salehnya ibu," kata ibu sambil memeluk dan mencium kening Amir.
"Alhamdulillah, akhirnya Adik kak Iqbal sudah nggak marah lagi. Tuh mumpung mereka masih di depan rumah, temui mereka!" seru sang kakak sambil tersenyum.
Amir pun bergegas keluar. Tampak mereka bercakap-cakap, lalu bersalaman. Akhirnya mereka rukun kembali. Tak ada dendam dan permusuhan di antara mereka.
Begitulah aturan Islam, yang sungguh indah dalam mengatur sebuah hubungan. Memaafkan kesalahan orang lain adalah akhlak yang mulia dan merupakan ciri orang yang bertakwa. Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan, dan selalu bersama dengan orang yang bertakwa.
0 Comments: