Headlines
Loading...
Oleh. Muflihah S Leha

"Zahron! Cepetan," teriak mamanya. 

"Iya, sabar," jawab Zahron yang ketika disuruh ibunya mesti mengucapkan kata-kata 'sabar' meski sudah di jam genting.

"Dari tadi Sabar, sabar terus...." 

"Belum jam 14:00, Mama...." ucap Zahron yang suka melambat-lambatkan waktu.

"Kalau sudah jam segitu ya kamu ketinggalan lagi.." 

"Nggak papa, yang penting masih bisa," jawab Zahron yang membuat ibunya semakin kesal.

"Bisa apanya? Mama sudah diperingatkan oleh ustadzah, kalau ngaji disini, harus mematuhi aturan. Berangkat jangan terlambat. Ngaji di sini harus disiplin. Begitu kata ustadzah." 

"Hah ..., Kapan ustadzah ngomong begitu?" tanya Zahron

"Kemarin waktu Mama kumpulan."

"Memangnya kenapa sih, ngajinya juga harus ngantri. Yang mengaji juga satu per satu. Ngapain berangkatnya harus awal?"

"Bukan masalah ngaji terakhir lalu harus berangkatnya akhir Zahron...,"

"Lah..terus?"

"Maksud ustadzah, meskipun ngajinya mengantri, tapi harus berdoa bersama dulu. Sembari mengantri, murid yang belum ngaji, diharuskan menghafalkan dulu ayat yang akan dites. 
Biar lebih pintar, dan dapat berkah karena ikut didoakan.  Gitu, sayang..."

Zahron terdiam mendengarkan penjelasan ibunya. Ia pun segera menyiapkan buku dan kitabnya.
Dengan tergesa-gesa ia berpamitan, "Ma, berangkat."

"Eitz, kok nggak salaman," 

"O iya... Lupa, salaman Ma," ucap Zahron sembari mengulurkan tangannya.

"Sudah dibiasakan, di peringatkan, masih saja lupa.  Jangan lupa lagi ya," ucap mama sembari melihat anaknya berangkat mengaji.

"Assalamu 'alaikum...."
ucap Zahron sembari berlalu,

"Waalaikumussalam. Hati-hati, Nak."

"Iya, Ma," jawab Zahron sembari bergegas.

Di tengah jalan, ia bertemu dengan Dafa, teman sekolahnya.

"Kamu lagi ngapain di sini, Daf?" 

"Lagi nyari cacing," jawab Dafa. 

"Cacing..." ulang Zahron. 

"Iya," jawab Dafa. 

"Untuk apa nyari cacing?" tanya Zahron penasaran

"Untuk memancing ikan chana," jawab Dafa. 
Mendengar ikan yang lagi viral itu, Zahron ingin ikutan juga, karena mahalnya ikan chana.

"Mancing di mana?" tanya Zahron penasaran.

"Tuh, di bawah jembatan sana, banyak ikan di sana," jawab Dafa sembari mengacungkan tangannya ke arah sungai yang tidak jauh dari tempat ngajinya.

"Ish... ikutlah..." pinta Zahron. 

"Ya, hayuklah..." jawab Dafa dengan senang.

"Kamu bantuin aku nyari cacinglah...," pinta Dafa. 

"Lah..., gimana? saya mau ngaji dulu." jawab Zahron.

"Halah, nggak usah ngaji. Saya nggak ngaji juga nggak papa," goda Dafa

"Saya takut dimarahin Mama," jawab Zahron

"Halah..., Kan Mama kamu nggak tahu. Tahunya paling kamu lagi ngaji," goda Dafa.

"Iya yah..." jawab Zahron sembari berpikir.
Hatinya bimbang, mancing atau ngaji. 

"Ish tapi ada Allah Yang Maha Melihat," bisik hatinya.

"Lah, aku ngaji dulu deh Daf," pinta Zahron dengan tiba-tiba.

"Ya terserah, sana!" jawab Dafa sedikit ketus.

"Kamu kok nggak ngaji? Apa nggak dimarahin orang tua?" tanya Zahron

"Ya dimarahin lah. Tapi dah biasa. Kalau lagi dimarahin,  dengerin saja," jawab Dafa yang sudah terbiasa dengan omelan orang tuanya. 
Biar pun sering dimarahi, Dafa tetap sama saja.
Yang Zahron lihat Dafa juga nggak salat. Kalau yang lain salat.

"Ya wis, lah... Daf, saya ngaji dulu," pamit Zahron sembari melangkahkan kakinya,

Sampai di tempat ngaji lagi-lagi Zahron terlambat.
Ia masuk tanpa permisi dan langsung duduk mengantri.
Beruntung masih bisa ikut berdoa. Dan gurunya pun hanya melirik.

Ketika yang lain mengaji, Zahron tidak hafalan, tetapi membayangkan memancing ikan.

Satu per satu mengantri, tibalah giliran Zahron.
Dengan penuh percaya diri, Zahron menghafalkan surat yang kemarin. Namun karena belum lancar, hari ini pun tidak ada tambahan.

"Murid-murid, hari ini ustadzah ada acara. Jadi habis salat  ashar berjamaah nanti boleh langsung pulang." ucap ustadzah kepada murid-muridnya di TPQ. 

Zahron kegirangan. 
Ketika mendengar azan, ia  langsung bergegas mengambil air wudhu. 

"Tumben kamu cepet-cepet kaya gitu. Lagi semangat salat apa?" tanya Mu'adz. 

"Iya, mau mancing." 

"Mancing di mana? Sama siapa?" tanya Mu'adz. 

"Sama Dafa, katanya kemarin dapat ikan chana."

"Aku ikut lah..." pinta Mu'adz. 
Tak lama kemudian sang imam pun datang, dengan segera berdiri Zahron mengumandangkan iqomah. 

"Hech, kan bukan jadwalnya kamu azan," ucap Mu'adz,

"Ish, gak papalah... Biar cepat," jawab Zahron sembari tertawa.

Mereka pun salat jamaah bersama.

Usai salat berjamaah, Zahron berlari yang diikuti oleh Mu'adz.

"Hech! berdoa dulu," teriak Ridho teman ngajinya.
Namun teriakan itu tidak digubris oleh mereka.

Melihat Zahron dan Mu'adz pulang tanpa masuk ke kelas dulu, akhirnya Ridho pun ikutan, 
"Ikut..., Tungguin aku!" teriak Ridho sembari berlari.

"Dafa..." Teriak Zahron yang melihat Dafa dari atas jembatan,

"Heh, sini aku sudah dapat ikan besar," teriak Dafa yang membuat mereka penasaran.
Padahal ikan sebesar jempol saja, masih besar jempolnya.

Mereka pun berlari menyusuri batu-batu di kali, dengan rasa penasaran, mendekati Dafa.

"Lihat coba mana ikannya?" tanya Zahron sesampainya di bawah jembatan.

"Tuh, di ember," jawab Dafa sembari mengarahkan kepalanya ke arah ember kecil.

"Iya heh, ikan apa ini?" tanya Ridho. 

"Ikan chana lah ..."

"Chana dari Hongkong," sergah Mu'adz

"Lah emang," jawab Dafa yang sok tahu.

"Itu ikan kutuk. Mana ada ikan chana di kali."  

"Iya tapi mirip ikan chana tahu," ucap Zahron

"Iya, ikan kutuk, itu. Nanti kalau sudah besar baru jadi ikan chana," jawab Mu'adz

Mereka pun percaya saja dengan apa yang diucapkan Mu'adz. 

"Ya udah kita nyari, Yuk!" pinta Ridho.

"Tapi pakai apa? Kita nggak bawa alat."

"Pakai baju saja." 

"Ya udah, Yuk!"

Dengan kompak mereka pun memakai baju untuk menangkap ikan. Namun sampai basah kuyup, ikan pun tak juga di dapatkan.

Karena hari sudah mulai petang, mereka pun memutuskan untuk pulang.

         ****

Baca juga:

0 Comments: