Headlines
Loading...
Oleh. Ratih Ummu Fasayu

Sinar mentari pagi begitu cerah menyinari. Dan merdunya suara kicauan burung pipit menambah kehangatan suasana akhir pekan ini. Mas Hammad, Mbak Sasa dan Dek Saif tampak sedang asyik bermain di halaman depan rumah. Mereka bermain membuat kue-kue kering mainan dari tanah yang dicampur dengan air.

Biasanya, akhir pekan seperti ini menjadi jadwal mereka menonton televisi. Namun, karena kebetulan televisi di rumah sedang rusak, jadilah mereka memilih bermain di halaman depan rumah. 

"Sa, kamu jemur kuker tanahnya di sebelah sana ya .... " Sasa hanya mengangguk sebagai tanda mengiyakan ucapan Hammad, kakak laki-lakinya. 

"Ya Allah, Dek Saif. Kamu malahan sedang apa sich? Ini tanahnya diaduk dulu biar merata airnya dan gampang dicetak." 

"Ini lho, Mas, ada semut yang lagi berenang di adonan tanah kita. Aku penyet aja ya ...." Saif menjawab pertanyaan Mas Hammad dengan ringannya.

"Eeh, jangan, Dek! kata Umi, enggak boleh sengaja menyakiti binatang yang enggak mengganggu atau membahayakan kita, disingkirkan aja pelan-pelan, Dek," dengan lantang Sasa mengingatkan adiknya agar jangan menyakiti binatang sembarangan. 

"Tapi nanti kita bisa digigit sama semut ini, Mbak." Saif mencoba membela diri.

"Insyaallah enggak, Dek, ngeyel banget sich dibilangin, kamu, Dek!" nada bicara Sasa mulai meninggi karena Saif tidak menuruti peringatannya. 

Dari jauh, ternyata Umi memperhatikan Sasa dan Saif yang sedang beradu mulut. Umi lalu mendekat dan menjelaskan pelan-pelan kepada Saif, bahwa sesama makhluk Allah Swt. memang harus saling mengasihi. Bahkan kepada hewan-hewan kecil seperti semut yang seringkali dianggap mengganggu oleh kebanyakan manusia. 

"Tapi, Mi, kadang kan semut itu menggigit kita?" Saif tampak masih belum sepenuhnya menerima penjelasan Umi. 

"Iya, Dek, meski begitu, sesungguhnya semut itu hanya menggigit manusia karena mereka merasa terancam hidupnya. Mungkin, tanpa sengaja kita menggencet tubuh mereka, jadi mereka berusaha mempertahankan diri." Umi masih mencoba menjelaskan dengan perlahan kepada Saif. 

"Ooh, begitu, ya, Mi?" raut muka Saif terlihat lebih bisa menerima penjelasan dari Umi. 

"Jadi, kepada binatang ciptaan Allah, kita juga harus mengasihi, ya, Mi?" 

"Betul, Dek. Dan tidak hanya kepada binatang, tumbuhan dan alam semesta yang juga merupakan ciptaan Allah Swt. juga harus kita kasihi, caranya yaitu dengan menjaga dan merawatnya sebaik mungkin." Umi menjelaskan lebih lanjut kepada Saif tentang makna berkasih sayang kepada sesama makhluk Allah. 

"Tuch, kan, betul apa kata Mbak." Sasa sumringah karena merasa sikapnya mengingatkan Saif tadi adalah hal yang benar. Sesuai dengan apa yang sudah diajarkan oleh Umi selama ini. 

"Lagipula, kan ada haditsnya ya, Mi? apa itu ya? Sasa lupa ...." Sasa bertanya sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal. 

"Ayooo, Mas Hammad ingat tidak?" Umi mencoba melempar pertanyaan ke Hammad, putra sulungnya, sekalian mengetest ingatan hafalan hadits putranya itu. 

"Hemm ... Hammad juga lupa, Mi, hehehe." Hammad menjawab sembari terkekeh. 

"Haditsnya diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar ra, bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, yang intinya, orang-orang yang berbelas kasih kepada setiap makhluk di bumi, maka akan mendapatkan belas kasih dari Allah Swt., begitu kira-kira, Mas, Mbak, Dek. Lagipula, memiliki sifat pengasih itu salah satu wujud keimanan dan keteladanan kita kepada salah satu sifat dan nama Allah Ar Rahman, Yang Maha Pengasih." Hammad, Sasa, dan Saif mengangguk-anggukkan kepalanya, mendengar penjelasan dari Umi. 

Hari ini mereka belajar tentang pentingnya saling berbelas kasih kepada sesama makhluk Allah, tak lain agar semakin mendapatkan rida Allah Swt.

Baca juga:

0 Comments: